Pemerintah Afrika Selatan menuduh Israel melakukan pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan menyebut kondisi di Jalur Gaza sebagai “neraka” yang tak bisa dibiarkan.
Pernyataan ini disampaikan dalam sidang Mahkamah Internasional (ICJ) yang tengah mengkaji legalitas kehadiran lembaga-lembaga PBB di wilayah pendudukan Palestina.
“Gaza telah berubah menjadi neraka di bumi,” tegas perwakilan Afrika Selatan dalam sidang yang digelar di Den Haag, Belanda, Selasa (29/4/2025).
Delegasi juga menekankan bahwa Israel secara sistematis menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan serta menargetkan lembaga seperti UNRWA — badan PBB untuk pengungsi Palestina — sebagai upaya untuk memperparah penderitaan warga.
Sidang ini merupakan tindak lanjut dari permintaan Majelis Umum PBB pada 19 Desember 2024.
Mereka meminta pendapat hukum tidak mengikat (advisory opinion) terkait kewajiban Israel dalam menjamin kehadiran dan operasi lembaga-lembaga internasional di wilayah pendudukan, khususnya di tengah eskalasi konflik di Gaza.
Mahkamah Internasional menyatakan bahwa sebanyak 40 negara serta empat organisasi internasional dan regional telah mengonfirmasi keikutsertaannya dalam sesi dengar pendapat yang dijadwalkan berlangsung hingga 2 Mei mendatang.
Pada hari pertama, perwakilan dari PBB, Palestina, Mesir, dan Malaysia menyampaikan pandangan mereka. Delegasi dari Aljazair, Arab Saudi, Belgia, dan Kolombia dijadwalkan tampil pada sesi berikutnya.
Afrika Selatan, yang sejak awal agresi Israel ke Gaza bersuara lantang di forum internasional, kembali menyoroti tindakan Israel yang dianggap bertentangan dengan kewajibannya sebagai negara pendudukan berdasarkan Konvensi Jenewa dan hukum internasional lainnya.
Delegasi menyampaikan bahwa larangan terhadap UNRWA dan penghalangan bantuan merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
Di sisi lain, Israel menolak berpartisipasi dalam sidang terbuka tersebut. Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa’ar, menyatakan bahwa pemerintahnya telah mengirimkan tanggapan tertulis kepada pengadilan, namun menolak untuk hadir secara langsung.
Ia menyebut proses ini sebagai “sirkus politik” yang menurutnya bertujuan mendelegitimasi negara Israel.
Israel juga sebelumnya telah mengesahkan undang-undang di parlemen (Knesset) yang melarang aktivitas UNRWA di wilayah pendudukan, termasuk Gaza, meskipun warga sipil di wilayah tersebut sangat bergantung pada layanan badan tersebut dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan bantuan pangan.
Pendapat hukum dari Mahkamah Internasional tidak bersifat mengikat secara hukum.
Namun, opini tersebut memiliki bobot moral dan politik yang besar dalam kancah internasional, serta dapat memengaruhi sikap negara-negara anggota PBB terhadap Israel dan pendudukannya atas wilayah Palestina.
Setelah sesi dengar pendapat selesai, Mahkamah diperkirakan membutuhkan waktu beberapa bulan untuk menyusun pendapat resminya.