Friday, April 18, 2025
HomeBeritaMedia Israel: Hamas bukan Nazi dan Gaza bukan Dresden

Media Israel: Hamas bukan Nazi dan Gaza bukan Dresden

Harian Israel Haaretz mengkritik keras narasi yang berkembang di kalangan pendukung serangan militer Israel di Jalur Gaza.

Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh jurnalis Nir Hasson, Haaretz menolak pembenaran atas tindakan brutal di Gaza dengan merujuk pada pemboman Sekutu terhadap Kota Dresden di Jerman pada Perang Dunia II.

Menurut artikel tersebut, pendukung serangan terhadap Gaza membandingkan situasi saat ini dengan tindakan militer Inggris dan Amerika Serikat (AS) yang menghancurkan Dresden pada 13 Februari 1945.

Selama 23 menit, kota tersebut dihujani bom hingga rata dengan tanah, menewaskan puluhan ribu warga sipil.

Pembenaran ini, menurut Hasson, muncul sejak serangan Hamas ke wilayah selatan Israel pada 7 Oktober 2023.

Saat itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut Hamas sebagai “Nazi baru” bahkan lebih buruk dari Nazi.

“Dengan menggunakan analogi Nazi, masyarakat dan tentara Israel dibebaskan dari pertimbangan etika, hukum internasional, dan nurani. Bila kita melawan Nazi, segala cara menjadi sah. Jika tidak, kita akan berakhir di Auschwitz,” tulis Hasson, merujuk pada kamp konsentrasi Nazi di Polandia.

Dalam artikelnya, Hasson menyampaikan 6 poin penting yang menurutnya perlu menjadi bahan pertimbangan dalam diskusi publik dan politik mengenai perang di Gaza.

Pertama, keberhasilan Zionisme dan kekuatan Israel. Israel adalah negara yang kuat, kaya, dan memiliki jaringan aliansi global serta senjata non-konvensional.

Narasi yang menggambarkan Israel sebagai pihak lemah dan dikepung oleh “Nazi modern” justru merusak pencapaian besar gerakan Zionis.

Kedua, Dresden dan propaganda Nazi. Tragedi Dresden dikenang bukan karena jumlah korbannya yang tertinggi, melainkan karena propaganda yang mengikutinya.

Menteri Propaganda Nazi, Joseph Goebbels, mengklaim 200 ribu korban jiwa, padahal studi modern menyebutkan hanya sekitar 25 ribu.

Sebagai perbandingan, jumlah korban tewas di Gaza dua kali lipat dari itu, hampir setara dengan korban bom atom di Hiroshima.

Ketiga, stempel Nazi dan kebebasan menembak. Melabeli Hamas sebagai Nazi memungkinkan Israel melancarkan serangan tanpa batas. Namun, menurut Hasson, kebijakan tersebut justru merusak keamanan Israel sendiri.

Keempat, efek jangka panjang, generasi yatim piatu. Serangan di Gaza menghasilkan generasi baru yang termotivasi untuk berjuang melawan mereka yang dianggap bertanggung jawab atas kematian orang tua mereka. Hal ini menjadi sumber kekuatan baru bagi Hamas.

Kelima, narasi korban abadi. Agar dunia menerima bahwa Hamas setara dengan Nazi, Israel harus terus memainkan peran sebagai korban abadi.

Banyak warga Israel melihat penderitaan warga Gaza sebagai harga yang layak atas tragedi 7 Oktober.

Keenam, perang balas dendam, bukan pertahanan. Hasson menegaskan bahwa perang saat ini telah keluar dari kerangka pertahanan diri dan lebih mencerminkan balas dendam. Dengan demikian, perang ini tidak bisa lagi disamakan dengan Perang Dunia II.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular