Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada hari Minggu (26/1), menuduh Israel melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan menghalangi kembalinya pengungsi Palestina ke Gaza utara.
Hamas menyatakan bahwa “pendudukan Israel menunda pelaksanaan kesepakatan” tersebut.
Menurut Israel, pengungsi Palestina tidak akan diperbolehkan kembali ke Gaza utara hingga sandera Israel, Arbel Yehud, dibebaskan.
Hamas membalas dengan menyatakan bahwa mereka telah memberi tahu para mediator bahwa Yehud masih hidup dan telah memberikan jaminan yang diperlukan untuk pembebasannya.
“Kami terus mengikuti perkembangan dengan para mediator untuk menemukan solusi atas masalah ini yang dapat memastikan kembalinya pengungsi ke rumah mereka secepat mungkin,” kata Hamas, yang juga menyalahkan Israel atas penundaan tersebut. Hamas menegaskan komitmennya untuk mematuhi kesepakatan gencatan senjata guna melindungi hak-hak dan kepentingan rakyat Palestina.
Menurut situs berita Israel, Walla, Yehud, yang berusia 29 tahun, dilatih dalam program militer luar angkasa Israel dan diklasifikasikan sebagai seorang tentara.
Fase pertama dari kesepakatan gencatan senjata yang berlangsung enam minggu mulai diterapkan pada 19 Januari 2025, yang menghentikan sementara serangan militer Israel di Gaza.
Sejak dimulainya konflik pada 7 Oktober 2023, serangan Israel telah mengakibatkan lebih dari 47.000 warga Palestina tewas, mayoritas di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, serta lebih dari 111.000 orang terluka.
Dalam perjanjian tersebut, tujuh sandera Israel, termasuk empat tentara, telah dibebaskan sebagai imbalan atas pembebasan 290 tahanan Palestina.
Serangan militer Israel ini telah meninggalkan lebih dari 11.000 orang hilang, dengan kerusakan yang meluas dan krisis kemanusiaan yang telah merenggut banyak nyawa, terutama dari kalangan lansia dan anak-anak. Perang ini tercatat sebagai salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant pada November 2023 atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Selain itu, Israel juga menghadapi tuntutan genocide di Pengadilan Internasional atas perang yang dilancarkan di Gaza.