Tuesday, August 19, 2025
HomeBeritaLAPORAN KHUSUS - Ratusan tewas, ribuan terluka: Membaca kerugian militer Israel di...

LAPORAN KHUSUS – Ratusan tewas, ribuan terluka: Membaca kerugian militer Israel di Gaza

Sejak pecahnya perang di Jalur Gaza, tentara Israel menanggung kerugian besar, baik dalam jumlah korban jiwa maupun beban material.

Data yang dirilis menyebut, hampir 900 perwira dan prajurit Israel tewas, sementara ribuan lainnya mengalami luka dengan tingkat keparahan yang bervariasi, mulai dari ringan, sedang, hingga kritis.

Selain korban fisik, perang juga menyisakan dampak serius pada kondisi mental pasukan.

Sejak serangan “Thaufan Al-Aqsha”, angka bunuh diri dan gangguan psikologis di kalangan tentara dan perwira Israel dilaporkan meningkat tajam.

Puluhan ribu kasus trauma tercatat, di samping tidak sedikit prajurit yang mengalami cacat permanen, baik dari satuan aktif maupun pasukan cadangan.

Angka-angka ini menunjukkan betapa beratnya beban manusiawi dan material yang harus ditanggung Israel dalam konflik berkepanjangan di Gaza.

Di sisi lain, perang ini juga memperlihatkan kompleksitas pertarungan di berbagai level: militer, politik, sekaligus sosial.

Meski kerugian tergolong besar, pemerintah dan militer Israel tetap menjaga kerahasiaan ketat terkait jumlah sebenarnya korban jiwa maupun luka.

Informasi yang dipublikasikan kepada publik cenderung terbatas, sering kali hanya berupa angka parsial yang menekankan pada korban tewas akibat serangan, tanpa menyinggung trauma psikologis maupun kecacatan jangka panjang.

Strategi pengendalian informasi ini bertujuan menjaga opini publik domestik dan mempertahankan moral pasukan, terutama di tengah mobilisasi besar-besaran cadangan militer.

Lebih jauh, sikap bungkam ini juga dimaksudkan untuk melindungi citra politik dan militer Israel di mata publik internasional.

Namun, sejumlah bocoran dari media Israel serta kesaksian internal militer memberi gambaran berbeda.

Informasi tak resmi itu mengindikasikan bahwa jumlah korban sebenarnya jauh melampaui data yang diumumkan secara resmi.

Perbedaan ini menyingkap jurang antara realitas di lapangan dan narasi publik yang dibangun pemerintah.

Data yang diakui

Dalam pernyataan resmi, militer Israel menyebut jumlah korban jiwa sejak perang meletus pada 7 Oktober 2023 mencapai 898 orang.

Dari jumlah itu, 454 tentara tewas dalam operasi darat yang dilancarkan di Gaza sejak 27 Oktober 2023.

Angka tersebut hanya mencakup nama-nama yang telah diizinkan dipublikasikan.

Sementara itu, Departemen Sumber Daya Manusia militer Israel mencatat total korban luka mencapai 6.193 orang. Rinciannya: 3.733 luka ringan, 1.536 luka sedang, dan 924 luka berat.

Khusus dalam operasi darat di Gaza, tercatat 2.872 prajurit terluka. Dari jumlah itu, 1.457 luka ringan, 864 luka sedang, dan 551 luka berat.

Militer Israel menegaskan bahwa angka ini tidak mencakup personel yang mengalami cedera di luar konteks operasi, ataupun yang sempat masuk ruang gawat darurat tanpa rawat inap, serta mereka yang tingkat keparahannya belum terklasifikasi.

Data pun disebut masih dapat berubah sesuai kategori luka terparah yang ditetapkan pada setiap individu.

Kecelakaan operasional dan lonjakan kasus bunuh diri

Selain korban akibat pertempuran langsung, militer Israel juga mengakui adanya jumlah signifikan korban jiwa dan luka dari kecelakaan operasional sejak perang di Gaza dimulai.

Komando Selatan mencatat 73 perwira dan prajurit tewas akibat berbagai insiden: ledakan serta kesalahan penggunaan senjata (24), tembakan kawan sendiri (31), peluru nyasar (6), kecelakaan kendaraan (7), dan insiden lain yang beragam (5).

Di Komando Utara, tercatat 5 kematian akibat kejadian serupa, termasuk 4 yang berkaitan dengan senjata dan satu akibat jatuh dari ketinggian.

Secara keseluruhan, jumlah korban luka akibat kecelakaan operasional mencapai 1.998 orang.

Di luar itu, ada 212 korban dalam kecelakaan lalu lintas, 391 korban dalam kecelakaan kerja dan jatuh, serta 133 luka dalam insiden terkait penerbangan dan pengendalian lalu lintas udara. Di wilayah utara, dilaporkan pula 409 korban tambahan.

Meski angka resmi sudah tergolong besar, laporan investigatif Yedioth Ahronoth justru mengungkap fakta lain.

Media tersebut melaporkan bahwa sejak perang meletus, sedikitnya 18.500 personel militer dan aparat keamanan Israel mengalami luka.

Mereka diketahui masuk ke unit rehabilitasi Kementerian Pertahanan, namun data resmi terkait korban dari lembaga keamanan lain tidak pernah dipublikasikan.

Perbedaan angka ini menegaskan adanya kebijakan ketat dalam menutup informasi.

Cengkeraman sensor militer terhadap media mendapat kritik di dalam negeri, terutama karena dinilai menutup-nutupi kerugian riil yang dialami Israel.

Gelombang bunuh diri

Tak hanya korban fisik, perang Gaza juga memicu gejala sosial serius di kalangan militer Israel.

Media lokal melaporkan lonjakan tajam kasus bunuh diri sejak dimulainya operasi “Thaufan Al-Aqsha”.

Hingga kini, tercatat 42 kasus bunuh diri di kalangan tentara dan perwira. Kasus terbaru menimpa seorang prajurit dari Brigade Golani yang ditemukan tewas di hutan dekat Tiberias, tak lama setelah menjalani pemeriksaan polisi militer.

Harian Haaretz menyebut lonjakan ini sebagai fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dari Oktober hingga akhir 2023 saja, tercatat 7 kasus. Pada 2024, jumlahnya melonjak menjadi 21, dan sejak awal 2025 hingga pertengahan tahun ini sudah ada 14 kasus tambahan.

Militer Israel sendiri menolak mempublikasikan angka resmi sepanjang tahun berjalan. Mereka beralasan, data baru akan dirilis secara agregat di akhir tahun.

Lebih jauh, data tersebut tidak mencakup mantan prajurit yang melakukan bunuh diri setelah meninggalkan dinas.

Setidaknya ada 11 kasus bunuh diri sipil yang dikaitkan langsung dengan pengalaman traumatis selama bertugas, termasuk akibat stres pascaperang.

Militer Israel mengakui bahwa tekanan psikologis luar biasa, terutama yang dialami pasukan cadangan, menjadi faktor utama di balik meningkatnya angka ini.

Beberapa kasus diyakini memiliki keterkaitan langsung dengan pengalaman perang darat di Gaza.

Ribuan prajurit dilanda trauma

Seiring panjangnya perang di Gaza, persoalan kesehatan mental menjadi beban serius bagi militer Israel.

Hingga akhir 2024, lebih dari 10.000 tentara tercatat mengalami gangguan psikologis dan gejala trauma pascaperang, dan kini menjalani perawatan di bawah Kementerian Pertahanan.

Dari jumlah tersebut, 3.769 orang diperkirakan akan menderita gangguan stres pascatrauma (PTSD) permanen, menurut data yang dihimpun harian Maariv.

Sepanjang 2024 saja, sebanyak 1.600 tentara resmi diakui sebagai penderita PTSD. Angka ini menunjukkan peningkatan tajam bila dibandingkan dengan perang Gaza 2014 (Operation Protective Edge).

Ketika hanya 159 tentara yang diakui mengalami PTSD sepanjang periode pertempuran (Juli–Agustus 2014). Jumlah itu baru bertambah 175 orang pada 2015.

Situasi berbeda terlihat sejak operasi “Thaufan Al-Aqsha” meletus pada Oktober 2023. Dalam 3 bulan terakhir 2023, sudah 1.430 tentara diakui mengalami PTSD.

Lompatan besar terjadi di 2024, ketika sekitar 10.000 tentara mengajukan klaim resmi terkait gangguan psikologis, mulai dari kecemasan, kesulitan beradaptasi, depresi, hingga trauma pascaperang.

Maariv memperkirakan jumlah tersebut akan berlipat ganda sepanjang 2025, seiring tekanan psikologis yang tak kunjung reda dan medan pertempuran yang terus menuntut daya tahan fisik maupun mental para prajurit.

Kerugian material yang membengkak

Selain korban manusia, beban perang juga menghantam kas negara. Menurut Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, hingga kini biaya perang telah mencapai 305 miliar shekel (sekitar 87 miliar dolar AS).

Ia memperkirakan, jika operasi militer di Gaza terus berlanjut, ongkos total bisa menembus 200 miliar shekel (57 miliar dolar AS) tambahan pada akhir 2025. Angka ini memberi tekanan besar pada anggaran negara.

Harian ekonomi Calcalist mencatat, total ongkos perang—termasuk bantuan dari Amerika Serikat—sudah mencapai 141,6 miliar shekel (sekitar 42 miliar dolar AS) hingga akhir 2024.

Proyeksi mereka menunjukkan angka itu bisa membengkak menjadi 200 miliar shekel (sekitar 60 miliar dolar AS) pada akhir 2025.

Dari total belanja, 121,3 miliar shekel (36 miliar dolar AS) merupakan pengeluaran bersih.

Rinciannya, 96,4 miliar shekel (28,5 miliar dolar AS) dialokasikan untuk kebutuhan pertahanan, dan 24,9 miliar shekel (7 miliar dolar AS) untuk belanja sipil.

Defisit anggaran akibat perang sudah meningkat 106,2 miliar shekel (31,5 miliar dolar AS) hingga akhir 2024, dengan potensi bertambah lagi pada 2025.

Sementara itu, The Marker melaporkan bahwa institusi keamanan Israel kini berusaha menekan pemborosan akibat penggunaan pasukan cadangan yang sejauh ini telah menelan biaya sekitar 60 miliar shekel (17,5 miliar dolar AS) sejak 7 Oktober 2023.

Salah satu langkah yang ditempuh adalah mendorong lebih banyak tentara aktif agar tetap bertugas dalam dinas permanen.

Namun, upaya ini dinilai hanya solusi sementara. Jalan keluar yang lebih berkelanjutan, menurut The Marker, bergantung pada pengesahan undang-undang baru.

Undang-undnag tersebut mengatur masa bakti pasukan cadangan, sekaligus memperluas basis rekrutmen—termasuk dengan wacana perekrutan komunitas Haredi—guna menutup kekurangan sekitar 10.000 tentara setiap tahun.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular