Wednesday, March 26, 2025
HomeBeritaDua pakar: Israel ingin Arab menyerah, ini yang diperlukan untuk hentikan ekspansinya

Dua pakar: Israel ingin Arab menyerah, ini yang diperlukan untuk hentikan ekspansinya

Israel terus melakukan pembantaian berdarah terhadap penduduk Jalur Gaza sejak melanjutkan perang pada dini hari 18 bulan ini.

Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan dunia Arab dan Islam untuk menghentikan rencana ekspansionis Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di kawasan tersebut.

Menurut mantan Presiden Tunisia, Moncef Marzouki, Israel ingin memaksakan penyerahan diri pada bangsa Arab. Sementara keamanan nasional Arab berada dalam ancaman besar akibat ambisi Netanyahu.

Namun, dalam wawancaranya di program Masar Al-Ahdath, Marzouki meyakini bahwa jika para pemimpin Arab bersatu, mereka memiliki kemampuan untuk menghentikan Israel dan membatasi agresinya terhadap rakyat Palestina.

Ia memperkirakan bahwa perang ini akan terus berlangsung kecuali jika rakyat bangkit dan para pemimpin Arab bergerak di tengah periode sejarah yang krusial ini.

Ia juga menegaskan bahwa Israel dan sekutu Baratnya menginginkan Hamas menyerah. Namun Hamas lebih memilih bertempur hingga titik darah penghabisan daripada tunduk pada tuntutan Israel.

Marzouki kembali menekankan pentingnya sikap Arab yang bersatu, kokoh, dan tegas. Ia menyoroti bahwa gerakan massa di dunia Arab dan Islam setelah salat Jumat bisa menjadi titik balik dalam menghentikan perang.

Hal ini juga akan mengirimkan pesan kuat kepada warga Gaza bahwa mereka tidak ditinggalkan sendirian menghadapi mesin perang brutal Israel.

Dalam daftar langkah-langkah yang dapat diambil dunia Arab untuk mendukung Gaza, Marzouki menyerukan pengusiran duta besar Israel dari negara-negara Arab dan Islam serta pemutusan hubungan diplomatik dengan Israel.

Ia juga menekankan perlunya kesiapan militer di negara-negara Arab, terutama mengingat ambisi Netanyahu yang tidak hanya terbatas pada Gaza dan Tepi Barat.

Menurut data terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza, sejak 7 Oktober 2023, jumlah korban tewas telah melebihi 50.000 jiwa. Sepertiga di antaranya adalah anak-anak, sementara jumlah korban luka-luka mencapai lebih dari 113.000 orang.

Marzouki menegaskan bahwa Netanyahu dan mantan Presiden AS Donald Trump tidak menganggap serius pertemuan puncak Arab yang telah diadakan selama perang ini.

“Legitimasi di dunia saat ini ditentukan oleh kekuatan politik, ekonomi, dan militer,” katanya.

Ia juga menambahkan bahwa Israel telah mengungkapkan niat sebenarnya terhadap kawasan ini dan tidak lagi menyembunyikan ambisi ekspansinya ke beberapa negara Arab.

Marzouki menegaskan bahwa bergabungnya lebih banyak negara Arab dalam Abraham Accords tidak akan melindungi mereka dari rencana Israel dan AS yang bertentangan dengan kedaulatan, eksistensi, dan stabilitas mereka.

“Kondisi yang terpuruk”

Sementara itu, Profesor Ilmu Politik Universitas Kuwait, Dr. Abdullah Al-Shayji, menyerukan negara-negara Arab untuk mengirim pesan yang jelas kepada Gedung Putih.

Pesan itu berisi bahwa mereka menolak sepenuhnya pemusnahan sebuah bangsa dan upaya menghapus identitas demografis melalui pembersihan etnis di Gaza dan Tepi Barat.

Al-Shayji mengkritik pernyataan Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa’ar, yang mengatakan bahwa perang akan dihentikan jika Hamas membebaskan tawanan dan meletakkan senjata.

Menurutnya, pernyataan itu hanyalah bentuk penghindaran dari kenyataan, karena masih banyak pertanyaan besar tentang masa depan pascaperang yang belum terjawab.

Ia menyayangkan sikap diam dunia, khususnya negara-negara Muslim dan Arab, terhadap genosida dan pembersihan etnis yang terjadi secara langsung di depan mata.

Ia menegaskan bahwa kembalinya Netanyahu ke jalur perang tidak memiliki justifikasi yang masuk akal.

Serta mencatat bahwa Netanyahu dan pemerintahan Biden serta Trump tidak peduli dengan keputusan yang dihasilkan dari pertemuan puncak Arab mengenai perang di Gaza.

Menurut Kantor Informasi Pemerintah Gaza, situasi di Jalur Gaza telah memasuki fase kritis akibat blokade dan penutupan perbatasan.

Pasukan pendudukan Israel secara sengaja mencegah masuknya obat-obatan, peralatan medis, suku cadang generator listrik untuk rumah sakit. Serta menghalangi ratusan dokter bedah dan tim medis asing untuk masuk ke wilayah Gaza.

Kantor tersebut juga melaporkan bahwa Israel semakin memperketat kebijakan kelaparan dan kehausan paksa. Hal itu telah menyebabkan peningkatan kasus malnutrisi, terutama di kalangan anak-anak, serta penghancuran lebih dari 700 sumur air.

Al-Shayji menegaskan bahwa sistem internasional saat ini tidak mampu merespons tragedi Gaza karena adanya standar ganda dari negara-negara Eropa.

Ia juga mengkritik sistem Arab yang dianggapnya sedang berada dalam kondisi yang terpuruk.

Menurutnya, apa yang terjadi di Gaza dan rencana yang sedang disusun oleh para pemimpin Israel merupakan ancaman langsung terhadap keamanan nasional Mesir, Lebanon, dan Suriah.

Terkait operasi Thaufan Al-Aqsha, Al-Shayji menilai bahwa serangan tersebut telah menggagalkan agenda normalisasi hubungan dengan Israel di kawasan serta meruntuhkan citra palsu Israel sebagai negara demokratis.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular