Thursday, January 23, 2025
HomeBeritaWamenlu: Jika bukan genosida, apa sebutan bagi pembantaian di Gaza?

Wamenlu: Jika bukan genosida, apa sebutan bagi pembantaian di Gaza?

Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan standar ganda yang dipertontonkan di Gaza saat ini telah merusak sistem multilateral.

Pernyataan tegas ini disampaikan oleh Nasir dalam Sidang Darurat Majelis Umum PBB (ESS-10) yang membahas tindakan ilegal Israel di wilayah Palestina pada 4 Desember 2024.

Dalam sidang tersebut, Wamenlu Nasir menegaskan bahwa sejak 7 Oktober 2023, konflik di Gaza telah menelan korban jiwa sebanyak 44.532 orang, mayoritas di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.

Jumlah korban ini bahkan melebihi populasi tujuh negara anggota PBB.

“Jika pembunuhan ribuan orang tak berdosa ini tidak dianggap sebagai genosida, lalu apa sebutan yang pantas?” ujarnya, seraya menyerukan perhatian dunia terhadap krisis kemanusiaan yang sedang terjadi.

Di tengah kekerasan yang terus berlanjut, sebanyak delapan rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang bertujuan untuk menghentikan kekerasan di Gaza terhambat akibat penggunaan hak veto.

Dari empat resolusi yang berhasil disahkan DK PBB, tidak satu pun yang dijalankan secara efektif.

Selain itu, berbagai produk hukum dari Mahkamah Internasional dan Mahkamah Pidana Internasional yang menuntut akuntabilitas dan penghentian kejahatan kemanusiaan juga tidak dipatuhi.

Wamenlu Nasir menilai bahwa standar ganda ini seakan memberikan “lampu hijau” kepada Israel untuk melanjutkan kekerasannya terhadap rakyat Palestina dan mencederai tatanan hukum internasional.

Menanggapi hal tersebut, Wamenlu Nasir mengajak negara-negara untuk mengambil langkah konkrit, seperti menghentikan pengiriman senjata ke Israel, mengimplementasikan Resolusi Dewan Keamanan PBB dan keputusan Mahkamah Internasional secara efektif, serta memperbaiki kondisi kemanusiaan di Gaza melalui bantuan internasional.

Indonesia juga menyayangkan tindakan Israel yang terus menghalangi masuknya bantuan internasional ke Gaza, serta meningkatnya upaya mendiskreditkan UNRWA.

“Kami turut merasa kehilangan atas gugurnya 333 pekerja kemanusiaan, termasuk 249 staf UNRWA, yang memberikan bantuan kepada warga Gaza. Mereka adalah harapan terakhir bagi keberlangsungan hidup rakyat Gaza,” kata Wamenlu Nasir.

UNRWA selama ini telah menjadi penyelamat bagi lebih dari 2 juta pengungsi Palestina.

Indonesia juga menegaskan bahwa solusi dua negara merupakan satu-satunya jalan menuju perdamaian yang berkelanjutan antara Palestina dan Israel.

“Saatnya dunia berpihak pada keadilan dan kemanusiaan, bukan pada kekerasan,” tegas Wamenlu Nasir, seraya mendesak negara-negara untuk segera mengakui kemerdekaan Palestina tanpa syarat.

Sikap Indonesia ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang terus menyerukan solidaritas terhadap rakyat tertindas di seluruh dunia, termasuk mendukung perjuangan rakyat Palestina.

Oleh karena itu, Indonesia akan terus teguh membela keadilan dan memberikan bantuan kemanusiaan bagi korban konflik di Gaza.

Sidang Darurat ini diadakan setelah salah satu negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB menggunakan hak vetonya atas rancangan resolusi yang mendesak gencatan senjata di Gaza pada 20 November 2024.

Melalui sesi sidang darurat ini, negara-negara anggota PBB diharapkan dapat mengesahkan dua resolusi, yakni resolusi yang mendorong gencatan senjata di Gaza dan dukungan politik terhadap UNRWA.

Indonesia mengajak seluruh negara anggota untuk mendukung kedua resolusi tersebut demi menghentikan kekerasan dan mengembalikan kemanusiaan dalam sistem tatanan dunia.

“Saat dunia memilih berpihak pada keadilan, maka penderitaan rakyat Palestina bisa segera diakhiri,” tutup Wamenlu Nasir.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular