Wednesday, December 10, 2025
HomeBeritaIsrael ledakkan bangunan di Gaza, PBB tegas tolak pernyataan Zamir

Israel ledakkan bangunan di Gaza, PBB tegas tolak pernyataan Zamir

Ketegangan di Jalur Gaza kembali meningkat pada Selasa (09/12), ketika pasukan Israel memperluas pelanggaran terhadap gencatan senjata melalui serangan udara dan tembakan artileri yang intens di wilayah timur Khan Younis, Gaza bagian selatan.

Di kawasan lain, militer Israel juga meledakkan sejumlah bangunan permukiman di lingkungan Shujaiyah di timur Kota Gaza, serta di timur Beit Lahia, wilayah utara jalur itu.

Di tengah operasi militer yang terus berlangsung, Pertahanan Sipil Palestina mengumumkan penemuan 15 jenazah baru di halaman kompleks RS Al-Shifa di Gaza barat.

Di antara korban tersebut, 4 belum teridentifikasi. Seluruh jenazah kemudian dipindahkan ke pemakaman resmi usai proses identifikasi.

Dengan temuan terbaru ini, total jenazah yang ditemukan di kompleks tersebut mencapai 113 orang, sementara “puluhan lainnya” masih dilaporkan tertimbun di bawah reruntuhan.

Situasi ini memperburuk kondisi kemanusiaan di Gaza. Data terbaru menunjukkan bahwa pasukan Israel kini menguasai sekitar 54–58 persen wilayah jalur tersebut.

Penguasaan ini menghambat masuknya bantuan kemanusiaan dan memperdalam krisis kelaparan yang menghimpit ratusan ribu warga sipil.

Kontroversi “garis kuning”

Secara politik, ketegangan meningkat setelah Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel Eyal Zamir menyatakan bahwa apa yang disebutnya sebagai “garis kuning” telah menjadi batas baru wilayah Gaza.

Pernyataan tersebut segera menuai reaksi keras dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stéphane Dujarric, menegaskan bahwa PBB menolak sepenuhnya perubahan batas wilayah Gaza dalam bentuk apa pun.

Ia menambahkan bahwa pernyataan Zamir bertentangan dengan rencana perdamaian yang digagas Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

Di sisi lain, Hamas menyatakan bahwa peralihan menuju fase kedua dari kesepakatan gencatan senjata hanya dapat dilakukan apabila Israel melunasi seluruh kewajiban pada fase pertama.

Terutama membuka kembali Perlintasan Rafah, memasukkan 4.000 unit hunian darurat, serta menghentikan pembongkaran rumah dan serangan militer.

Sumber-sumber Israel yang dikutip media setempat mengungkapkan bahwa Washington sedang meningkatkan tekanan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Tujuannya, untuk menyetujui pelaksanaan fase kedua, termasuk penarikan tambahan pasukan Israel dari Gaza dan dimulainya proses rekonstruksi.

Harian Yisrael Hayom dan Haaretz juga melaporkan bahwa Presiden Trump mendorong percepatan implementasi kesepakatan tersebut.

Menurut laporan Haaretz, Amerika Serikat bahkan “terkejut” melihat komitmen Hamas dalam memenuhi seluruh butir kesepakatan, dan bahwa militer Israel sendiri mengakui hal serupa.

Pencarian jenazah dan penutupan berkas tawanan

Dalam perkembangan lain, Brigade Al-Quds, sayap militer Jihad Islam Palestina, mengumumkan bahwa mereka menutup berkas para tawanan Israel setelah menyerahkan satu jenazah tawanan pekan lalu.

Juru bicaranya, Abu Hamzah, menegaskan bahwa faksi-faksi perlawanan tetap berpegang pada seluruh ketentuan fase pertama dari kesepakatan Gaza.

Ia meminta para mediator dan penjamin kesepakatan untuk menekan Israel agar menghentikan pelanggaran berulang dan menerapkan semua kewajibannya.

Sementara itu, tim gabungan ICRC, Hamas, dan Komite Mesir meninggalkan kawasan Zaitoun di Gaza timur setelah upaya pencarian keenam terhadap jenazah perwira Israel Ran Ghoily berakhir tanpa hasil.

Misi tersebut dilaporkan mengalami hambatan medan yang sangat sulit. Jenazah Ghoily adalah satu-satunya jenazah tawanan Israel yang masih hilang di Gaza.

Gencatan senjata di Gaza mulai berlaku pada 10 Oktober lalu, disertai mekanisme pertukaran tawanan antara Hamas dan Israel sesuai dengan kerangka yang disampaikan Presiden Trump.

Kesepakatan ini sekaligus menjadi penanda jeda dari salah satu fase paling kelam dalam sejarah Gaza.

Hingga saat gencatan diberlakukan, lebih dari 70.000 warga Palestina gugur, sementara jumlah korban luka telah melampaui 171.000 orang—mayoritas anak-anak dan perempuan.

Daya rusak serangan selama dua tahun terakhir meninggalkan kehancuran lebih dari 90 persen infrastruktur sipil, mulai fasilitas kesehatan, jaringan air dan listrik, hingga kawasan permukiman padat.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler