Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), pada Rabu (27/11) menyatakan, Israel melancarkan serangan udara intensif di kota Beit Lahia dan Jabalia di wilayah utara Jalur Gaza. Demikian laporan Aljazeera Arabic.
Serangan tersebut disertai pengepungan ketat yang telah berlangsung 55 hari berturut-turut.
Dalam pernyataan resminya, Hamas mendesak langkah segera untuk menghentikan pembantaian dan kelaparan yang dilakukan militer Israel terhadap kedua kota tersebut.
“Pasukan pendudukan melanjutkan operasi militernya di Jabalia dan Beit Lahia, mengepung kedua wilayah itu dengan ketat, dan membunuh siapa pun yang mencoba keluar dari sana,” kata Hamas.
Di sisi lain, upaya internasional dan regional untuk menghentikan perang di Gaza kembali digiatkan. Langkah ini diumumkan hanya beberapa jam setelah gencatan senjata antara Israel dan Lebanon mulai berlaku.
Baca juga: Menteri Israel serang Netanyahu karena gencatan senjata dengan Hizbullah
Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, menyatakan pada Rabu, Amerika Serikat akan memulai inisiatif baru untuk mencapai gencatan senjata di Jalur Gaza.
Sementara itu, di Kairo, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi menerima kunjungan Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani. Keduanya membahas upaya bersama untuk menghentikan konflik di Gaza.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, juga menyatakan kesiapan negaranya untuk memberikan bantuan dalam bentuk apa pun demi mencapai gencatan senjata permanen di Gaza.
Sejak 7 Oktober 2023, dengan dukungan Amerika Serikat, Israel terus melakukan pembantaian massal di Gaza.
Serangan tersebut telah menewaskan dan melukai lebih dari 149 ribu warga Palestina, mayoritas adalah anak-anak dan perempuan, dengan lebih dari 10 ribu orang masih hilang.
Di tengah kehancuran besar dan kelaparan yang meluas, puluhan anak-anak dan lansia tewas, menjadikan situasi ini salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.
Baca juga: Kembali ke rumah yang hancur, harapan warga Lebanon usai gencatan senjata