Militer Israel, Rabu (21/8), mengumumkan dimulainya tahap awal serangan terhadap Kota Gaza dalam operasi yang disebut “Arabat Gideon 2”.
Serangan dimulai dengan gempuran udara dan artileri ke permukiman padat di kawasan Zeitoun, Gaza selatan.
Sementara itu, rumah sakit-rumah sakit di Gaza melaporkan sedikitnya 81 warga Palestina gugur sejak fajar akibat serangan yang menghantam berbagai wilayah.
Juru bicara militer Israel mengatakan dalam konferensi pers bahwa pasukan telah berada di pinggiran Kota Gaza dan akan memperdalam operasi dengan mengerahkan pasukan elit.
“Tahap kedua operasi ini telah dimulai atas perintah politik,” ujarnya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang saat ini berstatus buronan Mahkamah Pidana Internasional karena tuduhan kejahatan perang.
Ia dijadwalkan memimpin rapat di markas komando selatan pada Kamis (22/8) bersama Kepala Staf dan sejumlah menteri untuk mengesahkan rencana akhir pendudukan Kota Gaza.
Media Israel Yediot Aharonot mengungkap adanya ketegangan antara militer dan pemerintah mengenai penamaan operasi “Arabat Gideon 2”.
Penamaan itu dinilai sebagai sinyal dari Kepala Staf bahwa serangan kali ini bukanlah operasi besar sebagaimana diputuskan kabinet.
Sementara itu, radio Israel melaporkan mobilisasi besar-besaran: 60.000 prajurit cadangan baru dipanggil untuk memperkuat 70.000 pasukan cadangan yang telah digerakkan dua pekan sebelumnya.
Meski demikian, seorang pejabat militer mengatakan kepada stasiun televisi Amerika Serikat, ABC News, bahwa pasukan Israel masih kekurangan 10.000 hingga 12.000 prajurit.
Militer Israel bahkan menyerukan dukungan komunitas Yahudi di luar negeri untuk mengisi kekosongan tersebut.
Serangan balasan Hamas dan jihad Islam
Di sisi lain, Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, melancarkan operasi yang disebut “belum pernah terjadi sebelumnya”.
Satu unit infanteri lengkap diterjunkan untuk menyerang posisi militer Israel di timur Khan Younis.
Menurut keterangan Al-Qassam, operasi itu berlangsung berjam-jam, menewaskan sejumlah tentara, termasuk menembak mati komandan sebuah tank. Seorang pejuang dilaporkan meledakkan diri di tengah unit penyelamat Israel.
Militer Israel mengakui para pejuang keluar dari terowongan di kawasan itu. Seorang prajurit Israel dilaporkan mengalami luka serius, sementara sejumlah sumber di Israel menuding terjadi kegagalan intelijen dalam mengantisipasi serangan.
Mereka memperingatkan meningkatnya keberanian pejuang Palestina dan potensi penculikan tentara.
Sumber militer Israel yang dikutip Walla menyebut, serangan pagi itu bukan yang pertama. Dua hari sebelumnya, delapan pejuang berusaha menculik tentara Israel di Beit Hanoun, Gaza utara, namun insiden itu tidak dipublikasikan.
Sementara itu, Brigade Al-Quds, sayap militer Jihad Islam, merilis rekaman serangan mortir terhadap markas militer Israel yang ditempatkan di sebuah sekolah di kawasan Zeitoun.
Zeitoun Hancur
Serangan Israel di Zeitoun telah memasuki hari ke-11. Menurut Pertahanan Sipil Gaza, lebih dari 450 rumah dan bangunan hancur hanya dalam beberapa hari terakhir. Zeitoun adalah salah satu kawasan tertua dan terpadat di Kota Gaza.
Pertahanan Sipil memperingatkan dampak kemanusiaan yang parah. Panggilan darurat terus masuk dari warga yang terjebak di Zeitoun, Sabra, Jabalia di utara, serta Khan Younis di selatan.
Rumah sakit di Gaza mencatat, dari 81 korban tewas pada Rabu, 30 di antaranya adalah warga yang sedang menunggu bantuan pangan.
Dalam satu serangan di dekat jalur distribusi bantuan di Zikim, Gaza utara, 12 orang tewas seketika.
Di kawasan Sheikh Radwan, empat orang gugur dan beberapa lainnya terluka akibat serangan udara.
Perang kelaparan
Sementara serangan berlangsung, situasi kemanusiaan semakin memburuk. Komisioner UNRWA Philippe Lazzarini menyatakan jumlah anak penderita gizi buruk di Gaza telah meningkat tiga kali lipat.
Program Pangan Dunia (WFP) menyebut keluarga-keluarga di Gaza kini menghadapi “kematian akibat kelaparan, bukan sekadar rasa lapar”.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan tiga warga meninggal akibat kelaparan dalam 24 jam terakhir.
Dengan demikian, jumlah korban jiwa akibat kelaparan sejak awal perang mencapai 269 orang, termasuk 112 anak.
Sejak 7 Oktober 2023, Israel dengan dukungan Amerika Serikat melancarkan perang yang disebut banyak pihak sebagai “pemusnahan massal”.
Lebih dari 62.000 warga Palestina tewas, 156.000 terluka, dan hampir seluruh penduduk Gaza kehilangan tempat tinggal.
Skala kehancuran yang terjadi digambarkan para pengamat sebagai yang terburuk sejak Perang Dunia II.