Impian tentang kekayaan dan masa depan yang terjamin bagi keluarga bukanlah mimpi yang mustahil bagi Maher Al-Masalmeh, seorang pemuda Suriah dari Daraa, selatan Damaskus.
Menurutnya, tanah di kotanya luas dan menyimpan emas, artefak, serta harta karun yang diwariskan dari leluhur untuk generasi mendatang.
Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera Net, Maher tidak menghiraukan undang-undang yang melarang penggalian situs arkeologi dan perburuan harta karun di Suriah.
Ia menganggap aturan tersebut sebagai alat rezim lama, sejak era Hafez Al-Assad dan putranya Bashar. Aturan itu digunakan untuk menutupi penjarahan kekayaan negara sekaligus menyingkirkan siapa pun yang bersaing dalam perburuan harta.
Pemikiran Maher ini bukanlah pandangan individu semata, melainkan sikap yang dianut oleh banyak warga Suriah. Mereka percaya bahwa rezim lama telah mencuri kekayaan rakyat dan artefak yang tersembunyi di tanah mereka.
Setelah jatuhnya rezim, banyak yang merasa berhak menggali sendiri untuk mendapatkan apa yang mereka anggap sebagai hak mereka. Namun, para pejabat di pemerintahan baru Suriah menganggap fenomena ini sebagai bencana bagi warisan budaya dan sejarah bangsa.
Menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, penggalian artefak dan harta karun meningkat pesat di berbagai kota Suriah seiring runtuhnya rezim Assad.
Kekosongan keamanan yang terjadi akibat fokus pemerintah baru dalam memperkuat kontrol dan mengejar para pelaku kejahatan dari rezim lama. Termasuk di antaranya pemimpin militer dan aparat keamanan, membuka peluang bagi para pencari harta.
Dalam konteks ini, Direktur Jenderal Departemen Purbakala dan Museum Suriah, Dr. Anas Ahmad Haj Zaidan, menjelaskan bahwa kekosongan keamanan setelah jatuhnya rezim Assad tidak berlangsung lama.
Ia mencontohkan bahwa negara-negara yang mengalami revolusi atau pergantian rezim korup sering menghadapi masa kekacauan, termasuk penjarahan situs bersejarah dan perburuan harta karun.
Haj Zaidan menyebutkan bahwa situs-situs yang paling terdampak setelah kejatuhan rezim adalah Afamia, Palmyra, dan Tartus.
Namun, pemerintah baru berhasil merebut kembali kendali atas wilayah tersebut. Mereka melindungi museum dan situs bersejarah, serta melakukan pendataan terhadap artefak yang dicuri. Mereka juga mengupayakan pengembalian barang yang masih dapat diselamatkan.
Kemiskinan dan kelaparan
Dr. Anas menegaskan bahwa aktivitas penggalian ilegal masih terus berlangsung hingga kini. Meskipun sudah berkurang dan terbatas di desa-desa terpencil, terutama di Palmyra, Bosra, serta kota-kota seperti Daraa dan pedesaan Hama.
Mengenai metode penggalian dan penjualan artefak secara ilegal, Haj Zaidan menjelaskan bahwa proses ini dilakukan secara diam-diam, tanpa pendekatan ilmiah atau metodologi yang benar.
Ia menyebut bahwa alasan utama di balik maraknya penggalian adalah kemiskinan dan kelaparan yang disebabkan oleh kebijakan rezim Assad.
Di daerah yang dulunya dikuasai oleh rezim, seperti Daraa, penggalian lebih sering terjadi dibandingkan wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), di mana aktivitas semacam itu jarang ditemukan.
Dampak dan upaya penanggulangan
Dr. Anas mengungkapkan rasa prihatinnya atas dampak besar dari penggalian ilegal ini. Ia menekankan bahwa metode penggalian yang tidak profesional menyebabkan kerusakan artefak.
Selain itu, katanya, dapat menghilangkan identitas sejarahnya, serta merusak lahan pertanian dan properti, yang memicu peningkatan jumlah pengaduan dari masyarakat.
Ia juga menyatakan bahwa pemerintah saat ini sedang mendokumentasikan kerusakan yang diakibatkan oleh penjarahan artefak dan perburuan emas.
Mereka bekerja sama dengan otoritas terkait untuk menindak para pelaku, menyita peralatan yang digunakan. Terutama, yang dijual melalui platform media sosial, dan berusaha memulihkan artefak yang hilang berdasarkan catatan museum sebelum dan setelah jatuhnya rezim.
Harta karun Damaskus kuno
Samir, seorang pemuda Damaskus yang tinggal di kawasan bersejarah Al-Qaimariyah di jantung kota tua Damaskus, menceritakan kisah mengejutkan tentang bagaimana rumah-rumah tua di wilayah tersebut menjadi sasaran pencarian harta karun.
Menurut Samir, masa-masa setelah jatuhnya Assad menjadi peluang emas bagi para penjarah yang menggali rumah-rumah bersejarah. Meraka berharap menemukan guci-guci emas yang diyakini ditinggalkan oleh leluhur mereka.
Bahkan, lanjutnya, dinding yang dihiasi mozaik, yang menjadi bukti keindahan arsitektur kuno Damaskus, turut dirusak demi mencari harta tersembunyi.
Samir juga menyebutkan adanya legenda yang berkembang di kalangan warga Damaskus. Bahwa, leluhur mereka biasa menyembunyikan barang antik dan emas di lubang dangkal di dalam rumah, langit-langit, atau dinding tebal. Khususnya, pada masa perang dan krisis yang melanda kota itu sepanjang sejarah.
Ia menegaskan bahwa beberapa detail dari legenda ini terbukti nyata, mengingat ada orang yang benar-benar menemukan emas dan artefak di tempat-tempat tersebut.
Penindakan dan pemulihan
Kepala Departemen Purbakala Damaskus Lama, Insinyur Nour Murad Kaddalem, mengakui bahwa kejadian seperti yang disampaikan Samir memang terjadi.
Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah baru kini telah mengambil langkah tegas untuk menghentikan penggalian ilegal dan memperbaiki kerusakan yang terjadi pasca jatuhnya rezim Assad.
Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera Net, Kaddalem menyatakan bahwa penjarahan artefak di Damaskus selama era Assad bersifat sistematis.
Namun, katany, kini aktivitas tersebut lebih bersifat individual dan dilakukan secara rahasia oleh warga yang menghadapi kesulitan ekonomi.
Ia menyalahkan rezim Assad dan kroni-kroninya atas kerusakan warisan budaya yang dialami Damaskus dan kota-kota Suriah lainnya.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi saat ini, menurut Kaddalem, adalah pelanggaran konstruksi selama proses renovasi yang dilakukan tanpa perencanaan yang tepat. Hal ini berisiko merusak bangunan bersejarah di Damaskus Lama.
Lebih lanjut, Kaddalem mengungkapkan bahwa Institut Arkeologi dan Ilmu Tradisional di Benteng Damaskus telah mengalami penjarahan peralatan dan fasilitasnya setelah jatuhnya rezim.
Namun, pemerintah baru kini menerapkan langkah-langkah ketat untuk menangkap para pelaku, menilai kerusakan, dan mengembalikan barang yang dicuri.
Ia menekankan bahwa pemerintah Suriah saat ini bekerja sama dengan organisasi internasional yang peduli terhadap warisan dunia.
Upaya ini bertujuan untuk melindungi kota-kota bersejarah Suriah. Khususnya, Damaskus Lama, dan menerapkan metode perlindungan yang sesuai dengan standar internasional demi menjaga warisan budaya bangsa dan menghasilkan hasil nyata di lapangan.