Wednesday, May 21, 2025
HomeBeritaPrancis serukan peninjauan ulang perjanjian kemitraan Uni Eropa-Israel

Prancis serukan peninjauan ulang perjanjian kemitraan Uni Eropa-Israel

Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noël Barrot, menyerukan agar Uni Eropa meninjau ulang Perjanjian Kemitraan dengan Israel, menyusul berlanjutnya operasi militer Israel di Jalur Gaza yang disebut sebagai tindakan genosida, serta blokade terhadap bantuan kemanusiaan.

Dalam wawancara dengan stasiun radio France Inter, Barrot menyatakan bahwa sikap Israel terhadap Gaza harus menjadi bahan pertimbangan dalam evaluasi perjanjian tersebut. Ia menyebut eskalasi serangan militer Israel dan penghalangan masuknya bantuan kemanusiaan sebagai hal yang “tidak dapat diterima.”

“Ini merupakan pelanggaran berat terhadap martabat manusia dan hukum internasional. Ini juga bertentangan dengan keamanan Israel yang selama ini kami dukung. Sebab siapa yang menabur angin, akan menuai badai,” ujarnya.

Barrot menegaskan bahwa tidak mungkin mengabaikan penderitaan rakyat Gaza. Ia juga menyatakan dukungan terhadap usulan Belanda yang meminta evaluasi terhadap perjanjian kemitraan Uni Eropa-Israel.

Perjanjian Kemitraan Uni Eropa dan Israel mulai berlaku pada Juni 2000, dan memberikan berbagai kemudahan akses Israel ke pasar Eropa. Nilai perdagangan antara kedua pihak mencapai 46,8 miliar euro pada tahun 2022, menjadikan Uni Eropa sebagai mitra dagang terbesar Israel.

Sebelum Prancis, Spanyol dan Irlandia juga menyuarakan kritik terhadap Israel. Sementara Belanda menyerukan penyelidikan segera terhadap kemungkinan pelanggaran yang dilakukan Israel di Gaza, termasuk potensi pelanggaran terhadap ketentuan hak asasi manusia dalam perjanjian dagang dengan Uni Eropa.

Barrot menambahkan bahwa kendati menghentikan perjanjian tidak akan menguntungkan kedua pihak, kondisi warga sipil di Gaza menuntut adanya langkah konkret. Ia juga menegaskan kembali komitmen Prancis untuk mengakui negara Palestina.

Pernyataan Barrot sejalan dengan sikap Presiden Emmanuel Macron yang, dalam wawancara televisi pekan lalu, mendesak agar Uni Eropa menekan Israel dan meninjau ulang kerja sama bilateral yang ada. Macron menyebut situasi di Gaza sebagai “tragedi kemanusiaan yang mengerikan dan tak bisa diterima,” dan menegaskan bahwa kekerasan itu harus segera dihentikan.

Perubahan sikap di Eropa

Pengamat politik dari Universitas Amerika di Paris, Ziad Majed, menilai bahwa terdapat perubahan dalam nada dan pendekatan sejumlah negara Eropa terhadap Israel, khususnya setelah pernyataan Macron yang berencana mengakui negara Palestina pada Juni mendatang, serta pernyataan bersama yang ditandatangani bersama Perdana Menteri Inggris dan Kanada.

Namun, Majed menekankan bahwa meskipun terdapat peningkatan kritik terbuka terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, hal ini belum berarti terjadinya perubahan kebijakan yang signifikan. Menurutnya, negara-negara Eropa, termasuk Prancis, masih merupakan sekutu dekat Israel.

“Ujian sebenarnya adalah apakah Eropa bersedia memberlakukan sanksi, membekukan perjanjian, atau mematuhi keputusan Mahkamah Pidana Internasional dan Mahkamah Internasional. Tanpa langkah-langkah itu, pernyataan yang ada hanya bersifat simbolik dan belum berdampak nyata,” ujarnya dalam wawancara dengan Al Jazeera.

Majed juga menyebut bahwa Mahkamah Pidana Internasional sejak Desember 2023 telah meminta tindakan pencegahan untuk mencegah genosida di Gaza. Namun, permintaan tersebut tidak ditindaklanjuti secara serius oleh negara-negara Eropa.

Ia mencatat bahwa tekanan terhadap pemerintah Eropa semakin meningkat dari kalangan organisasi hak asasi manusia dan para pengacara, yang mengancam akan mengambil langkah hukum terhadap Presiden Prancis dan sejumlah pejabat Eropa atas tuduhan keterlibatan dalam genosida karena tetap melanjutkan kerja sama ekonomi dengan Israel, meskipun ada bukti kuat tentang kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Majed menutup dengan menegaskan bahwa mempertahankan perjanjian kemitraan di tengah pengabaian terhadap keputusan pengadilan internasional adalah bentuk keterlibatan pasif, dan dapat memperbesar tekanan politik terhadap para pemimpin Eropa untuk mengubah sikap mereka, setidaknya pada tingkat retorika. Sumber: Al Jazeera, Anadolu

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular