Tuesday, April 22, 2025
HomeBeritaItzhak Brik: Israel gagal total di Gaza, hanya tuai kekalahan dari Hamas

Itzhak Brik: Israel gagal total di Gaza, hanya tuai kekalahan dari Hamas

Pensiunan jenderal Angkatan Bersenjata Israel, Itzhak Brik, melontarkan kritik tajam terhadap militernya sendiri.

Dalam artikel yang dimuat harian Maariv, Brik menyebut Israel menderita kekalahan militer yang menyakitkan di tangan Hamas dalam perang yang masih berlangsung di Gaza.

“Militer tidak mencapai satu pun tujuan utama dari operasi ini,” tulis Brik, yang dijuluki “Nabi Amarah Israel”.

Ia menambahkan bahwa Israel gagal menundukkan Hamas maupun membebaskan seluruh sandera.

Ia menegaskan bahwa perang ini berlangsung tanpa arah yang jelas, menyebabkan kerugian besar bagi pasukan Israel tanpa menghasilkan perubahan strategis berarti di Gaza.

Kritik atas strategi militer dan struktur pasukan

Brik menolak anggapan bahwa kegagalan ini semata tanggung jawab para politisi. Ia menyatakan bahwa memuja militer seolah-olah berhasil dalam operasi di Gaza adalah penyesatan publik.

Dalam analisanya, Brik menyoroti kekurangan struktural dalam tubuh militer Israel. Ia menilai bahwa ukuran pasukan darat Israel tidak mencukupi untuk mempertahankan wilayah yang sempat mereka duduki di Gaza.

Akibatnya, pasukan Israel terpaksa mundur lalu kembali ke wilayah yang sama, berulang kali, yang menyebabkan jatuhnya lebih banyak korban di pihak tentara.

Lebih jauh, ia menyebut bahwa Hamas masih mempertahankan kekuatan utama mereka di dalam “kota bawah tanah” berupa jaringan terowongan yang tak kunjung berhasil dihancurkan oleh Israel.

Hamas disebut mampu terus memimpin perlawanan dari bawah tanah, sementara militer Israel bahkan belum mampu membentuk pemerintahan pengganti di wilayah tersebut—salah satu tujuan awal perang yang dijanjikan para pemimpin Israel.

Brik mengungkap bahwa Hamas hampir sepenuhnya memulihkan kekuatannya, dengan lebih dari 30.000 pejuang bersembunyi di dalam terowongan dan terus melancarkan serangan sebelum kembali menghilang ke bawah tanah.

Ia juga menuduh bahwa kelompok tersebut menguasai bantuan kemanusiaan dan menyimpannya untuk kebutuhan jangka panjang.

Lebih mengkhawatirkan, menurut Brik, adalah kenyataan bahwa jaringan terowongan yang menghubungkan Gaza dan Sinai masih aktif.

Terowongan itu digunakan untuk menyelundupkan senjata ke wilayah Gaza—bertolak belakang dengan klaim resmi militer bahwa jalur-jalur tersebut telah sepenuhnya dihentikan.

Hanya kurang dari seperempat jaringan terowongan yang mengalami kerusakan, ungkapnya, mengakui bahwa pernyataan sebelumnya bersifat menyesatkan.

Brik menegaskan bahwa dalam kondisi seperti ini, militer Israel tidak memiliki kapasitas untuk menang melawan Hamas.

Ia menyebut bahwa kemenangan hanya bisa diraih melalui rehabilitasi militer secara menyeluruh dan peningkatan jumlah pasukan darat, sesuatu yang menurutnya “tidak menjadi agenda” saat ini.

Biaya perang yang terlalu mahal

Selain kegagalan militer, Brik memaparkan sederet kerugian strategis yang diderita Israel akibat berlanjutnya perang.

Di antaranya adalah terbunuhnya sejumlah sandera dalam terowongan akibat operasi militer, meningkatnya jumlah korban jiwa di pihak militer, dan terkurasnya kekuatan manusia serta persenjataan pasukan darat.

“Israel membayar harga yang sangat mahal,” tulisnya.

Dunia mulai memalingkan muka dari Israel, dan dalam pandangan banyak negara, Israel kini dipandang sebagai negara yang dikucilkan. Ekonomi negara itu pun terus memburuk. Sementara ketegangan politik internal mengarah pada potensi konflik sipil yang serius.

Brik menyerukan penghentian segera aksi militer sebagai jalan terbaik untuk menyelamatkan para sandera.

Ia menilai hal itu bukan hanya langkah moral, melainkan juga kepentingan nasional yang rasional, jauh lebih berguna ketimbang terus menerus mengorbankan nyawa tanpa arah dan tujuan.

Ancaman dari luar Gaza

Lebih jauh, Brik memperingatkan bahwa ancaman terhadap Israel bukan hanya berasal dari Hamas.

Ia menyebut sejumlah perkembangan regional yang menurutnya sangat mengkhawatirkan.

Meningkatnya kerja sama militer antara Turki dan Suriah, kesiapsiagaan militer Mesir yang dianggap sebagai kekuatan terbesar di kawasan, serta penguatan pengaruh Iran di Yordania termasuk suplai senjata canggih ke kelompok-kelompok bersenjata yang memusuhi Israel.

Dalam pandangannya, militer Israel dalam kondisinya sekarang bahkan tidak mampu membela perbatasannya sendiri atau melakukan serangan strategis bila dibutuhkan.

Karena itu, Brik menyimpulkan bahwa upaya untuk mereformasi dan memperkuat kembali militer Israel merupakan kebutuhan mendesak yang lebih penting ketimbang melanjutkan perang dengan Hamas.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular