Presiden Amerika Serikat Donald Trump menghadapi tekanan besar yang datang dari dua arah: dari dalam Israel dan dari basis politiknya sendiri di kubu “MAGA” (Make America Great Again). Keduanya bersilang pendapat saat Trump mempertimbangkan keputusan paling krusial dalam kebijakan luar negerinya—apakah akan melancarkan serangan terhadap program nuklir Iran.
Pemerintah Israel secara terbuka mengisyaratkan harapan agar AS bergabung dalam konflik untuk menghancurkan fasilitas nuklir Iran, khususnya kompleks Fordow yang dibangun jauh di bawah tanah. Harapan ini disampaikan oleh sejumlah mantan pejabat tinggi, termasuk mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
“Kami percaya bahwa Amerika Serikat dan presidennya memiliki kewajiban untuk memastikan kawasan ini menuju ke arah yang positif dan dunia terbebas dari Iran yang memiliki senjata nuklir,” kata Gallant dalam wawancara dengan CNN, Senin (16/6/2025).
Namun, di dalam negeri, Trump menghadapi perlawanan dari para tokoh berpengaruh dalam gerakan MAGA yang justru menentang aksi militer. Tokoh-tokoh seperti Steve Bannon dan Tucker Carlson secara tegas menyatakan bahwa serangan terhadap Iran bertentangan dengan prinsip “America First”.
“Saya tidak ingin AS terjerat perang lain di Timur Tengah yang tidak melayani kepentingan kita,” ujar Carlson dalam program War Room bersama Bannon.
Senator independen Bernie Sanders dari Vermont, yang selama ini menjadi pengkritik kebijakan luar negeri intervensif, ikut menyuarakan kekhawatiran. “AS tidak boleh diseret ke dalam perang lain yang dimulai Netanyahu,” ujarnya dalam pernyataan terpisah.
Ketegangan politik dan diplomatik
Situasi ini menjadi makin rumit saat Trump secara mendadak meninggalkan pertemuan G7 di Kanada, Senin malam, lebih cepat dari yang dijadwalkan.
“Saya harus pulang lebih awal karena alasan yang jelas. Mereka mengerti. Ini urusan besar,” kata Trump kepada wartawan, sebelum kembali ke Washington.
Ketika ketegangan meningkat, sejumlah pemimpin dunia—termasuk Presiden Dewan Eropa Antonio Costa dan Presiden Prancis Emmanuel Macron—berusaha menekan Trump agar meredam ketegangan, dan bahkan menyarankan keterlibatan Rusia dalam proses damai.
Iran sendiri menuduh Israel menggagalkan upaya diplomatik AS dengan melakukan pembunuhan terhadap kepala negosiator nuklirnya, yang dijadwalkan bertemu dengan pihak AS beberapa hari kemudian.
Trump masih gantung keputusan
Hingga saat ini, Trump belum memberikan keputusan tegas. Dalam pernyataannya di media sosial Truth Social, ia menulis, “IRAN TIDAK BOLEH MEMILIKI SENJATA NUKLIR” dan menyerukan evakuasi dari Teheran, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Di hadapan wartawan, ketika ditanya apa yang bisa memicu intervensi langsung AS, Trump menjawab singkat, “Saya tidak ingin bicara soal itu.”
Sejumlah analis menilai, Trump tengah memainkan waktu—entah untuk menekan Iran agar kembali ke meja perundingan, atau karena memang belum menentukan sikap.
Namun, keputusan apapun yang diambil—baik menyerang maupun tidak—akan membawa dampak besar, tidak hanya bagi keamanan Israel dan stabilitas Timur Tengah, tetapi juga terhadap posisi global AS.
Desakan dari Israel
Dalam wawancara eksklusif dengan CNN, mantan Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz menyatakan bahwa AS memiliki kapabilitas militer yang tidak dimiliki Israel. “Saya tidak dalam posisi untuk merekomendasikan apa yang harus dilakukan Presiden AS, tetapi saya yakin AS akan bertindak berdasarkan kepentingannya sendiri,” ujarnya.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memberikan pernyataan tajam terhadap kelompok MAGA yang menentang intervensi militer. “Hari ini Tel Aviv, besok New York. Saya mengerti ‘America First’. Tapi saya tidak mengerti ‘America Dead’,” ucapnya dalam wawancara dengan ABC News.
Perpecahan dalam gerakan MAGA
Polemik ini juga memunculkan perpecahan di antara tokoh konservatif yang selama ini menjadi pendukung setia Trump. Steve Bannon menilai bahwa intervensi militer akan menyimpang dari esensi gerakan Trumpisme yang mengutamakan kedaulatan nasional dan menjauhi perang luar negeri.
“Ini harus dipikirkan matang-matang. Serangan seperti Pearl Harbor terhadap para mullah (pemimpin Iran) mungkin baik untuk Israel, tetapi apakah itu benar bagi Amerika?” kata Bannon.
Di tengah tekanan dari dalam dan luar negeri, serta suara-suara yang saling bertentangan di antara para pendukungnya sendiri, Trump kini dihadapkan pada pilihan paling menentukan sepanjang masa kepemimpinannya—sebuah keputusan yang tak hanya akan membentuk warisannya, tetapi juga dapat mengubah arah dunia.