islam

Mengkhawatirkan! Ekskavator “Israel” Runtuhkan Beberapa Bangunan Sekitaran Masjid Al-Aqsha

GAZAMEDIA, AL-QUDS – Dewan Wakaf Urusan Islam dan Situs Suci Al-Quds mengungkapkan adanya penggalian dan pekerjaan mencurigakan yang dilakukan sekelompok asosiasi pemukiman ilegal “Yahudi” Elad dan buldoser “Israel” di bawah pengawasan pasukan Zionist di wilayah Selatan dan Barat Masjid Al-Aqsha, Kamis (23/6/2022).

Dalam keterangan pers pihak Dewan mengkonfirmasi terus memantau sekelompok pekerja ilegal yang menggunakan buldoser menggali beberapa terowongan Tembok Al-Buraq dan Istana Umayyah di fondasi bawah tanah Masjid Al-Aqsha.

Mekanisme tersebut dilakukan secara tertutup membuat lubang di dinding yang berdekatan dengan wilayah Selatan masjid sebagai upaya untuk menyembunyikan penggalian yang mereka lakukan.

“Sebagaimana diketahui, alun-alun tembok Al-Buraq dan area istana Umayyah adalah wakaf umat Islam di masjid Masjid Al-Aqsha dengan luas 144 hektar meliputi kapel, halaman, teras, dinding dan jalan eksklusif milik umat Islam.” Ungkap dewan.

Ia menekankan perlunya mematuhi resolusi internasional yang dikeluarkan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) terutama resolusi yang diadopsi pada 18 Oktober 2016, membuktikan bahwa Masjid Al-Aqsha adalah Al-Haram Al-Sharif (bangunan suci) tempat ibadah murni milik umat Islam saja. [ml/ofr]

Ini Adab Islam dalam Bermedia Sosial

Seperti dikutip dari situs mui.or.id, berikut adalah sebuah bahasan tentang bagaimana bermedia sosial menurut ajaran Islam. perkembangan zaman modern membuat kehidupan manusia dari berbagai aspek berubah. Salah satu perubahan itu terdapat pada aspek muamalah.

Adapun muamalah yang dimaksud dalam konteks ini bukan kegiatan transaksi jual beli, melainkan lebih kepada proses interaksi sosial baik individu maupun kelompok yang terkait dengan hubungan antarmanusia meliputi kegiatan pembuatan (produksi), penyebaran (distribusi), akses (konsumsi) suatu informasi yang dilakukan melalui platform media sosial.

Kemunculan media sosial sebagai salah satu tanda kemajuan teknologi, turut memberi sumbangsih adanya perubahan terkait cara kita bermuamalah di kehidupan sehari-hari.

Secara konvensional, dahulu manusia biasa melakukan interaksi sosial melalui tatap muka. Namun kebiasaan ini perlahan berubah dengan kehadiran teknologi di hidup manusia. Sekarang melalui gawai, kita sudah bisa melakukan berbagai macam jenis interaksi sosial termasuk bermuamalah didalamnya.

Menyikapi hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait pedoman bermuamalah di media sosial berdasarkan tuntunan agama, agar dalam bermuamalah melalui media sosial dapat berjalan dengan kondusif dan terhindar dari hal-hal yang menjurus pada perbuatan negatif.

Berikut ini hukum dan pedoman kegiatan bermuamalah di media sosial yang baik, merujuk pada Fatwa MUI No 24 Tahun 2017:

Pertama, bermuamalah dilandasi dengan iman dan taqwa pada Allah SWT.

Dalam bermuamalah dengan sesama, baik dalam kehidupan riil maupun media sosial, setiap Muslim wajib mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu‟asyarah bil ma‟ruf), persaudaraan (ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq) serta mengajak pada kebaikan (al-amr bi al-ma‟ruf) dan mencegah kemunkaran (al-nahyu an al-munkar)

Kedua, memperhatikan adab saat bermuamalah

Setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial wajib memperhatikan etika atau adab saat bermuamalah, baik pada sesama umat muslim maupun yang bukan Muslim.

Konsep bermuamalah yang baik adalah senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran serta kemaksiatan. Selain itu, muamalah juga dapat dijadikan ajang untuk mempererat persaudaraan (ukhuwwah),baik persaudaraan keislaman (ukhuwwah Islamiyyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah wathaniyyah), maupun persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah insaniyyah).

Ketiga, dilarang menghasut dan memfitnah di media sosial

Setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk melakukan ghibah, fitnah, berprasangka buruk, namimah (adu domba), penyebaran permusuhan, melakukan bullying, ujaran kebencian, dan ajakan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antargolongan. Persoalan-persoalan ini secara tegas dibahas dan dilarang berdasarkan dalil berikut,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mahapenerima taubat, Mahapenyayang. (QS Al Hujurat: 12)

وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ

“Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, yang suka mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah. (QS Al Qalam 10 – 11)

عَنْ حُذَيْفَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ (رواه البخاري و مسلم )

“Tidak akan masuk surga, ahli namimah (adu domba).” (HR Al Bukhari dan Muslim)

Keempat, tidak melanggar ketentuan agama dan hukum undang-undang yang berlaku

Bermuamalah melalui media sosial harus dilakukan tanpa melanggar ketentuan agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain menjaga dari sisi agama, hendaknya juga kita perhatikan hukum bermuamalah melalui media sosial yang diatur negara.

Dalam hukum negara, hal ini diatur dalam UU No. 19 Tahun 2016 sebagai perubahan atas UU N0. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), ada lima pasal yang mengatur etika bermedia sosial, mulai dari pasal 27-30. Undang-undang ini mengatur tentang konten yang tidak selayaknya diunggah, penyebaran hoaks, ujaran kebencian, termasuk juga mencuri data tanpa izin.

Kelima, verifikasi kebenaran informasi/konten yang diterima

Setiap orang yang memperoleh konten/informasi melalui media sosial (baik yang positif maupun negatif) tidak boleh langsung menyebarkannya sebelum diverifikasi dan dilakukan proses tabayun serta dipastikan kemanfaatannya.

Upaya melakukan tabayun juga lebih baik dilakukan secara tertutup kepada pihak yang terkait, tidak dilakukan secara terbuka di ranah publik (seperti melalui group media sosial), yang bisa menyebabkan konten/informasi yang belum jelas kebenarannya tersebut semakin beredar luas ke publik. Dalil anjuran tabayun adalah sebagai berikut,

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنۡ جَآءَكُمۡ فَاسِقٌ ۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوۡۤا اَنۡ تُصِيۡبُوۡا قَوۡمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصۡبِحُوۡا عَلٰى مَا فَعَلۡتُمۡ نٰدِمِيۡنَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS Al Hujurat: 6)

Keenam, perhatikan isi konten/informasi sebelum disebarkan ke khalayak luas

Pembuatan konten/informasi yang akan disampaikan ke ranah publik harus berdampak baik bagi penerima dalam mewujudkan kemaslahatan serta menghindarkan diri dari kemafsadatan.

Kontennya tidak menyebabkan dorongan untuk berbuat hal-hal yang terlarang secara syar’i, seperti pornografi, visualisasi kekerasan yang terlarang, umpatan, dan provokasi. Jangan tergesa-gesa menyampaikan informasi yang belum teruji validitasnya.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “التَّأَنِّي مِنَ اللَّهِ، وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ ” (أخرجه البيهقي

Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ketenangan itu datang dari Allah SWT dan ketergesaan itu dari setan.” (HR Al Baihaki)

Ketujuh, penyebaran konten/informasi dilakukan apabila sudah teruji kebenarannya

Konten/informasi yang akan disebarkan kepada khalayak umum harus memenuhi kriteria baik dari sisi isi, sumber, waktu dan tempat, latar belakang serta konteks informasi disampaikan.

Selain itu, perlu diperhatikan juga informasi tersebut cocok dan layak diketahui oleh masyarakat dari seluruh lapisan sesuai dengan keragaman orang/khalayak yang akan menjadi target sebaran informasi.

Tidak disarankan untuk menyebarkan informasi, apabila informasi tersebut tidak cocok atau sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu.
Demikian garis besarnya, poin-poin yang harus diperhatikan ketika bermuamalah melalui media sosial berdasarkan tuntunan fatwa MUI yang didasari dengan dalil yang syar’i.[]

 

Inilah As-Sa’di, Ulama Ahlussunnah Ternama

As-Sa’di atau As-Si’di (1889–1956 M) adalah seorang Ulama Ahlussunnah, Ahli bahasa Arab, Ahli Fiqih dan Ahli Tafsir, Syaikh yang terkenal dengan kitab tafsir Al-Qur’annya yang ringan dan mudah bagi tingkat pemula, yaitu Taisir Karimirrahman fi Tafsiri Kalamil Mannan yang lebih dikenal sebagai Tafsir As-Sa’di.

Kehidupan dan Pendidikannya

Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Abdurrahman bin Naashir bin Abdullah bin Nashir As Sa’di dari Bani Tamim. Dilahirkan pada 12 Muharram 1307 H / 1886 M, di kota Unaizah, Qosim wilayah Najd, Kerajaan Saudi Arabia. Dia menjadi yatim piatu pada usia tujuh tahun, menghapalkan Al Qur’an dan menguasai ilmu qira’ah sebelum berusia sebelas tahun. Kemudian mendedikasikan umurnya untuk menuntut ilmu dari para ulama yang berada di kotanya dan kemudian mengajar hingga wafatnya karena sakit pada 24 Jumadits Tsani 1376 H / 1956 M.

Kedua orang tuanya sudah meninggal dunia saat usianya masih kecil, akan tetapi beliau memiliki kecerdasan yang luar biasa ditambah keinginannya yang sangat besar untuk menuntut ilmu. Mulai menghafal Al-Quran pada usia dini hingga diselesaikan dengan baik dan sempurna pada usia dua belas tahun. Kemudian setelah itu dia mulai menuntut ilmu dan berguru kepada sejumlah ulama yang datang ke negerinya. Ia benar-benar berjuang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan sebanyak mungkin.

Pada usia dua puluh tiga tahun, ia mulai menggabungkan antara menuntut ilmu dan mengajar, mengambil manfaat dan memberi manfaat, begitulah seterusnya ia habiskan waktu dan seluruh kehidupannya. Banyak sekali orang yang menimba ilmu dan mengambil manfaat darinya.

Guru-Gurunya

Di antara guru-gurunya adalah :

  1. Syekh Ibrahim bin Hamad bin Jasir, kepadanyalah beliau pertama kali membaca kitab.
  2. Syekh Saleh bin Utsman, Qadhi Unaizah. Darinya beliau mengambil Ushulul Fiqh, Fiqh, Tauhid, Tafsir dan bahasa Arab hingga wafatnya. Syekh Shaleh adalah seorang ulama yang sangat menguasai fiqh dan ushulnya, memiliki pemahaman yang sempurna tentang tauhid. Hal itu dikarenakan beliau berkonsentrasi pada kitab-kitab mu’tabarah (terpercaya) dan memberikan perhatian khusus pada karangan-karangan Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayim. Beliau juga memberikan perhatian yang tinggi terhadap tafsir dan cabang-cabang ilmunya. Syekh As-Sa’dy mengaji kepadanya hingga menguasai ilmunya dan jadilah beliau perpanjangan tangan dari syekhnya tersebut.

Karya-karyanya

Ia banyak sekali menulis kitab. Di antara  karangan-karangannya berupa kitab tafsir adalah :

  1. Taisirul Karimil Mannan fi Tafsir Kalamil Rahman (Kemudahan dari Yang Maha Mulia lagi Maha Pemberi dalam Tafsir Kalam Ilahi), terdiri dari delapan juz.
  2. Taisirul Lathiifil Mannan fi Khulasati Tafsiril Quran (Kemudahan dari Yang Maha Halus dalam ringkasan tafsir Al-Quran).
  3. Qowa’idul Hassaan li Tafsiril Quran (Kaidah-kaidah yang bagus dalam tafsir Al-Quran).

Karangan-karangannya yang lain selain di atas yang dianjurkan untuk dibaca antara lain sebagai berikut.

  1. Al-Irsyad ilaa Ma’rifatil Ahkam (Petunjuk  untuk memahami hukum-hukum).
  2. Ar-Riyadh an-Nadhirah (Taman-taman yang bercahaya)
  3. Bahjatu Qulubil Abrar (Kegembiraan hati orang-orang yang bertaqwa)
  4. Manhajus Salikin wa Taudhihul Fiqh Fid Diin (Pedoman orang yang beribadah dan pejelasan fiqh dalam agama)
  5. Hukmu Syurb Ad-Dukhan wa Bai’uhu wa Syiro’uhu (Hukum menghisap rokok, menjual dan membelinya).
  6. Al-Fatawa As-Sa’diyah (Fatwa-fatwa Syekh Sa’dy).
  7. Beliau juga memiliki tiga kumpulan khutbah-khutbah yang bermanfaat.
  8. Al-Haqqul   Wadhih   Al-Mubin bi Syarhi Tauhidil Anbiyaa wal Mursalin (Kebenaran yang jelas dan nyata dalam penjelasan tentang tauhid para nabi dan rasul).
  9. Taudhihul Kaifiyah As-Syafiah (Penjelas yang cukup dan memuaskan).

Masih banyak lagi karangan beliau dalam bidang fiqh, tauhid, hadits, Ushul, kajian-kajian sosial dan fatwa-fatwa tentang berbagai hal. Beliau mengalami sakit keras dengan tiba-tiba yang mengisyaratkan akan dekatnya kematiannya. Maka pada malam Kamis tanggal 23 Jumadil Tsaniah tahun 1376 H, beliau berpulang ke rahmatullah di kota Unaizah, meninggalkan kesedihan yang mendalam dalam jiwa orang-orang yang mengenalnya atau mendengar tentangnya atau yang berguru kepadanya. Semoga Allah merahmatinya dengan rahmat yang luas dan menjadikan ilmunya dan karangan-karangannya bermanfaat bagi kita. Amiin.[]

(dari berbagai sumber)

 

Mengenal Sosok Al Khansa, Ibunya Para Syuhada

Pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam hiduplah seorang shohabiyah yang jiwa raganya ia serahkan untuk berjuang di jalan Allah. Bahkan, seluruh anaknya berjumlah empat orang dia serahkan untuk Allah dan Nabinya.

Al Khansa adalah wanita Arab pertama yang pandai bersyair. Para sejarawan sepakat bahwa sejarah tak pernah mengenal wanita yang lebih pandai bersyair dari pada Al Khansa’, sebelum maupun sepeninggal dirinya. Konon dia bukanlah wanita yang pandai bersyair kecuali hanya bisa melantunkan dua atau tiga bait saja.

Al Khansa adalah julukan seorang wanita yang bernama Tumazhir binti ‘Amru bin Sulami. Lafazh Al Khansa’ (muannats) diambil dari kata kha-na-sa (Al Khanas), artinya hidung yang pipih, dan agak menungging ke atas. Jadi, Al Khansa’adalah julukan bagi wanita yang hidungnya seperti itu. [lihat: Wafayatul A’yan 6/34]

Namun di zaman jahiliyah, tatkala saudara kandungnya yang bernama Mu’awiyah bin Amru as -Sulami terbunuh, ia meratapi kematiannya dalam beberapa bait syair. Lalu menyusullah saudara seayahnya yang terbunuh pula, namanya Shakhr. Konon Al Khansa’ amat mencintai saudaranya yang satu ini, karena ia amat penyabar, penyantun, dan penuh perhatian terhadap keluarga. Kematiannya menyebabkan Al Khansa sangat terpukul, lalu muncullah bakat bersyairnya yang selama ini terpendam. Dan mulailah ia melantunkan bait demi baik meratapi kematian saudaranya. Semenjak itulah ia mulai banyak bersyair dan syairnya semakin indah.

Keislaman Al Khansa

Tatkala mendengar dakwah Islam, Al Khansa’ datang bersama kaumnya —Bani Sulaim— menghadap Rasulullah dan menyatakan keislaman mereka. Ahli-ahli sejarah menceritakan bahwa pernah suatu ketika Rasulullah menyuruhnya melantunkan syair, kemudian karena kagum keindahan syairnya, Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam, “Ayo teruskan, tambah lagi syairnya, wahai Khansa’!” sambil mengisyaratkan dengan telunjuk beliau.

Wasiat Al Khansa’, bagi keempat anaknya dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Al Khansa’ dan keempat putranya ikut serta dalam perang al-Qadisiyyah. Menjelang malam pertama mereka di al-Qadisiyyah, Al Khansa berwasiat kepada putera-puteranya, “Wahai anak-anakku, kalian telah masuk Islam dengan taat dan berhijrah dengan penuh kerelaan. Demi Allah yang tiada ilah yang haq selain Dia. Kalian adalah putera dari laki-laki yang satu sebagaimana kalian juga putera dari wanita yang satu. Aku tak pernah mengkhianati ayah kalian, tak pernah mempermalukan kalian, tak pernah mempermalukan nenek moyang kalian, dan tak pernah menyamarkan nasab kalian.

Kalian semua tahu betapa besar pahala yang Allah siapkan bagi orang-orang yang beriman ketika berjihad melawan orang-orang kafir. Ketahuilah bahwa negeri akhirat yang kekal jauh lebih baik dari negeri dunia yang fana. Allah Azza wa Jalla berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (Qs. Ali Imran: 200)

Andaikata esok kalian masih diberi kesehatan oleh Allah, maka perangilah musuh kalian dengan gagah berani, mintalah kemenangan atas musuhmu dari Ilahi. Apabila pertempuran mulai sengit dan api peperangan mulai menyala, terjunlah kalian ke jantung musuh, habisilah pemimpin mereka saat perang tengah berkecamuk, mudah-mudahan kalian meraih ghanimah dan kemuliaan di negeri yang kekal dan penuh kenikmatan.”

Empat anaknya martir syahid

Termotivasi oleh nasehat ibunya, maka keempat puteranya tampil dengan berani ke medan perang. Mereka bangkit dengan gagah untuk mewujudkan impian sang bunda. Mereka bangkit demi mewujudkan impian sang ibunda. Dan tatkala fajar menyingsing, majulah keempat puteranya menuju kamp-kamp musuh.

Sesaat kemudian, dengan pedang terhunus anak pertama memulai serangannya sambil bersyair, “Saudaraku, ingatlah pesan ibumu tatkala ia menasehatimu di waktu malam.. Nasehatnya sungguh jelas dan tegas, “Majulah dengan geram dan wajah muram!” Yang kalian hadapi nanti hanyalah anjing-anjing yang mengaum geram. Mereka telah yakin akan kehancurannya, maka pilihlah antara kehidupan yang tenteram atau kematian yang penuh keberuntungan.”

Ibarat anak panah, anak pertama melesat ke tengah-tengah musuh dan berperang mati-matian hingga akhirnya gugur. Semoga Allah merahmatinya. Berikutnya, giliran yang kedua maju menyerang sembari melantunkan syairnya, “Ibunda adalah wanita yang hebat dan tabah, pendapatnya sungguh tepat dan bijaksana. Ia perintahkan kita dengan penuh bijaksana, sebagai nasihat yang tulus bagi puteranya. Majulah tanpa pusingkan jumlah mereka dan raihlah kemenangan yang nyata. Atau kematian yang sungguh mulia di jannatul Firdaus yang kekal selamanya.

Kemudian ia bertempur hingga titik darah yang penghabisan menyusul saudaranya ke alam baka. Semoga Allah merahmatinya. Lalu yang ketiga ambil bagian. Ia maju mengikuti jejak saudaranya, seraya bersyair, “Demi Allah, takkan kudurhakai perintah ibu, perintah yang sarat dengan rasa kasih sayang Sebagai kebaktian nan tulus dan kejujuran, maka majulah dengan gagah ke medan perang… hingga pasukan Kisra terpukul mundur atau biarkan mereka tahu, bagaimana cara berjuang. Janganlah mundur karena itu tanda kelemahan raihlah kemenangan meski maut menghadang.

Kemudian ia terus bertempur hingga mati terbunuh. Semoga Allah merahmatinya. Lalu tibalah giliran anak terakhir yang menyerang. Ia maju seraya melantunkan syair, “Aku bukanlah anak si Khansa’ maupun Akhram tidak juga Umar atau leluhur yang mulia, Jika aku tak menghalau pasukan Ajam, melawan bahaya dan menyibak barisan tentara Demi kemenangan yang menanti, dan kejayaan ataulah kematian, di jalan yang lebih mulia.

Lalu ia pun bertempur habis-habisan hingga gugur. Semoga Allah meridhainya beserta ketiga saudaranya. Tatkala berita gugurnya keempat anaknya tadi sampai telinga al-Khansa’, ia hanya tabah sembari mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang memuliakanku dengan kematian mereka. Aku berharap kepada-Nya agar mengumpulkanku bersama mereka dalam naungan rahmat-Nya.”[]

 

Penjajah Israel Tangkap Eks Tawanan Ali Battat di Betlehem

GAZA MEDIA, BETLEHEM –  Pasukan pendudukan Zionis menangkap seorang eks tawanan yang dibebaskan dari penjajah Israel setelah menembaknya di pusat kota Betlehem, belum diketahui kondisi korban apakah dia terluka atau tidak, pada Ahad (28/11).

Sumber-sumber lokal mengatakan, pasukan khusus penjajah Israel yang didukung oleh pasukan militer dan kendaraan, menyerbu daerah “Jalan Saff” di kota Betlehem, wilayah selatan Tepi Barat, dan mereka menyerbu sebuah bangunan tempat tinggal di daerah tersebut.

Sumber tersebut menyatakan bahwa pasukan pendudukan Israel mengepung sebuah bangunan tempat tinggal di dekat “Pasar Halal” di Jalan al-Saff, bertepatan dengan penguatan penyebaran pasukan pendudukan Israel di daerah tersebut dengan mekanisme tambahan dan drone Israel yang terbang di daerah tersebut.

Sumber-sumber Palestina menegaskan bahwa pasukan pendudukan Israel kembali menangkap tawanan yang telah dibebaskan, Ali Al-Battat, selama penyerbuan kota Betlehem. Bentrokan meletus, tentara penjajah Israel menembakkan gas air mata dan bom suara ke para pemuda.

Saudara laki-laki korban mengatakan, pasukan pendudukan Israel menembak saudaranya dan menangkapnya, “Kami tidak tahu kondisi kesehatannya,” imbuhnya.

Ali al-Battat adalah tawanan yang telah dibebaskan setelah mendekam selama tiga tahun di penjara pendudukan Israel. Dia dibebaskan pada Februari 2020 lalu, setelah satu tahun ditahan secara administratif (tanpa tuduhan dan proses hukum).

Pasukan pendudukan Israel secara terus-menerus melakukan penyerbuan, yang diselingi dengan aksi penangkapan terhadap warga di Tepi Barat.

Laporan berkala yang dikeluarkan oleh kantor media Hamas di Tepi Barat mencatat bahwa pendudukan Israel menangkap 455 warga Palestina selama bulan Oktober.[]

 

Di Antara Adab Da’i

Seorang da’i, sebelum ia terjun ke rimba kehidupan bermasyarakat, sejatinya dia membekali dirinya dengan berbagai bekal. Selanjutnya, bekal yang sudah dimiliki seorang da’i belum bisa dibilang cukup bila ia masih belum pula memahami adab-adab menjadi seorang da’i. Berikut ini setidaknya beberapa adab yang perlu diketahui oleh seorang da’i agar dakwahnya berhasail. Adab-adab itu antara lain sebagai berikut.

Pertama. Ikhlas di dalam dakwah. Ikhlas adalah sebuah keharusan dalam menjalankan dakwah. Ikhlas merupakan adab yang paling agung dan merupakan esensi dakwah serta merupakan pondasi keberhasilan amal dakwah dan syarat diterimanya suatu ibadah,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” (Qs. al-Bayyinah : 5)

Kedua. Ilmu. Ilmu adalah hal penting dan utama yang wajib dicari oleh seorang da’i sebelum ia menyampaikan dakwahnya. Tentu saja yang dimaksud ilmu di sini utamnya adalah ilmu syariah, yang diwariskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Hendaklah ia berdakwah di atas bashiroh (keterangan yang jelas), karena Allah berfirman,

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللّهِ وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (Qs. Yusuf : 108).

Ilmu syar’i itu wajib bagi setiap muslim, tapi kewajibannya lebih ditekankan dan diharuskan lagi bagi da’i, karena perkaranya tidak dikhususkan hanya melulu kepadanya, tapi juga kembali kepada selainnya.

Ketiga. Mengamalkan Ilmu. Hal ini termasuk perkara yang penting di dalam kehidupan seorang da’i. Seorang da’i tanpa amal bagaikan seorang pemanah tanpa busur. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri telah mencela orang-orang yang berupaya melakukan perbaikan terhadap manusia tapi melupakan diri mereka sendiri,

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (Qs. al-Baqarah : 44)

Keempat. Mendahulukan yang prioritas. Sesuatu yang pertama kali diserukan oleh para rasul ‘alaihim ash-Sholatu was Salam adalah dakwah kepada aqidah shahihah, karena aqidah shahihah merupakan pondasi. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku”.” (Qs. al-Anbiya’: 25)

Kelima. Sabar. Sabar merupakan penopang yang paling kuat bagi seorang da’i yang sukses. Seorang da’i itu membutuhkan kesabaran sebelum, ketika dan setelah berdakwah. Dengan inilah Allah memerintahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, Ia berfirman,

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُوْلُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ

“Bersabarlah kamu sebagaimana bersabarnya ulul azmi dari para rasul.”

Sabar di dalam dakwah kedudukannya bagaikan kepala terhadap jasad. Maka tidak ada dakwah bagi orang yang tidak memiliki kesabaran sebagaimana tidak ada jasad bagi orang yang tidak memiliki kepala.

Seorang da’i harus bisa bersabar atas dakwahnya dan terhadap apa yang ia dakwahkan, karena dakwah ke jalan Allah adalah jalan yang dipenuhi dengan kesukaran-kesukaran dan kesulitan-kesulitan. Seorang da’i, ia pasti akan menghadapi berbagai bentuk gangguan, hinaan dan cercaan, bila ia sabar terhadapnya, maka ia adalah seorang imam yang patut diteladani, Allah Ta’ala berfirman,

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.” (Qs. as-Sajdah : 24).

Keenam. Berakhlak yang baik. Di antara bentuk akhlak yang baik adalah penuh kasih sayang, lemahlembut, ramah, wajah yang berseri-seri, tawadhu’ (rendah hati) dan tutur katanya halus. Allah Azza wa Jalla telah menyanjung panutan para du’at Shallallahu ‘alaihi wa Salam dalam firman-Nya,

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

Sungguh pada dirimu terdapat perangai yang agung.

Umat Islami ini memiliki teladan yang baik pada diri Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam. Betapa banyak orang yang masuk Islam disebabkan oleh kelemahlembutan, kemuliaan dan sifat pengasihnya, padahal dahulunya mereka adalah orang yang berada di atas kejahiliyahan, lalu menjadi sahabat mulia yang berperangai baik.

Ketujuh. Hikmah. Hendaklah dakwah ke jalan Allah itu dilakukan dengan hikmah dan cara yang baik serta penuh kelemahlembutan ketika menerangkan kebenaran, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ

Serulah ke jalan tuhanmu dengan cara yang hikmah dan pelajaran yang baik.” (Qs. an-Nahl : 125)

Bila dakwah ke jalan Allah dilakukan dengan sikap kasar dan kejam, maka akan lebih banyak mudharatnya daripada memberikan manfaat.

Kedelapan. Penuh perhatian. Wajib bagi seorang da’i memiliki pengetahuan terhadap realita di negeri yang ia berdakwah di dalamnya dan mengetahui kondisi manusia yang ia dakwahi. Karena itu ia harus mengerti setiap permasalahan-permasalahan yang terjadi dan problematika-problematika yang tersebar di masyarakat, sehingga ia menjadi orang yang memiliki pengetahuan yang mantap dan ia bisa memilih cara dakwah yang tepat bagi orang yang didakwahinya dan mengetahui tema-tema pembahasan yang penting bagi mereka.

Kesembilan. Tenang (tidak terburu-buru) dan tatsabbut (verifikasi). Termasuk ciri utama yang membedakan seorang da’i yang berdakwah ke jalan Alloh Azza wa Jalla adalah, bersikap ta`anni (tenang/tidak terburu-buru) dan tatsabbut (verifikasi/cek dan ricek) terhadap segala perkara yang terjadi dan semua berita yang ada. Maka janganlah dia bersikap tergesa-gesa sehingga menghukumi manusia dengan apa yang tidak ada pada mereka, yang dapat menyebabkan dia menyesal dan bersedih hati diakibatkan sikap ketergesa-gesaannya. Untuk itulah Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Qs. al-Hujuraat: 6)

Kesepuluh. Tidak berputus asa. Sebagian du’at, bila orang yang didakwahi tidak menerima dakwah mereka, hal ini menyebabkannya menjadi putus asa dan putus harapan sehingga ia meninggalkan dakwah. Padahal merupakan kewajiban bagi seorang da’i untuk mengetahui bahwa kewajiban atasnya hanyalah menegakkan hujjah dan melepaskan tanggungan (kepada Allah), seperti yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan berkenaan dengan suatu kaum yang mengingkari perbuatan ashabus sabt (yaitu Bani Israil) yang buruk, Allah berfirman tentang mereka yang menyatakan,

لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا قَالُواْ مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

”Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras? mereka menjawab: Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.” (Qs al-A’raaf : 164).

Semoga Allah senantiasa memberikan taufiq-Nya kepada setiap da’i, wallahua’lam.[]

(Sumber: Buku Bekal Bagi Para Dai Di Jalan Dakwah, karya Faqihuz Zaman al-Imam al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rh.)

 

 

 

Ini 10 Sunah Harian Nabi SAW

JIKA benar kita pengikut Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka setidaknya kita bisa mengamalkan amalan-amalan rutin yang dicontohkan oleh Nabi tercinta. Minimal ada sepuluh sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang bisa diikuti agar hidup kita terasa lebih bertakwa. Kesepuluh amalan itu antara lain sebagai berikut.

Pertama, dzikir pagi sore. Dalil yang menunjukkan perintah ini adalah firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dan sebutlah (nama) Rabb -mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara diwaktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Qs. Al-A’raf : 205)

Kedua, rutin shalat dhuha. Tentang anjuran shalat dhuha ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pada pagi hari setiap persendian kalian diwajibkan sedekah, setiap ucapan tasbih itu bernilai satu sedekah, setiap kalimat tahmid itu bernilai satu sedekah, satu ucapan tahlil bernilai satu sedekah, satu ucapan takbir bernilai satu sedekah. memerintah yang ma’ruf satu sedekah, mencegah yang mungkar satu sedekah. Dan semua itu bisa diganti dengan dua raka’at shalat dhuha.” (HR. Muslim)

Ketiga, shalat jama’ah tepat waktu. Perintah shalat berjama’ah ini banyak dalam al Qur’an dan hadits. Setidaknya ada satu hadits di antara banyak hadits yang memerintahkan shalat berjama’ah. Nabi tercinta bersabda, “Kalau saja manusia tahu pahala panggilan shalat dan shaf awal, kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya selain harus dengan mengundi, pasti mereka akan mengundi. (HR. Muslim)

Keempat, menjaga shalat rawatib. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidaklah seorang hamba melakukan shalat sunnah dengan ikhlas lillahi ta’ala setiap hari sebanyak 12 rakaat, melainkan pasti Allah akan membangunkan rumah di jannah.”
(HR. Muslim).

Kelima, selalu membaca al Qur’an. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersaba, “Bacalah al Qur’an karena sesungguhnya al Qur’an akan datang sebagai pemberi syafaat bagi sahabatnya (orang yang rajin qira’ah qur’an).” (H.R. Muslim)

Keenam, berusaha dalam kondisi suci. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang berwudhu’ dan membaguskan wudhu’nya, kesalahan-kesalahannya akan keluar dari jasadnya, bahkan sampai keluar dari ujung-ujung kukunya.” (HR. Muslim)

Ketujuh, sedekah harian. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang lelaki datang menemui Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Bersedekahlah saat kau dalam kondisi sehat, kikir, takut miskin, dan sedang berharap menjadi kaya, tidak menunda sampai nyawa sampai di tenggorokan baru kau berkata, “Aku sedekahkan ini untuk si fulan segini,” padahal itu sudah menjadi bagian si fulan (ahli warisnya).” (HR. Bukhari)

Kedelapan, membaca buku. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah (wahai Muhammad) adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (Qs. Az-Zummar: 9)

Kesembilan, mengucapkan istighfar minimal 100 kali. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Demi Allah, aku selalu beristighfar dan bertaubat kepada-Nya lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari.” (HR. Muslim).

Kesepuluh, witir sebelum tidur. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, “Kekasihku (Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam) mewasiatkan padaku agar melaksanakan shaum tiga hari setiap bulan, dua rakaat dhuha dan shalat witir sebelum tidur.” (Muttafaq alaih)

Itulah di antara beberapa amalan yang bisa diamalkan juga oleh setiap muslim. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah teladan terbaik dalam melakukan setiap amalan. Semoga Allah Ta’ala memudahkan setiap muslim untuk melakukan amalan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya yang mulia, wallahua’lam.[]

 

Sebanyak 5,1 Juta Orang Sudah Mendaftar Haji

GAZA MEDIA, JAKARTA – Direktur Jenderal Penyelenggaraan haji dan Umroh (Dirjen PHU) Hilman Latief mengatakan panjangnya antrean naik haji merupakan tantangan yang harus bisa diatasi. Untuk itu mulai sekarang harus ada kawiyan secara intensif untuk mengatasi soal tersebut.

“Panjang antrean pergi haji di banyak daerah sudah lebih dari 30 tahun, bahkan ada lebih lama lagi. Ini jelas masalah serius, sebab jangan sampai naik haji sudah menjadi hal yang semakin musykil dilakukan. Bayangkan saja kalau orang baru punya uang pada usia 50 tahun, pada umur berapa dia baru akan bisa berangkat ke tanah suci. Faktanya bahkan banyak calon jemaah haji yan baru mendaftar pada usia 60 tahun. Jadi apa dalam usia 100 tahun mereka baru bisa berhaji?,” kata Hilman dalam perbincangan di Jakarta, Rabu malam (10/11) seperti dilansir republika.co.id

Menurut Hilman saat ini antrean orang yang sudah mendaftar untuk berhaji mencapai 5,1 juta orang. Di antara orang itu banyak sekali yang sudah berusia sangat lanjut, misalnya ada ratusan calon jemaah yang sudah berumur 90 tahun ke atas. Bahkan, kalau mau dihitung lebih serius, calon jamaah yang berumur 60 tahún ke atas jumlahnya mencapai ribuan orang.

”Sekali lagi ini patut direnungkan secara mendalam. Apakah kita mau mencontoh Malaysia yang antreannya hajinya sudah mencapai 100 tahun. Apakah ini masuk akal? Apakah ini karena ada soal dalam penentuan makna istita’ah atau mampu mendaftar haji dengan hanya memakai setoran awal Rp 25 juta? Pendek kata banyak sekali masalah dalam pengeloaan penyelenggaraan ibadah haji yang harus di atasi,” tegasnya.

Persoalan panjangnya antrean pergi haji tersebut, lanjutnya, semakin harus dicari solusinya karena tak lama lagi terindikasi pemerintah Arab Saudi akan menerima seberapapun banyak orang berhaji. Hal ini terkait dengan usainya perluasan Masjidil Haram dan berbagai fasilitas lain yang terkait dengan pelaksanakan ibadah rukun Islam kelima ini. Dan, di sisi lain tampak pula adanya kebijakan dari Arab Saudi bahwa penyelenggaraan haji diberlakukan layaknya aturan seperti sebuah wisata biasa.

”Jadi tak lama lagi, bahkan kini sudan terjadi, asalkan bisa bayar akomodasi untuk berhaji, misalnya biaya penerbangan, hotel, makan-minum, dan berbagai kebutuhan saat berhaji, maka siapapun itu akan bisa datang berhaji ke Makkah pada tahun itu juga. Kebijakan ini terkait dengan Visi Arab Saudi 2030,” kata Hilman.

Menyadari hal itu, ungkapnya, berbagai kalangan yang terkait dengan penyelenggaran ibadah haji harus segera mencari solusinya.

”Bagaimana soal pembiayaan haji misalnya. Apakah hanya sebesar sekarang atau harus berkurang, atau harus harganya malah harus bertambah sebab sesungguhnya biaya riil untuk pergi haji selama ini dua kali lipat dari biaya yang kini ditentukan? Soal inilah yang harus kita jawab dengan tujuan menata penyelenggaraan ibadah haji agar generasi mendatang masih bisa menikmati atau menjangkaunya dengan aman dan nyaman,” kata Hilman Latief menandaskan. []

 

Ratusan Ulama Aceh Berkumpul di Kutaraja

GAZA MEDIA, BANDA ACEH – Sekitar 400-an ulama dari seluruh penjuru Aceh akan berkumpul di Kutaraja, Banda Aceh selama dua hari, 10 hingga 11 November.  Mereka akan bersilaturrahmi sekaligus memetakan perpolitikan di tanah air termasuk peran ulama Aceh.

Pertemuan tersebut akan dihadiri oleh sejumlah ulama sepuh atau kharismatik Aceh. Ada juga sejumlah ulama muda serta alumni dayah dan universitas di Aceh.

Ketua Panitia Silaturahmi Akbar Ulama se-Aceh, Teungku Umar Rafsanjani yang juga pimpinan Dayah Mini Aceh, Senin (8/11) kepada Gaza Media mengatakan, konferensi pers pertemuan itu sudah digelar Senin siang yang dihadiri oleh ulama kharismatik Aceh, Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab atau lebih disapa Tusop Jeunieb serta beberapa ulama muda lainnya.

“Pertemuan ini mengambil tema “Peran Ulama dalam Perbaikan Politik di Aceh,” kata Teungku Umar.

Ia mengatakan, semua ulama diundang, baik yang berafiliansi dengan Parpol maupun yang tidak berafiliansi dengan parpol manapun.

Sementara itu, Tusop menyampaikan pertemuan itu untuk silaturrahami yang dilatarbelakangi persoalan keumatan di Aceh saat ini.

“Kita perlu menjelaskan supaya tak terjebak persepsi keliru. Silaturahmi ini berlatar belakang banyaknya persoalan di tengah tengah umat di Aceh. Pertemuan ini bukan berbicara soal partai politik tapi cara berpolitik. Kita tidak kekurangan partai, tapi cara berpolitik,” kata Tusop

Tu Sop melihat, situasi perpolitikan Aceh saat ini sudah sedikit membentuk eksklusifitas, sehingga hal itu mengakibatkan banyak masyarakat terabaikan.

Karena itu, kehadiran ulama dinilai sangat diperlukan memperbaiki kondisi politik Aceh hari ini, sehingga nantinya para ulama dapat merumuskan apa saja yang harus dilakukan untuk membuat keadaan menjadi lebih baik demi keselamatan umat.

“Maka dengan itu ulama Aceh hadir di tengah persoalan umat untuk memperbaiki keadaan saat ini,” demikian Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) itu.

Teungku Umar menambahkan sejumlah ulama kharismatik yang bakal hadir, seperti Abu Mudi, Abu Kuta Krueng, Abu Langkawie, , Abuya Anwar, Abu Jafar, Abu Mawardi Dayah Darussalam serta Waled Husaini Selimeum.

“Yang sudah konfirmasi sekitar 400-an,” kata Tgk Umar Rafsanjani. []

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Penjelasan Ade Soal Sholat Lima Waktu tak Ada di Alquran

GAZA MEDIA, JAKARTA – Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI), Ade Armando, menyebut banyak orang salah paham dengan ucapannya soal tidak ada perintah sholat lima waktu dalam Alquran. Kesalahpahaman ini yang membuat beberapa tokoh menyindirnya dengan berbagai kata-kata yang disebutnya kasar.

“Banyak orang yang salah membaca kalimat saya, yang saya katakan perintah sholat lima waktu atau lima kali, itu yang nggak ada dalam Alquran. Kalau perintah sholatnya jelas ada, diwajibkan sholat itu ada,” katanya seperti diberitakan Republika.co.id, Kamis (4/11).

“Namun, kata lima kali, lima waktunya itu nggak ada di Alquran. Kalau kita mau setia konsisten pada Alquran yang disebut cuman tiga waktu loh, awal siang, akhir siang, dan akhir malam,” ujarnya menambahkan.

Ade menekankan, ucapan ini sebenarnya didasari pada konteks terkait kritikannya kepada orang-orang yang menginginkan penerapan syariah secara penuh di Indonesia.

Dia mengkritik ide terkait penerapan hukum syariah atau hukum-hukum dari Alquran, hadits, dan ijma di Indonesia karena aturan-aturan itu dikatakannya ada untuk konteks abad ke-7.

“Jadi, saya mau bilang, Alquran itu memang muatannya tidak selalu harus serta-merta kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Ini konteksnya kritik saya pada orang yang mengaku ingin tegakkan syariah, tegakkan syariah itu,” ujarnya.

“Nah, ketika saya menjelaskan perbedaan itu saya menyebut tentang misalnya saja yang namanya sholat itu dalam Alquran tidak pernah disebut harus dilakukan lima kali. Artinya, banyak sekali ayat-ayat yang harus ditafsirkan dengan cara yang berbeda, jadi itu konteksnya. Saya nggak pernah mengatakan bahwa kita nggak perlu sholat,” katanya.

Dia menyayangkan beberapa tokoh agama hingga politisi yang menyebutnya dengan sebutan ingkar dari Islam hingga tuduhan lain. “Kalau nggak setuju ya bilang saja, di mana letak salahnya dan tolong koreksi. Kayaknya pimpinan pemuka Islam ini masih perlu belajar diskusi,” ujarnya.

Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan buka suara atas pernyataan Ade Armando perihal perintah sholat lima waktu yang tidak ada dalam Alquran.

Menurut Amirsyah, perintah sholat jelas ada di dalam Alquran surat Al Isra dan surat Hud. “Ade Armando ini tidak baca QS Al Isra dan QS Hud. Kombinasi kedua ayat ini menjelaskan sholat lima waktu tersebut,” kata Amirsyah dalam pesan tertulisnya, Kamis (4/11).

Amirsyah menjelaskan, untuk memahami ajaran Islam itu harus berdasarkan Alquran, hadits, dan termasuk ijma ulama dengan menggunakan akal pikiran yang sehat. Ketika banyak penafsiran akhirnya memang harus disepakati para ulama. “Tegas bahwa dasar hukum sholat itu memang merujuk kepada Alquran dan hadits Rasulullah SAW,” kata dia.

Berdasarkan itu, kata Amirsyah, perintah sholat itu disebutkan di dalam Alquran secara umum kemudian dijelaskan lebih perinci berdasarkan hadits Rasulullah SAW dengan syarat para ulama yang memiliki kompetensi memahami Alquran dan hadits itu. Lima waktu itu adalah perintah sholat yang dinyatakan di Alquran dan hadis dan para ulama telah sepakat memahami perintah lima waktu.

Amirsyah melanjutkan, mereka yang bisa menyampaikan pandangan terkait ajaran agama Islam itu adalah ulama kompeten. Sedangkan mereka yang tidak memiliki kompetensi diminta untuk menahan diri.

“Poin yang kedua sebaliknya, yang tidak punya kompeten yang tidak punya keilmuan yang tidak punya otoritatif soal perintah sholat lima waktu, prinsip Alquran dan hadits, ijma ulama, sebaiknya tidak berkomentar ya, karena bisa bias pemahaman,” ujar Amirsyah.

Karena itu, Amirsyah menyarankan agar Ade Armando juga fokus di bidang keahliannya saja. “Jadi, kalau beliau itu kompetensinya komunikasi, berkomentarlah soal komunikasi supaya tidak bias. Komentar sesuai keahlian, bukan berkomentar untuk sensasional,” kata dia.

Menurut Amirsyah, masih banyak hal lain yang menarik dalam bidang komunikasi dan bidang komunikasi pun masih banyak yang dikomentari. Contohnya, bidang komunikasi ilmu yang sangat luas dan pengaruhnya besar, yaitu komunikasi yang bermanfaat untuk kemaslahatan, bukan komunikasinya yang menimbulkan kegaduhan, bukan komunikasi yang menimbulkan adu domba.  []