Saturday, December 21, 2024
HomeBeritaTolak wajib militer, massa ultra-Ortodoks bentrok dengan polisi

Tolak wajib militer, massa ultra-Ortodoks bentrok dengan polisi

Selama beberapa bulan terakhir, militer Israel menghadapi kekurangan personel di tengah perang yang berlangsung di Gaza sejak 7 Oktober, serangan militer di Tepi Barat, dan bentrokan lintas perbatasan dengan kelompok Hizbullah dari Lebanon

Bentrokan terjadi antara polisi dan pengunjuk rasa di Tel Aviv pada Selasa, (30/7) di tengah protes menentang wajib militer bagi komunitas Yahudi ultra-Ortodoks.

Ratusan Yahudi ultra-Ortodoks, atau Haredi, berkumpul di luar acara militer yang membahas wajib militer bagi anggota komunitas mereka, lapor surat kabar Yedioth Ahronoth, seperti dikutip Anadolu kemarin.

“Kalian akan dibunuh dan tidak akan lolos,” teriak para pengunjuk rasa sambil berusaha menghalangi pintu masuk gedung dan mencegah peserta acara masuk.

Polisi membawa tambahan pasukan dan memasang barikade tambahan untuk mencegah pengunjuk rasa menyerbu lokasi acara.

Selama beberapa bulan terakhir, militer Israel menghadapi kekurangan personel di tengah perang yang berlangsung di Gaza sejak 7 Oktober, serangan militer di Tepi Barat, dan bentrokan lintas perbatasan dengan kelompok Hizbullah dari Lebanon.

Baca juga: Dua jenderal Israel dikeroyok yahudi ultra-Ortodoks di pinggiran Tel Aviv

Baca juga: Rabbi ultra-Ortodoks tolak wajib militer, koalisi Netanyahu terancam pecah

Bulan lalu, Mahkamah Agung Israel mewajibkan wajib militer bagi Yahudi Haredi dan melarang bantuan keuangan bagi institusi agama yang siswanya menolak dinas militer.

Yahudi Haredi mencakup sekitar 13% dari populasi Israel yang berjumlah sekitar 9,9 juta orang. Yahudi Haredi tidak diwajibkan dari dinas militer, dengan alasan mengabdikan hidup mereka untuk mempelajari Taurat.

Hukum Israel mewajibkan semua warga Israel berusia di atas 18 tahun untuk mengikuti dinas militer, dan pengecualian bagi Haredi telah menjadi isu kontroversial selama beberapa dekade.

Meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel menghadapi kecaman internasional di tengah ofensif brutalnya yang berkelanjutan di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Setidaknya 39.400 warga Palestina, kebanyakan wanita dan anak-anak, telah tewas dan hampir 91.000 orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Lebih dari sembilan bulan sejak serangan Israel dimulai, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan suplai makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Israel dituduh melakukan genosida di Pengadilan Internasional, yang memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militernya di kota Rafah, di mana lebih dari 1 juta warga Palestina berlindung dari perang sebelum kota tersebut diserbu pada 6 Mei.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular