Serangan dari Hizbullah ke arah wilayah Israel semakin intensif pada Selasa (19/9) dini hari. Sedikitnya tiga gelombang serangan roket ditembakkan dari selatan Lebanon menuju wilayah Galilea.
Demikian laporan Aljazeera Arabic pada Selasa (24/9), pagi tadi.
Sirene peringatan berbunyi di berbagai wilayah Israel utara. Termasuk di selatan dan timur Haifa, untuk memperingatkan serangan roket tersebut.
Hizbullah mengumumkan mereka telah menargetkan Bandara Militer Majiddo di sebelah barat kota Afula di Israel utara menggunakan roket “Fadi 1” dan “Fadi 2”.
Serangan tersebut, menurut Hizbullah, dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap Gaza dan pertahanan untuk Lebanon serta rakyatnya.
Hizbullah juga mengklaim telah meluncurkan roket Fadi 2 ke Pangkalan Udara dan Bandara Ramat David.
Ramad David adalah pangkalan terbesar di wilayah utara Israel dan salah satu dari tiga pangkalan udara utama di negara itu.
Pangkalan ini memiliki posisi strategis karena terletak dekat dengan garis perbatasan antara Israel, Lebanon, Suriah, dan Tepi Barat.
Roket Fadi, buatan Suriah dan bagian dari arsenal militer Hizbullah, setara dengan roket Khaybar buatan Iran. Hizbullah menyatakan bahwa roket ini pertama kali digunakan selama perang pada tahun 2006 dan untuk pertama kalinya kembali digunakan dua hari lalu dalam serangan terhadap target Israel.
Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan pada Senin malam bahwa 492 orang tewas dan 1.645 lainnya terluka, termasuk perempuan, anak-anak, serta tenaga medis.
Menteri Kesehatan Lebanon, Firas Al-Abiad, dalam konferensi persnya mengatakan serangan-serangan tersebut juga menargetkan rumah sakit, pusat-pusat medis, serta ambulans.
Di sisi lain, Menteri Pendidikan Lebanon, Abbas Halabi, mengumumkan seluruh sekolah dan universitas di Lebanon akan diliburkan pada Selasa.
Pemerintah memutuskan untuk membuka institusi-institusi pendidikan sebagai tempat penampungan bagi para pengungsi akibat serangan udara Israel yang paling ganas sejak 8 Oktober 2023.
Pada Senin malam, militer Israel menyatakan mereka telah menyerang 1.300 target Hizbullah di seluruh Lebanon, dengan lebih dari 650 serangan udara dilakukan dalam waktu 24 jam.
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant mengatakan, Israel sedang menghancurkan apa yang telah dibangun Hizbullah selama 20 tahun. Sementara itu, Kepala Staf Militer Israel, Herzi Halevi, mengumumkan operasi militer di Lebanon diberi nama “Panah Utara.”
Jurnalis Al Jazeera melaporkan bahwa serangan udara pada malam hari menargetkan beberapa kota di Lebanon selatan, termasuk Mays al-Jabal, Ayta al-Shaab, Hula, Taybeh, dan Nabatieh. Di wilayah timur, serangan juga menyasar kota Baalbek serta desa-desa di sekitarnya seperti Khirbet dan Nabi Sheet.
Serangan Balasan Hizbullah
Sebagai balasan, Hizbullah meluncurkan serangkaian serangan roket yang menghantam wilayah Golan hingga Haifa, bahkan mencapai Lembah Jezreel.
Sirene peringatan berbunyi di Tel Aviv dan sekitarnya, termasuk di dekat Bandara Ben Gurion, dengan beberapa roket dilaporkan jatuh di permukiman Tepi Barat.
Menurut laporan harian Haaretz, sekitar 210 roket telah ditembakkan dari Lebanon ke arah Israel sejak pagi hari.
Media Israel lainnya, Yediot Aharonot, melaporkan adanya ledakan di kota Haifa dan peringatan sirene di bagian selatan kota itu.
Sirene juga berbunyi di Akko, Carmel, dan Galilea tengah setelah serangan roket besar dari Lebanon.
Sebelumnya, Hizbullah mengumumkan bahwa mereka telah menargetkan pangkalan udara Ramat David dan pos-pos militer lainnya di Israel utara, termasuk fasilitas industri militer milik Rafael di wilayah Zvolon, utara Haifa.
Serangan roket juga melukai sedikitnya lima warga Israel di wilayah Galilea bawah, dan sirene berbunyi hingga ke wilayah utara Tel Aviv.
Kemungkinan Perang Total
Stasiun televisi Israel, Channel 12, melaporkan militer memperkirakan serangan besar terhadap Tel Aviv atau Beirut bisa memicu perang total. Dikabarkan, Israel siap menghadapi serangan yang lebih besar dari Hizbullah, baik secara defensif maupun ofensif.
Israel juga mewaspadai potensi keterlibatan Iran dalam konflik ini, sebagai bentuk balas dendam atas terbunuhnya Ismail Haniyeh, pemimpin politik Hamas, di Teheran pada Juli lalu.
Di tengah situasi yang semakin memanas, para analis memperingatkan kemungkinan eskalasi konflik yang lebih luas, yang berpotensi menyeret kawasan ini ke dalam perang yang lebih besar.