Kelompok Hamas pada Ahad (11/5/2025) mengumumkan akan membebaskan Edan Alexander, seorang warga negara ganda Israel-Amerika, sebagai bagian dari upaya untuk mencapai gencatan senjata serta membuka jalur bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Pengumuman disampaikan oleh pejabat senior Hamas, Khalil al-Hayya, yang menyebut keputusan itu diambil setelah adanya kontak langsung dengan pihak Amerika Serikat dalam beberapa hari terakhir. Mediasi dilakukan oleh Qatar, Mesir, dan Turki.
“Gerakan ini menegaskan kesiapan untuk segera memulai negosiasi intensif dan melakukan upaya serius guna mencapai kesepakatan akhir untuk mengakhiri perang dan melakukan pertukaran tahanan secara disepakati,” ujar al-Hayya dalam pernyataannya.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dalam unggahan di platform Truth Social, menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang terlibat. Ia menyebut pembebasan Alexander sebagai langkah penuh itikad baik terhadap AS dan para mediator.
“Ini merupakan langkah yang diambil dengan niat baik kepada Amerika Serikat dan upaya mediasi yang dilakukan Qatar serta Mesir untuk mengakhiri perang brutal ini dan memulangkan SEMUA sandera hidup serta jenazah kepada keluarga mereka,” tulis Trump.
Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, mengatakan bahwa Alexander kemungkinan akan dibebaskan pada Senin (12/5/2025), setelah proses negosiasi yang panjang dan kompleks. Ia menyebut keberhasilan tersebut sebagai “momen besar” berkat peran sentral Trump.
“Ini momen penting, dan sebagian besar karena peran Trump,” ujar Witkoff kepada NBC News. “Keluarganya sangat gembira.”
Alexander, yang memiliki kewarganegaraan ganda AS dan Israel, ditangkap saat bertugas sebagai anggota militer Israel dalam serangan Hamas ke wilayah selatan Israel pada 7 Oktober 2023. Saat itu, ia diketahui berada di dekat perbatasan Gaza.
Hamas juga menyatakan kesediaannya untuk membentuk badan profesional independen yang akan mengelola Gaza sebagai bagian dari kesepakatan masa depan demi menciptakan ketenangan jangka panjang, rekonstruksi, serta pencabutan blokade Israel.
Sejak 2 Maret 2025, Israel memberlakukan blokade total atas 2,3 juta penduduk Gaza, memutus seluruh pasokan kebutuhan dasar. Cadangan pangan dari masa jeda sebelumnya dilaporkan hampir habis.
Pada 18 Maret, Israel kembali melancarkan serangan militer dan mengakhiri kesepakatan gencatan senjata yang dicapai pada Januari lalu. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan, dalam 24 jam terakhir, sedikitnya 19 orang tewas dan 81 orang luka-luka akibat serangan tersebut.
Secara keseluruhan, jumlah korban tewas sejak 7 Oktober 2023 telah mencapai 52.829 orang, dengan 119.554 lainnya mengalami luka-luka.