penjajah israel

Emma Watson Dukung Solidaritas untuk Palestina, Picu Kemarahan Israel

GAZA MEDIA, INGGRIS — Solidaritas aktris internasional Emma Watson untuk rakyat Palestina tuai kemarahan pihak penjajah Israel dan para pendukungnya secara global.

Aktris Inggris yang terkenal dengan perannya sebagai Hermione Granger dalam serial film Harry Potter itu kembali memublikasikan postingan solidaritas untuk rakyat Palestina, yang juga disupport seorang aktivis bernama Sarah Ahmed.

Aktris Inggris kelahiran Prancis ini memiliki 64,2 followers instagram.

Postingan tersebut, dilihat oleh Gaza Media Agency, menunjukkan gambar puluhan warga Palestina dengan kalimat “Solidaritas adalah sebuah tindakan.”

Dalam sebuah posting blog yang diterbitkan ulang Watson pada hari Senin (3/1, aktivis Sarah Ahmed menulis: “Solidaritas tidak menganggap bahwa perjuangan kita sama, bahwa rasa sakit kita sama, atau bahwa harapan kita untuk masa depan adalah sama.”

“Solidaritas melibatkan komitmen dan tindakan serta mengakui bahwa bahkan jika kita tidak memiliki perasaan yang sama, kehidupan yang sama atau tubuh yang sama, kita hidup di landasan yang sama,” tambahnya.

Unggahan tersebut memicu kemarahan duta besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan.

Menanggapi Watson, Erdan menulis di Twitter: “Fantasi mungkin berhasil di Harry Potter, tetapi kenyataannya tidak.”

Ini bukan postingan pertama seniman internasional yang bersolidaritas dengan rakyat Palestina, seperti banyak postingan sebelumnya.

Pada hari Senin, Menteri Luar Negeri Israel, Yair Lapid mengatakan bahwa Israel akan menghadapi kampanye intensif untuk menyebutnya sebagai negara “apartheid” pada tahun 2022.

Dia menambahkan selama wawancara pers melalui Zoom dengan jurnalis Israel: “Kami percaya bahwa di tahun mendatang, akan ada diskusi yang belum pernah terjadi sebelumnya tentang frasa (Israel sebagai negara apartheid).”[]

Pengadilan Israel Beri Lampu Hijau Penghancuran 58 Rumah di Silwan

GAZA AL-QUDS – Pengadilan Israel telah memberikan lampu hijau untuk menghancurkan 58 rumah di kampung Wadi Yasoul di Silwan al-Quds.

Sumber-sumber al-Quds menyatakan bahwa pengadilan pendudukan Israel pada Ahad (28/11) malam menolak banding yang diajukan oleh warga al-Quds terhadap keputusan penghancuran 58 rumah di Wadi Yasoul, seperti dikutip dari Palinfo.

Berdasarkan keputusan ini, pemerintah kota pendudukan Israel dapat melakukan pembongkaran rumah kapan saja terhadap 58 dari 84 rumah yang terancam dibongkar di kampung tersebut, untuk kepentingan proyek koloni permukiman Yahudi.

Proses pembongkaran akan menyebabkan pengusiran sekitar 600 warga al-Quds, termasuk ratusan anak-anak, serta orang sakit, orang tua dan mereka yang dalam kondisi khusus.

Kampung Wadi Yasoul, terletak di barat daya Silwan, terbentang di atas area seluas 310.000 meter persegi, dan dihuni oleh 1.050 warga al-Quds.

Sejak tahun 2004, penduduk kampung ini telah terlibat dalam konflik dengan pemerintah kota pendudukan Israel di al-Quds, dalam upaya untuk mendapatkan persetujuan untuk izin bangunan; untuk menghindari pembongkaran.

Anggota komite pertahanan kampung, Khaled Shweiki, menegaskan bahwa orang-orang di kampung tersebut tidak akan melepaskan satu batu pun, dan tidak akan mencabut satu pohon pun. Mereka bersatu dalam sikap, menolak pembongkaran.

Shweiki menjelaskan bahwa keputusan pendudukan adalah politik murni, bukan hukum. Oleh karena itu, rakyat tidak mengharapkan keadilan dari pengadilan pendudukan Israel, yang tidak lain hanyalah perpanjangan tangan yang melaksanakan rencana penjajah Israel dan proyek-proyek Yahudisasi.

Dia melanjutkan, “Pendudukan Israel ingin menghancurkan seluruh kampung tersebut demi untuk membangun “hutan perdamaian”, sebuah taman untuk para pemukim Yahudi, yang hendak dibangun di atas puing-puing dan reruntuhan keberadaan kita.” Dia mempertanyakan, “Bagaimana mungkin? Pendudukan Israel melakukan penghancuran atas nama perdamaian?!”[]

 

Israel Terus Membangun Pemukiman Yahudi di wilayah Tepi Barat

GAZA MEDIA, PALESTINA – Rabu (17/11) Dalam laporan terbaru, B’Tselem menunjukkan bahwa kekerasan pemukim digunakan Israel untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka. Israel terus membangun pemukiman Yahudi di wilayah Tepi Barat  ini meskipun ditentang dunia internasional.

Cara itu dipakai untuk menyalahgunakan lebih dari 28.000 lahan pertanian dan padang rumput Tepi Barat yang digarap masyarakat Palestina selama beberapa dekade. Menurut laporan itu, negara telah merampas ribuan lahan milik warga Palestina dengan menggunakan kekerasan.

Di beberapa daerah, perampasan telah dilakukan secara eksplisit oleh militer yang menutup petak-petak tanah atau mengharuskan warga Palestina untuk meminta izin terlebih dahulu untuk mengakses tanah mereka sendiri.

misi Israel mengambil alih lahan pertanian dan padang rumput yang digunakan komunitas Palestina di lima wilayah: komunitas penggembalaan di Masafer Yatta di Perbukitan Hebron Selatan, di Perbukitan Hebron barat daya dan di Perbukitan Hebron Selatan. Kemudian Lembah Yordan dan desa-desa di sebelah barat Ramallah dan sebelah barat Nablus. [NA]

Israel Hancurkan Masjid di Nablus

GAZA MEDIA, NABLUS – Penjajah Israel menghancurkan sebuah bangunan masjid dan fasilitas pertanian di kota Duma, tenggara Nablus, di Tepi Barat yang diduduki, Kamis (4/11) pagi.

Suleiman Dawabseh, Dewan Desa setempat mengatakan, buldoser Israel menghancurkan sebuah masjid di lingkungan Shaqqara, timur kota, yang didirikan dua tahun lalu.

“Dua kamar dan kendaraan karavan milik petani juga ikut dihancurkan,’ katanya.

Pasukan pendudukan sebelumnya menyerahkan surat pemberitahuan pembongkaran fasilitas ini, dan dewan desa telah memulai prosedur hukum melalui Pusat Yerusalem untuk menghentikan keputusan pembongkaran.

“Namun pasukan pendudukan langsung melakukan pembongkaran itu,” ungkapnya.

Ditambahkan, Kota Duma terus-menerus diserang oleh tentara penjajah. Tindakan Israel itu dimaksudkan mencegah perluasan kota dan mengosongkan tanah dari pemiliknya sehingga dapat dengan mudah disita. []

 

Ibu Palestina Pertahankan Makam Anaknya dari Buldoser Israel

GAZA MEDIA, YERUSALEM — Seorang wanita Palestina pada Senin (25/10) melawan polisi Israel yang mencoba mengusirnya dari makam putranya, yang terletak di pemakaman al-Yusufiye di Yerusalem Timur. Alaa Nababta yang berusia 54 tahun, berada di pemakaman setelah mengetahui rencana polisi Israel untuk menghancurkan pemakaman.

Ketika polisi Israel mencoba mendorongnya pergi, Nababta justru menjatuhkan tubuhnya ke tanah di dekat makam putranya. “Kuburkan saya di sini. Kalian akan menggali kuburan anak saya di atas mayat saya,” kata Nababta kepada polisi Israel yang tidak dapat menghentikannya untuk mencapai makam putranya.

Nababta mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa putranya meninggal empat tahun lalu. Tapi sejak itu, dia terus-menerus menderita karena pasukan Israel telah mengancam akan meratakan pemakaman yang telah meningkat selama dua bulan terakhir.

Pada Senin Otoritas Alam Israel mengatakan, mereka akan meratakan beberapa bagian dari pemakaman al-Yusufiye, yang terletak di dekat Masjid Al-Aqsa, untuk mendirikan taman nasional Yahudi. Pemakaman tersebut menjadi peristirahatan terakhir bagi puluhan warga Palestina selama berabad-abad lalu. Warga Palestina khawatir makam kerabat mereka akan diratakan. Beberapa makam di pemakaman tersebut telah dihancurkan pada awal bulan ini.

Pemakaman Al-Yusufiye, yang terletak di sebelah tembok yang mengelilingi Kota Tua, adalah salah satu kuburan Muslim tertua di Yerusalem yang diduduki.
Nababta mengatakan, pihak berwenang Israel sedang mengejar warga Palestina dalam mereka hidup atau mati.

“Ini kuburan kita, di mana lagi kita mengubur mereka? Setiap hari kami datang ke sini karena takut kuburan akan dibuldoser. Sebagai seorang ibu, menurut Anda bagaimana perasaan saya ketika saya melihat mereka mencoba untuk meruntuhkan kuburan anak saya?,” ujar Nababta.

Palestina Tolak Tawaran Israel Untuk Akhiri Pengusiran di Sheikh Jarrah

GAZA MEDIA, YERUSSALEM – Warga Palestina yang terancam pengusiran di Yerusalem Timur menolak tawaran Mahkamah Agung Israel bahwa mereka bisa menyewa rumah mereka dari organisasi pemukiman Yahudi.

Dalam kasus yang memicu konflik Israel-Palestina awal tahun ini, pengadilan tinggi Israel mengusulkan kompromi untuk mengakhiri pertikaian hukum yang panjang.

Mahkamah Agung Israel mengusulkan keempat keluarga Palestina bisa bertahan di Sheikh Jarrah jika mereka mengakui tanah mereka adalah milik perusahaan permukiman Yahudi, namun mereka menolaknya.

Masalah ini telah memicu ketegangan Israel-Palestina dalam beberapa bulan terakhir.

Ancaman pengusiran memicu beberapa kekerasan terburuk antara polisi Israel dan warga Palestina di Yerusalem dalam beberapa tahun, yang berpuncak pada konflik selama 11 hari di Gaza.

Konflik itu menewaskan ratusan orang, sebagian besar warga Palestina.

Berdasar rencana pengadilan, warga Palestina – di antara puluhan keluarga yang terancam pengusiran – akan tetap menjadi “penyewa yang dilindungi”.

Mereka tidak dapat diusir di masa mendatang, selama mereka membayar sewa kepada organisasi Yahudi yang mengeklaim memiliki tanah itu.

Namun, warga Palestina mengatakan mereka menginginkan pengakuan hak mereka atas properti tersebut.

“Mereka memberikan banyak tekanan pada kami untuk mencapai kesepakatan dengan pemukim Israel, di mana kami akan menyewa dari organisasi pemukim,” kata Muhammad el-Kurd, dari salah satu keluarga Palestina yang terancam terusir dari Sheikh Jarrah.

“Tentu saja [tawaran] ini ditolak.”

Pengacara keluarga menolak klaim Israel atas properti itu, namun dia berharap kesepakatan masih dapat ditemukan.

“Tujuan utama keluarga Palestina adalah untuk mempertahankan dan mengamankan kehadiran mereka di rumah mereka,” kata Sami Irshad kepada BBC.

“Jadi jika resolusi akan datang dari pengadilan, mungkin bukan deklarasi penuh tentang hak-hak warga Palestina, itu setidaknya bisa menjadi sesuatu yang memuaskan bagi keluarga Palestina.”

Pengadilan menunda keputusan dalam upaya menjembatani posisi kedua kubu, dengan hakim meminta Palestina untuk menyajikan daftar penyewa yang potensial dilindungi. []