Presiden Amerika Serikat Donald Trump disebut-sebut dapat secara resmi mengakui Negara Palestina dalam kunjungan resminya ke kawasan Teluk yang dijadwalkan berlangsung pekan depan. Klaim ini disampaikan sejumlah sumber dari kawasan Teluk, lansir The New Arab.
Sumber-sumber diplomatik di kawasan tersebut mengatakan kepada media The Media Line, yang berfokus pada Timur Tengah, bahwa Trump mungkin akan mengambil langkah mengejutkan tersebut menjelang kunjungannya ke Teluk. Namun, pengakuan tersebut diperkirakan tidak akan mencakup Hamas, kelompok yang menguasai Jalur Gaza sejak 2007.
Kendati pengakuan resmi oleh AS terhadap Palestina akan menandai perubahan besar dalam kebijakan luar negeri Washington dan hubungannya dengan Israel, langkah itu dinilai sebagai strategi untuk membuka jalan bagi perluasan Abraham Accords—kesepakatan normalisasi hubungan antara Israel dan sejumlah negara Arab yang dicapai selama masa jabatan pertama Trump hampir lima tahun lalu.
Spekulasi ini muncul di tengah laporan bahwa Trump semakin frustrasi dengan penolakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terhadap kesepakatan gencatan senjata di Gaza.
Namun, di platform media sosial X, Duta Besar AS untuk Israel Mike Huckabee—yang dikenal sebagai pendukung kuat Israel—menepis laporan mengenai kemungkinan pengakuan terhadap Palestina, dan menyebutnya sebagai “omong kosong”.
Selama ini, spekulasi mengenai upaya normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel terus bergulir, namun upaya tersebut terhenti sejak pecahnya perang di Gaza pada 2023.
Arab Saudi juga secara berulang menegaskan bahwa normalisasi tidak akan terjadi tanpa adanya pengakuan resmi terhadap Palestina.
Jika AS benar-benar mengakui Palestina, langkah tersebut juga dapat dilihat sebagai cara untuk semakin meminggirkan Hamas dalam dinamika politik internal Palestina.
Israel selama ini menegaskan tidak akan menyetujui gencatan senjata sebelum Hamas menyerahkan kendali atas Gaza dan melucuti persenjataannya.
Trump sendiri telah beberapa kali melontarkan kritik keras terhadap kelompok Hamas di media sosial sepanjang konflik di Gaza. Di sisi lain, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas menyebut kelompok tersebut sebagai “anak-anak anjing”, sambil menuntut mereka untuk membebaskan tawanan Israel.
Salah satu sumber menyatakan, “Jika pengumuman pengakuan resmi Amerika terhadap Negara Palestina benar terjadi, ini akan menjadi deklarasi paling penting yang dapat mengubah keseimbangan kekuatan di Timur Tengah, dan akan mendorong lebih banyak negara untuk bergabung dalam Abraham Accords.”
Presiden AS dijadwalkan akan mengunjungi Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab pada 13–16 Mei dalam kunjungan luar negerinya yang kedua sejak kembali menjabat pada Januari tahun ini.
Arab Saudi akan menjadi tuan rumah KTT AS-GCC di Riyadh, dan telah mengundang para pemimpin negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC).
Kunjungan Trump ke kawasan Teluk diperkirakan akan membahas kesepakatan investasi, konflik Israel-Gaza, Abraham Accords yang kontroversial, serta isu tarif dagang.
Kunjungan ini juga bertepatan dengan pernyataan Trump pada awal pekan bahwa ia akan mengumumkan “pengumuman yang sangat, sangat besar” menjelang lawatannya ke Teluk. Trump tidak menyebutkan secara spesifik isi pengumuman tersebut, namun mengatakan bahwa itu akan “sebesar mungkin” dan “sangat positif”.
Ia menambahkan bahwa pengumuman itu akan disampaikan antara Kamis dan Senin, sebelum ia tiba di Arab Saudi pada Selasa, 13 Mei.
Namun, pernyataan sumber dari kawasan Teluk tersebut bertentangan dengan laporan dua sumber lain kepada Reuters pekan ini terkait isu pengakuan Arab terhadap Israel.
Pada Kamis, Reuters melaporkan bahwa AS tidak lagi menjadikan normalisasi hubungan Saudi-Israel sebagai syarat dalam pembahasan kerja sama nuklir.
Sebelumnya, pembentukan hubungan diplomatik antara Israel dan Arab Saudi menjadi bagian dari diskusi lebih luas mengenai isu nuklir dan keamanan dengan Washington, terutama di bawah pemerintahan Biden.
Sumber lain yang dikutip The Jerusalem Post juga menyebutkan bahwa isu Palestina tidak masuk dalam agenda KTT AS-GCC, mengingat Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Raja Yordania Abdullah II tidak dijadwalkan hadir.
Kedua pemimpin tersebut selama ini aktif menjadi mediator antara AS, Israel, dan Palestina, dan telah menolak rencana sebelumnya yang disebut-sebut didorong Trump, yakni mengambil alih Jalur Gaza dan memindahkan penduduknya secara paksa ke Mesir dan Yordania.
Meski demikian, pengakuan AS terhadap Palestina kemungkinan tidak disambut sepenuhnya oleh Otoritas Palestina, yang masih mencurigai maksud sebenarnya dari langkah tersebut mengingat dukungan hampir total Washington terhadap Israel dan pendudukannya di wilayah Palestina.
Pengakuan resmi oleh AS terhadap Palestina diperkirakan akan mengundang reaksi keras secara global, dan dapat memengaruhi hubungan bilateral antara Israel dan Washington, meski langkah itu bisa dimaknai sebagai strategi untuk mendorong lebih banyak negara Arab menjalin hubungan diplomatik dengan Tel Aviv.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara tegas menolak solusi dua negara untuk konflik Palestina, dan menyebutnya sebagai “kemenangan bagi terorisme” setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan bahwa Paris mungkin akan mengakui Palestina.
Trump sendiri selama masa jabatan pertamanya, dari 2017 hingga 2021, digambarkan sebagai presiden AS paling pro-Israel dalam beberapa dekade terakhir. Namun, kebijakan luar negerinya kerap dianggap gegabah dan tidak konsisten. Spekulasi mengenai pengakuan Palestina muncul di tengah kemarahan Trump yang meningkat terhadap Netanyahu.
Pada 2017, Trump memicu kemarahan Palestina dengan memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem Timur yang diduduki, dan secara resmi mengakui kota itu sebagai ibu kota Israel. Pada akhir 2020, pemerintahan Trump juga menengahi Abraham Accords, yang membuat Uni Emirat Arab, Maroko, dan Bahrain menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Dalam masa jabatan keduanya, Trump menunjuk Mike Huckabee—tokoh konservatif yang secara terbuka menolak keberadaan bangsa Palestina—sebagai duta besar AS untuk Israel.