Thursday, March 6, 2025
HomeBeritaZona C: Jantung Tepi Barat yang dicekik oleh Israel

Zona C: Jantung Tepi Barat yang dicekik oleh Israel

Zona “C” adalah wilayah terbesar di Tepi Barat, Palestina, yang selama bertahun-tahun menjadi incaran sayap kanan ekstrem Israel.

Zona ini dibentuk berdasarkan pembagian yang dihasilkan oleh Perjanjian Oslo II pada tahun 1995 dan mencakup 61% dari total luas Tepi Barat.

Otoritas Israel mengendalikan administrasi sipil dan keamanan di Zona “C”. Hal itu memungkinkan mereka untuk memperluas proyek pemukiman ilegal dan menekan komunitas Palestina yang tinggal di wilayah tersebut.

Israel berusaha merusak kondisi kehidupan warga Palestina di Zona “C” dengan mencegah mereka memanfaatkan tanah dan sumber daya, menolak izin pembangunan, serta melarang mereka memperbaiki atau merenovasi rumah mereka.

Selain itu, pergerakan mereka dibatasi oleh sistem izin yang rumit serta berbagai pos pemeriksaan militer dan barikade di seluruh wilayah.

Akibat dari kebijakan ketat ini, warga Palestina di Zona “C” hidup dalam kondisi yang sulit. Mereka terampas hak-hak dasar mereka, menghadapi pengusiran serta pelecehan terus-menerus oleh pasukan pendudukan Israel. Sementara itu, secara bersamaan memberikan kebebasan tanpa batas bagi ekspansi pemukiman Yahudi.

Lokasi

Zona “C” terletak di jantung Tepi Barat, dekat dengan perairan yang mencakup Laut Mati, Sungai Yordan, dan Danau Tiberias.

Wilayah ini mencakup sekitar 61% dari luas keseluruhan Tepi Barat dan terdiri dari tanah yang tersebar. Bagian terbesar berada dalam batas dewan lokal dan regional pemukiman Israel, mencakup sekitar 70% dari total luas zona tersebut.

Di sebelah timur, Zona “C” berbatasan dengan Yordania, sementara di sisi lainnya dikelilingi oleh tembok beton sepanjang 713 kilometer yang dibangun Israel.

Tembok ini disebut Israel sebagai “Tembok Penghalang Terorisme”, sedangkan pemerintah Palestina menyebutnya sebagai “Tembok Aneksasi dan Ekspansi”.

Pembangunan tembok ini dimulai oleh pemerintahan Perdana Menteri Israel Ariel Sharon pada 23 Juni 2002, membentang sepanjang garis gencatan senjata tahun 1949.

Penduduk

Menurut perkiraan Palestina pada tahun 2023, jumlah warga Palestina yang tinggal di Zona “C” sekitar 354.000 orang, atau sekitar 10% dari populasi Palestina di Tepi Barat. Sisanya, sekitar 90%, tinggal di Zona “A” dan “B”.

Di sisi lain, jumlah pemukim Israel di Zona “C” –tidak termasuk Yerusalem Timur– mencapai sekitar 386.000 orang pada tahun 2019.

Administrasi pemukim Yahudi di Zona “C” ditangani oleh entitas Israel yang dikenal sebagai “Administrasi Wilayah Yudea dan Samaria”. Sementara itu, urusan warga Palestina diatur oleh “Koordinator Kegiatan Pemerintah Israel” di wilayah tersebut.

Menurut laporan Dewan Pengungsi Norwegia pada Mei 2020, sistem perencanaan dan zonasi Israel melarang warga Palestina membangun di sekitar 70% wilayah Zona “C”.

Sedangkan dalam 30% area yang tersisa, mendapatkan izin pembangunan hampir tidak mungkin.

Komunitas Palestina di Zona “C” tidak memiliki akses ke jaringan air, memaksa mereka membeli air yang diangkut dengan truk tangki.

Selain itu, penggusuran dan pembongkaran rumah secara sistematis meningkatkan kemiskinan dan kesulitan hidup, membuat mereka semakin rentan terhadap pemindahan paksa.

Sejarah

Zona “C” muncul akibat Perjanjian Taba, sebuah perjanjian sementara yang ditandatangani antara Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Israel tentang pemerintahan di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Perundingannya dilakukan di Taba, Mesir, dan secara resmi ditandatangani di Washington pada 28 September 1995. Perjanjian ini sering disebut sebagai “Oslo II” karena merupakan bagian penting dari Perjanjian Oslo.

Dalam perjanjian tersebut, wilayah Palestina dibagi menjadi tiga zona utama. Zona “A” mencakup sekitar 21% dari Tepi Barat dan berada di bawah kendali penuh Palestina. Wilayah ini terdiri dari kota-kota besar seperti Hebron, Ramallah, Nablus, Tulkarm, dan Qalqilya. Keamanan di sini ditangani oleh Polisi Otoritas Palestina.

Zona “B” mencakup sekitar 18% dari Tepi Barat, dengan pemerintahan sipil Palestina tetapi pengawasan keamanan tetap berada di tangan Israel. Wilayah ini terdiri dari pinggiran kota dan desa-desa di sekitar zona “A”.

Zona “C” mencakup 61% dari wilayah Tepi Barat dan berada di bawah kendali penuh militer Israel. Zona ini mencakup pemukiman Yahudi, jalan-jalan utama, dan area strategis lainnya.

Seharusnya, menurut Perjanjian Oslo II, pembagian ini hanya berlangsung selama 5 tahun sebelum pembentukan negara Palestina, dengan Zona “B” dan “C” secara bertahap digabung ke dalam Zona “A”.

Namun, hal itu tidak pernah terjadi. Sebaliknya, sejak meletusnya Intifada Kedua pada tahun 2000, Israel memperluas kendali militernya bahkan hingga ke wilayah Zona “A”.

Sumber daya alam untuk keuntungan Israel

Zona “C” merupakan wilayah Palestina yang kaya akan sumber daya alam, termasuk air dan cagar alam. Wilayah ini memiliki sebagian besar padang rumput, lahan pertanian, dan situs arkeologi.

Dengan potensi besar untuk pengembangan perkotaan dan pertumbuhan pertanian, Zona “C” bisa menjadi tulang punggung ekonomi Palestina.

Namun, kebijakan Israel terus mencegah warga Palestina memanfaatkan sumber daya ini.

Otoritas Israel menguasai sebagian besar sumber daya utama di Zona “C”, termasuk sekitar 80% sumber air di Tepi Barat.

Akibatnya, sebagian besar warga Palestina di wilayah ini tidak terhubung ke jaringan air, sementara tanah pertanian mereka terus dipersempit dengan alasan “keamanan”.

Sebaliknya, pemukim Israel diberikan kemudahan untuk mengeksploitasi sumber daya di wilayah ini, terutama di Lembah Yordan dan kawasan utara Laut Mati, yang merupakan tanah paling subur dan kaya air di Tepi Barat.

Kebijakan pembongkaran dan pengusiran

Pemerintah Israel secara sistematis memperkuat kontrol atas Zona “C” melalui kebijakan hukum dan administratif yang bertujuan untuk menganeksasi dan mengendalikan wilayah tersebut.

Selama 15 tahun terakhir, Israel meningkatkan kebijakan penghancuran bangunan dan pengusiran warga Palestina. Sebagian besar operasi pembongkaran terfokus di Zona “C”. Namun, pada tahun 2023 dan 2024, pembongkaran juga mulai meluas ke Zona “A” dan “B”.

Menurut laporan Kantor Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), dari 1 Januari 2010 hingga 1 Januari 2025, Israel telah menghancurkan sekitar 8.765 bangunan Palestina di Zona “C”.

Dari jumlah ini, 3.107 adalah fasilitas pertanian, 2.025 adalah rumah hunian, dan sekitar 700 adalah rumah kosong.

Penghancuran ini menyebabkan sekitar 10.000 warga Palestina kehilangan tempat tinggal, sementara 192.548 orang lainnya terkena dampaknya.

Laporan PBB juga menyebutkan bahwa sebagian besar bangunan yang dihancurkan oleh Israel di Tepi Barat dihancurkan dengan alasan tidak memiliki izin bangunan. Meskipun izin tersebut hampir mustahil didapat oleh warga Palestina karena kebijakan diskriminatif Israel.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular