Kepala biro politik Hamas, Khalil al-Hayya, menyatakan pada Kamis bahwa kelompoknya siap membebaskan seluruh sandera yang masih ditahan di Gaza, asalkan Israel mengakhiri agresi militernya di wilayah tersebut.
Dalam pernyataannya, Hayya menegaskan kesiapan Hamas untuk melakukan “negosiasi paket menyeluruh” yang mencakup pembebasan seluruh sandera asal Israel dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina yang disepakati, penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza, dimulainya kembali proses rekonstruksi, serta pencabutan blokade yang telah berlangsung bertahun-tahun.
“Kepemimpinan Hamas dan faksi-faksi perlawanan sangat ingin menghentikan agresi brutal dan perang genosida ini,” ujar Hayya, sembari menyebut bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah melanggar kesepakatan gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari dan berlangsung selama enam pekan.
Kesepakatan tersebut seharusnya berlangsung dalam tiga tahap. Namun ketika memasuki fase kedua yang mencakup penarikan pasukan Israel dari Gaza, justru diberlakukan kembali blokade total terhadap pengiriman barang, makanan, dan bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut.
Pada 15 Maret, Israel kembali melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza. Menurut pejabat kesehatan lokal, lebih dari 51.000 warga Palestina telah tewas selama satu setengah tahun terakhir.
Hayya menyebut bahwa mediator dari Mesir dan Qatar kembali menjalin komunikasi dengan Hamas untuk mencari jalan keluar dari krisis yang disebutnya “diciptakan oleh Netanyahu dan pemerintahannya”. Hamas, katanya, menerima proposal mediator pada akhir bulan Ramadan, meskipun mereka meyakini Netanyahu ingin melanjutkan perang demi menyelamatkan karier politiknya.
Ramadan berakhir pada 30 Maret. Setelah itu, Israel mengajukan usulan tandingan yang menurut Hayya berisi “syarat-syarat yang mustahil”, termasuk permintaan agar Hamas melucuti senjatanya.
“Perlawanan adalah hak alami rakyat kami terhadap pendudukan,” tegas Hayya.
Ia juga menolak gagasan kesepakatan parsial yang menurutnya hanya akan dimanfaatkan oleh Netanyahu. Hamas, katanya, menginginkan penghentian perang secara permanen, bukan sekadar jeda sementara.
Tawaran pertukaran tawanan
Dalam kerangka itu, tawaran “paket menyeluruh” dari Hamas juga mencakup negosiasi untuk pertukaran daftar tawanan: Israel diminta menyerahkan data semua tahanan Palestina dari Tepi Barat dan Gaza, sementara Hamas akan menyerahkan daftar sandera Israel yang masih ditahan di Gaza untuk selanjutnya dibahas dalam skema pertukaran.
Bulan lalu, perwakilan senior Hamas hampir mencapai kesepakatan langsung dengan Amerika Serikat terkait pertukaran sandera. Atas instruksi Presiden Donald Trump, utusan khusus AS untuk urusan sandera, Adam Boehler, melakukan pertemuan tatap muka yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan pejabat Hamas di Doha.
Namun menurut sumber yang dikutip The New York Times, perundingan yang semula berjalan positif itu terganggu setelah diketahui oleh Israel, yang kemudian membocorkannya ke media. Proses pun terhenti.
Dalam pernyataannya pada Kamis, Hayya memuji pernyataan Boehler kepada Al Jazeera awal pekan ini, di mana pejabat AS tersebut menyatakan bahwa perang Israel di Gaza akan segera berakhir “jika seluruh sandera dibebaskan”.
Meski demikian, Boehler juga menegaskan bahwa keputusan kini sepenuhnya ada di tangan Hamas. “Mereka bisa menghubungi kapan saja,” ujarnya. “Hamas bisa mengakhiri ini.”