Keputusan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk menghentikan masuknya semua barang dan bantuan ke Gaza mulai Minggu pagi ini membuka kembali catatan pelanggaran Israel.
Israel dinilai melanggar perjanjian gencatan senjata serta penghambatan masuknya bantuan selama fase pertama yang berakhir pada Sabtu kemarin.
Al Jazeera Net memperoleh laporan khusus yang mengungkap secara rinci pelanggaran Israel terhadap perjanjian gencatan senjata sejak diberlakukan pada 19 Januari hingga 28 Februari.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa Israel tidak mematuhi ketentuan dalam protokol kemanusiaan.
Laporan itu juga mengungkap niat Netanyahu untuk menghindari kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian.
Pembunuhan, pencegahan, dan penghambatan
Laporan ini mencatat bahwa pasukan Israel menembaki warga Palestina secara langsung. Akibatnya, lebih dari 50 orang gugur di berbagai wilayah Gaza, terutama di kota Rafah. Insiden ini terjadi sejak awal pemberlakuan gencatan senjata hingga akhir fase pertama.
Data juga menunjukkan bahwa Israel tidak memenuhi janjinya untuk memasukkan 50 truk bahan bakar per hari sebagaimana diatur dalam protokol kemanusiaan.
Selama 40 hari, Israel hanya mengizinkan masuk 957 truk, dengan rata-rata kurang dari 24 truk per hari (47,8% dari jumlah yang disepakati).
Bahkan, dalam minggu terakhir, jumlah truk yang masuk turun menjadi hanya 10 truk per hari.
Israel juga melarang perjalanan warga Palestina melalui perbatasan Rafah, termasuk pasien dan korban luka yang membutuhkan perawatan medis.
Selain itu, Israel menolak untuk mengurangi jumlah pasukannya di koridor Salahuddin (Philadelphia) seperti yang dijanjikan mediator.
Jumlah tersebut seharusnya dikurangi 50 meter setiap minggu. Namun, Israel tidak mematuhi perjanjian ini.
Terkait dengan rumah hunian darurat (caravan), Israel hanya mengizinkan masuk 15.000 unit dari 60.000 unit yang telah disepakati dalam perjanjian.
Israel juga menghambat masuknya alat berat yang diperlukan untuk membersihkan puing-puing, membuka jalan, dan mengevakuasi jenazah dari reruntuhan.
Hanya 9 alat berat yang diperbolehkan masuk, padahal Gaza membutuhkan sekitar 500 unit berbagai jenis. Bahkan, Israel melarang lembaga dan pengusaha membeli atau menyewanya.
Selain itu, Israel tidak mengambil langkah apa pun untuk mengoperasikan satu-satunya pembangkit listrik di Gaza. Israel juga tidak mengizinkan masuknya peralatan, bahan bakar, dan perlengkapan perbaikan.
Pasukan Israel juga melarang nelayan pergi ke laut untuk mencari ikan. Beberapa kali mereka ditembaki dari kapal perang.
Sebanyak 2 nelayan ditangkap saat berada di perairan Khan Younis pada akhir Januari lalu.
Pembakaran bantuan kemanusiaan
Laporan tersebut mencatat bahwa drone militer Israel terbang di atas Gaza sebanyak 172 kali.
Hal itu terjadi pada waktu-waktu yang seharusnya bebas dari pengawasan udara, sesuai kesepakatan untuk memfasilitasi pembebasan sandera Israel yang ditahan oleh faksi perlawanan Palestina.
Selain itu, kendaraan militer Israel tercatat melanggar kesepakatan dengan maju ke wilayah yang seharusnya mereka tinggalkan sebanyak 32 kali.
Mereka menembaki warga sipil, dan melakukan penggusuran di beberapa daerah.
Laporan juga menunjukkan bahwa pasukan Israel yang ditempatkan di bagian utara, timur, dan selatan Gaza melepaskan tembakan sebanyak 27 kali. Akibatnya, sekitar 100 warga Palestina terluka. Wilayah-wilayah ini juga mengalami 13 kali serangan artileri.
Pada 4 Februari lalu, pasukan Israel menahan sejumlah sopir truk bantuan di perbatasan Kerem Shalom, Gaza Selatan. Israel juga menginterogasi mereka sebelum membebaskannya.
Laporan juga mencatat 3 kali penerbangan drone di dalam Kota Gaza yang digunakan untuk mengancam warga.
Selain itu, pada 19 Februari, tentara Israel membakar sebuah truk berisi bantuan kemanusiaan di daerah bandara, sebelah timur Rafah, setelah mengepungnya.
Pelanggaran lainnya termasuk larangan bagi banyak keluarga tahanan asal Tepi Barat yang diasingkan ke luar negeri untuk bepergian dan bertemu dengan anggota keluarga mereka yang telah dibebaskan.