Kelompok negara-negara Arab di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyatakan penolakan keras terhadap rencana Israel untuk menduduki seluruh wilayah Gaza.
Langkah itu dinilai sebagai bentuk eskalasi berbahaya dan tak dapat diterima, serta melanggar hukum internasional.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers di Markas Besar PBB, New York, Selasa (12/8/2025), oleh Pelaksana Tugas Kepala Perwakilan Tetap Turki untuk PBB, Asli Guven.
Turki saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Menteri OKI. Konferensi pers dihadiri sejumlah perwakilan dari kelompok Arab dan negara anggota OKI.
Rencana Israel itu mencuat setelah pada Jumat pekan lalu, Pemerintah Israel menyetujui langkah bertahap untuk menguasai penuh Gaza, dimulai dari Kota Gaza yang berpenduduk sekitar satu juta jiwa.
Dalam pernyataan bersama, kedua organisasi mengecam keras keputusan tersebut.
Mereka menyebut rencana Israel untuk menerapkan kendali militer penuh di Gaza sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.
Mereka juga menyebut sebagai upaya memperkuat pendudukan ilegal, dan bertentangan dengan hukum humaniter internasional serta resolusi-resolusi PBB yang relevan.
Pernyataan itu juga menuding langkah Israel sebagai bagian dari pola pelanggaran berat, termasuk pembunuhan, blokade yang menimbulkan kelaparan, upaya pemindahan paksa, perampasan wilayah Palestina, dan perluasan permukiman ilegal.
Semua tindakan ini, menurut mereka, dapat digolongkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Mereka mendesak “penghentian segera, total, dan permanen” atas agresi Israel di Gaza, serta diakhirinya seluruh pelanggaran terhadap warga sipil dan infrastruktur di Jalur Gaza maupun Tepi Barat.
Akses kemanusiaan
Kelompok Arab dan OKI menuntut Israel segera membuka akses tanpa syarat bagi bantuan kemanusiaan dalam jumlah besar.
Termasuk pangan, obat-obatan, dan bahan bakar, serta menjamin kebebasan bergerak lembaga kemanusiaan dan organisasi internasional sesuai ketentuan hukum humaniter internasional.
Mereka juga menyatakan dukungan terhadap upaya Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat (AS) untuk mencapai gencatan senjata serta kesepakatan pertukaran tahanan sebagai “titik awal penting untuk meredakan penderitaan dan mengakhiri agresi.”
Pernyataan bersama itu menekankan pentingnya pelaksanaan segera rencana bersama Arab-OKI untuk membangun kembali Gaza tanpa pemindahan paksa warganya.
Rencana yang diadopsi pada Maret lalu itu diperkirakan memerlukan waktu lima tahun dengan anggaran sekitar 53 miliar dollar AS. Konferensi internasional rekonstruksi Gaza direncanakan berlangsung di Kairo.
Kedua organisasi juga menolak keras segala upaya pengusiran warga Palestina dari Gaza maupun Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.
Mereka menegaskan pentingnya menjaga status hukum tempat-tempat suci Islam dan Kristen di Yerusalem, serta meneguhkan peran Yordania sebagai pemegang amanat pengelolaan situs-situs tersebut.
“Perdamaian yang adil dan berkelanjutan hanya dapat dicapai melalui solusi dua negara, dengan negara Palestina merdeka berdasarkan perbatasan 1967 dan Yerusalem Timur sebagai ibu kota, sebagaimana tertuang dalam resolusi PBB,” demikian isi pernyataan.
Sejak 7 Oktober 2023, Israel dengan dukungan AS melancarkan serangan yang disebut kelompok Arab dan OKI sebagai genosida di Gaza.
Serangan itu mencakup pembunuhan massal, kelaparan, penghancuran, dan pengusiran, mengabaikan seruan internasional dan perintah Mahkamah Internasional untuk menghentikannya.
Data otoritas Palestina menunjukkan, hingga kini sedikitnya 61.599 warga Palestina tewas dan 154.088 orang terluka.
Lebih dari 10.000 orang masih hilang, ratusan ribu mengungsi, dan banyak yang meninggal akibat kelaparan, termasuk puluhan anak.
Di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, militer dan pemukim Israel juga meningkatkan kekerasan, menewaskan sedikitnya 1.013 warga Palestina dan melukai sekitar 7.000 lainnya. Lebih dari 18.500 orang ditangkap sejak agresi dimulai.