Pemerintah Amerika Serikat memberikan jaminan kepada Yordania bahwa sebagian besar bantuan tahunan yang bernilai USD1,45 miliar tidak akan terpengaruh oleh pengurangan atas bantuan luar negeri yang sempat diumumkan Presiden Donald Trump pada awal masa jabatannya, lansir Al Jazeera pada Kamis (1/5).
Bantuan tersebut mencakup dukungan militer serta bantuan langsung untuk anggaran negara.
Yordania tercatat sebagai salah satu penerima bantuan terbesar dari AS, bersama Ukraina, Israel, dan Ethiopia.
Meski sempat terhenti, khususnya dalam proyek besar desalinasi air senilai 6 miliar dollar AS yang dikelola oleh perusahaan CDM Smith, bantuan kembali disalurkan dua bulan setelah pemotongan diumumkan.
Hal itu terjadi berkat diplomasi intensif antara Amman dan Washington, menurut laporan Reuters yang berbicara dengan lebih dari 20 narasumber dari kedua negara.
Proyek desalinasi yang menghubungkan Aqaba dengan ibu kota Amman dinilai vital untuk ketahanan air Yordania, yang menghadapi krisis pasokan.
Namun, sebagian bantuan untuk sektor pembangunan seperti pendidikan dan kesehatan yang nilainya sekitar USD430 juta per tahun dilaporkan masih ditangguhkan. Peneliti dari Universitas Harvard, Molly Heigh, menyebut bahwa bidang-bidang tersebut dianggap kurang strategis dibandingkan sektor pertahanan dan stabilitas fiskal.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengonfirmasi bahwa bantuan militer untuk Yordania tetap aman, menyebut Yordania sebagai mitra penting dan stabil di kawasan Timur Tengah.
Kepastian ini diberikan dalam kunjungan Raja Abdullah II dan Perdana Menteri Jaafar Hassan ke Washington.
Dalam pertemuan tertutup di Gedung Putih, Presiden Trump dikabarkan menyatakan bahwa bantuan AS tidak akan dijadikan alat tawar-menawar politik, termasuk soal rencana relokasi pengungsi Palestina.
Sumber-sumber menyebutkan bahwa pejabat tinggi AS sepakat bahwa stabilitas Yordania krusial untuk kepentingan nasional Amerika Serikat. Wacana restrukturisasi dan penguatan bantuan pun mengemuka dalam pembahasan internal Gedung Putih.
Sejumlah pejabat Yordania mengakui bahwa tekanan ekonomi bisa memicu instabilitas sosial, terlebih di tengah ketegangan politik dalam negeri. Pemerintah Yordania baru-baru ini melarang aktivitas Ikhwanul Muslimin, menyebutnya sebagai organisasi ilegal.
Pada saat yang sama, 16 orang ditangkap dengan tuduhan merancang aksi kekerasan menggunakan roket dan drone, meski kelompok Ikhwan membantah keterlibatan.
Analis memperingatkan bahwa pencabutan bantuan hingga 800 juta dollar AS bisa memperparah defisit anggaran dan utang nasional Yordania, yang dapat berujung pada gejolak sosial, terutama terkait hubungan negara itu dengan Israel dan sikap pro-Barat pemerintah.