Monday, April 29, 2024
HomeBeritaPraktik Calo Perbatasan Banderol Ribuan Dollar Untuk ‘Jasa’ Keluar Dari Gaza

Praktik Calo Perbatasan Banderol Ribuan Dollar Untuk ‘Jasa’ Keluar Dari Gaza

Warga Palestina sedang berkumpul di perbatasan Gaza-Mesir di Rafah. Mereka yang ingin meninggalkan wilayah Gaza dikutip biaya ribuan dollar. Foto: APAImages/Shutterstock
Warga Palestina sedang berkumpul di perbatasan Gaza-Mesir di Rafah. Mereka yang ingin meninggalkan wilayah Gaza dikutip biaya ribuan dollar. Foto: APAImages/Shutterstock

Warga Palestina yang ingin keluar dari Gaza untuk menyelamatkan diri dari serangan Israel memiliki opsi melintasi perbatasan Rafah, di selatan Gaza, yang berbatasan langsung dengan Mesir.

Namun, untuk bisa melintasinya, seorang warga Gaza harus membayar sekitar $10 ribu atau senilai lebih dari Rp150 juta ke calo yang mengurus praktik tersebut, menurut laporan investigasi The Guardian.

Setiap harinya, calo tersebut menerima “uang koordinasi” dalam jumlah besar untuk membawa warga Palestina keluar dari Gaza melalui perbatasan Rafah.

Dalam laporan The Guardian, praktik tersebut dilakukan oleh jaringan broker dan kurir yang diduga terkait  badan intelijen Mesir.

Seorang pria keturunan Palestina di Amerika Serikat (AS) mengungkapkan ia sampai harus membayar $9 ribu atau senilai Rp140 ke juta ke calo agar bisa mengeluarkan istri dan anak-anaknya dari Gaza melalui Mesir.

Selagi menunggu info selanjutnya dari sang calo, keluarga orang Palestina AS ini mengungsi dari satu sekolah ke sekolah lain, sejak pecahnya perang Hamas-Israel pada 7 Oktober lalu.

Namun, pada hari-H yang dijanjikan, sang calo mengatakan anak-anaknya tidak bisa diikutkan bersama istrinya kecuali jika ia berani memberi tambahan senilai $3 ribu atau setara Rp47 juta. 

Pria itu dibuat pusing dengan praktik pemerasan yang dilakukan si calo saat nyawa istri dan anak-anaknya berada dalam ancaman gempuran rudal Israel di Gaza.

“Hal ini sangatlah membuat stres dan menyakitkan. Mereka berupaya mengambil keuntungan dari penderitaan orang yang hanya ingin keluar dari situasi mencekam di Gaza,” ungkap pria tersebut.

Laporan The Guardian mengungkap para calo tersebut memiliki jaringan yang berpusat di Kairo, Mesir, dan telah beroperasi di sekitar wilayah perbatasan Rafah selama bertahun-tahun. 

Sebelum meletusnya perang Hamas-Israel, para calo mematok angka $500 untuk setiap orang yang berniat keluar dari Gaza.

Namun, kini mereka memasang harga setinggi-tingginya karena mengetahui banyak warga Gaza yang mencari jalan keluar untuk menyelamatkan nyawa.

Beberapa orang yang diwawancarai The Guardian mengaku dimintai uang oleh calo di kisaran Rp78 hingga Rp157 juta untuk setiap orangnya.

Sebagian yang tidak mampu bahkan sampai membuat penggalangan dana supaya bisa membayar ‘jasa’ calo perbatasan.

Jika ada yang sanggup membayar lebih, sang calo menjanjikan akan lebih cepat mengeluarkannya dari Gaza.

Cara yang dilakukan untuk mengiklankan ‘jasanya’ itu salah satunya lewat postingan Facebook. Meski harga yang diminta sangat mencekik, ironisnya, kolom komentar postingan tersebut dipenuhi permintaan orang-orang Palestina yang ingin segera didaftarkan namanya.

Dugaan keterlibatan intelijen Mesir

Proyek Pelaporan Kejahatan dan Korupsi yang Terorganisir (OCCRP), media investigatif berbasis di Washington melaporkan, ‘jasa’ jaringan calo itu diiklankan secara terbuka oleh agen perjalanan melalui grup media sosial dan platform daring.

Investigasi OCCRP belum sampai mengungkap bagaimana para calo itu bisa masuk-keluar perbatasan Rafah dengan leluasa meski dijaga ketat militer Mesir.

Namun, hal itu makin menguatkan dugaan banyak pihak bahwa praktik suap di perbatasan Rafah tumbuh subur, terlebih lagi saat rakyat Gaza berbondong-bondong melarikan diri ke selatan untuk menghindari gempuran Israel.

Sejak 2007, perbatasan Rafah diatur oleh Kementerian Dalam Negeri Hamas di sisi teritori Gaza dan oleh militer Mesir di sisi luarnya, yang juga melibatkan Badan Intelijen Umum. Israel juga mengontrol perbatasan tersebut dari pos militer terdekat.

Sebelum pecah perang terakhir, warga Gaza yang hendak melintasi perbatasan Rafah menuju Mesir harus mengajukan formulir yang ditujukan ke otoritas Hamas.

Prosesnya bisa memakan waktu sekitar dua hingga enam bulan. Itupun tidak menjamin akan mulus ketika berhadapan dengan militer Mesir di perbatasan.

Warga yang sudah mengantongi surat izin dari Hamas sangat mungkin diminta putar balik oleh militer Mesir dengan alasan mengada-ada.

Hal ini dilihat sebagai peluang oleh perusahaan jasa perjalanan Mesir seperti Hala Consulting and Tourism. Pada 2019, Hala menawarkan ‘jasa’ melintasi perbatasan Rafah dengan cepat dan mudah yang disebut “tansiq” atau “koordinasi”.

Biaya per orangnya saat itu berada pada kisaran Rp18 juta, izin melintas dikeluarkan dalam dua hari, setelah itu penikmat ‘jasa’ bisa dengan santai melintasi perbatasan Rafah menuju Mesir.

Proses ini sepenuhnya hanya dengan pihak Mesir dan tidak memerlukan izin otoritas Hamas.

Orang yang membayar ‘jasa’ ini akan dimasukkan ke dalam daftar khusus yang terpisah dari daftar warga yang mengajukan izin melintas secara ‘reguler’ kepada otoritas Mesir.

Reporter OCCRP mewawancarai sejumlah agen dan calo untuk menggali lebih dalam tentang praktiknya di lapangan.

Salah satu yang diwawancarai adalah kepala biro agen perjalanan yang berlokasi di Gaza. Agen ini merupakan salah satu rekanan Hala di Gaza. 

Kepada reporter sang kepala biro mengatakan setiap perempuan Palestina yang ingin keluar dari Gaza harus menyiapkan sekitar Rp78 juta sebagai biaya ‘jasanya’.

Dalam waktu tujuh hari, izin untuk melintasi Mesir akan diberikan.

“Prosedur permintaan izin melalui Hamas telah terhenti sejak perang,” ungkap sang kepala biro kepada OCCRP pada 10 Januari.

“Pihak Palestina tidak terkait dengan perizinan ini. Ini sepenuhnya dioperasikan intelijen Mesir,” lanjutnya.

Middle East Eye (MEE), media yang berbasis di London, mewawancarai Bisan, perempuan asal Gaza yang berhasil melewati perbatasan Rafah menuju Mesir bersama suaminya yang terluka. Perempuan itu juga memboyong ibunya keluar dari Gaza setelah membayar $42 ribu atau setara Rp63 juta kepada calo.

“Kami bertemu dengan calo kami di Suez. Ia mengaku bekerja untuk pihak keamanan Mesir dan akan menggunakan koneksinya untuk memasukkan nama ibunya ke dalam daftar,” ungkap Bisan.

Setelah tiga pekan menanti di tenda pengungsian, akhirnya ibunda Bisan bisa melintasi perbatasan Rafah menuju Mesir.

MEE juga mewawancarai narasumber yang merupakan pensiunan militer. Saat masih aktif, ia bertugas untuk badan intelijen Mesir Sinai Utara.

Kepada MEE, dia mengakui adanya jaringan broker atau calo yang terkoneksi dengan lintas aparatur keamanan negara.

Mereka memiliki kuasa untuk memfasilitasi pihak luar yang ingin masuk ke Mesir melalui perbatasan sebelah timur, yakni perbatasan Rafah.

Kementerian Kesehatan Gaza mengungkapkan perbatasan Rafah saat ini telah menjadi wilayah pengungsian bagi sekitar satu juta warga Palestina yang terlantar akibat serangan Israel ke Gaza.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular