Sunday, March 30, 2025
HomeAnalisis dan OpiniMengapa potensi kesepakatan militer antara Turki dan Suriah cemaskan Israel?

Mengapa potensi kesepakatan militer antara Turki dan Suriah cemaskan Israel?

Pembicaraan semakin intens mengenai kemungkinan kesepakatan untuk membingkai kerja sama militer antara Suriah dan Turki.

Pembicaraan ini di saat pemerintahan baru Suriah berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan proses integrasi faksi-faksi bersenjata di bawah Kementerian Pertahanan.

Kesepakatan ini dapat mencakup pelatihan bagi tentara baru Suriah, pemberian persenjataan, serta pendirian pangkalan militer Turki di wilayah Suriah.

Pada awal Maret ini, Kedutaan Besar Turki di Damaskus mengumumkan bahwa atase militer, Letnan Kolonel Hüseyin Göz, telah mulai menjalankan tugasnya.

“Kerja sama militer yang erat dengan Suriah sebagai negara sahabat,” kata Kedutaan.

Laporan ini akan mengulas titik-titik kerja sama militer yang mungkin terjadi antara Suriah dan Turki. Serta, dampaknya terhadap kepentingan regional dan internasional yang mungkin bertentangan atau bersinggungan dengan kesepakatan tersebut.

Pangkalan militer bersama

Menurut informasi yang diperoleh Al Jazeera dari sumber di Kementerian Pertahanan Suriah, diperkirakan akan dibentuk pangkalan militer bersama antara tentara Suriah dan Turki di beberapa lokasi berbeda.

Pangkalan ini kemungkinan akan mencakup pangkalan udara di utara, timur, dan tengah Suriah. Termasuk bandara Meng, Deir ez-Zor, T4 (Tifor), dan Palmyra.

Pangkalan-pangkalan ini akan digunakan untuk pelatihan dan pengembangan pasukan Suriah, sesuai dengan kesepakatan yang sedang dirancang antara kedua pihak.

Serangan udara Israel baru-baru ini mungkin merupakan respons kekhawatiran dan peringatan dini terhadap langkah-langkah tersebut.

Pada 20 Maret lalu, tentara Turki telah mengirim konvoi militer ke Bandara Meng, yang terletak di utara Aleppo.

Bandara ini diperkirakan akan menjadi pangkalan pertama yang digunakan bersama oleh Ankara dan Damaskus.

Surat kabar Turki Hürriyet juga mengungkapkan kemungkinan Turki akan memasok tentara Suriah dengan produk industri pertahanannya yang canggih.

Selain itu, penasihat militer Turki akan dikirim ke Suriah untuk membantu dalam restrukturisasi tentara Suriah.

Kesepakatan ini berpotensi menguntungkan kedua belah pihak. Pemerintahan Suriah sedang berupaya membangun kembali tentaranya setelah runtuhnya tentara lama yang sebelumnya setia kepada Bashar al-Assad.

Sementara itu, bagi Ankara, memperkuat kehadirannya di Suriah adalah langkah strategis untuk mengatasi kekhawatiran keamanan nasionalnya.

Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan, pada pertengahan Februari lalu, menyatakan bahwa negaranya akan mengawasi secara ketat pelaksanaan kesepakatan antara Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dan pemerintah Suriah.

Ia memperingatkan kemungkinan adanya “ranjau tersembunyi” dalam perjanjian tersebut yang dapat muncul di masa depan.

Sumber militer di Damaskus juga tidak menutup kemungkinan bahwa kesepakatan ini akan mencakup penggunaan drone militer Turki di pangkalan-pangkalan bersama. Seperti yang dilakukan Ankara di pangkalan yang didirikannya di wilayah barat Libya yang dikuasai pemerintah.

Sejak awal tahun ini, Turki berupaya mengintegrasikan tentara baru Suriah ke dalam aliansi regional yang mencakup Suriah, Yordania, dan Irak.

Aliansi ini bertujuan untuk mencegah kebangkitan kembali kelompok ISIS, seiring dengan laporan bahwa pemerintah AS sedang mempertimbangkan penarikan pasukan dari Suriah.

Sejak pekan pertama setelah jatuhnya Bashar al-Assad, Menteri Pertahanan Turki Yaşar Güler telah menyatakan kesiapan negaranya untuk memberikan pelatihan militer kepada pemerintahan baru Suriah jika mereka menginginkannya.

Kerja sama yang meningkat sejak 2016

Kerja sama militer antara Turki dan Suriah bukanlah hal baru. Sebelumnya, Turki telah mendukung faksi-faksi oposisi bersenjata Suriah, terutama dalam operasi yang menargetkan ISIS dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF).

Pada Agustus 2016, militer Turki pertama kali melakukan intervensi darat di Suriah untuk membantu faksi-faksi oposisi melawan ISIS dalam operasi yang disebut “Perisai Eufrat”.

Dengan dukungan Turki, oposisi berhasil merebut wilayah strategis di pedesaan utara Aleppo. Setelah sebelumnya kehilangan banyak wilayah akibat serangan ISIS dan SDF yang didukung oleh serangan udara Rusia.

Pada tahun 2018, militer Turki mendukung oposisi Suriah dalam melancarkan operasi “Ranting Zaitun” melawan SDF, yang mengakibatkan pengambilalihan wilayah Afrin.

Setahun kemudian, operasi “Mata Air Perdamaian” memungkinkan oposisi merebut wilayah strategis di Raqqa. Kedua operasi ini akhirnya memutus jalur kendali SDF di sepanjang perbatasan Turki.

Seiring waktu, faksi-faksi yang berpartisipasi dalam operasi militer yang didukung Turki membentuk “Tentara Nasional Suriah”, yang terdiri dari lebih dari 20 faksi yang terbagi dalam tiga korps militer.

Selain itu, Turki juga mendukung pembentukan delapan brigade di Idlib dari faksi-faksi oposisi, yang disebut “brigade pendukung”. Serta mendirikan puluhan pos militer di barat laut Suriah dengan kerja sama mereka.

Pembicaraan dengan pemerintahan Trump

Steven Witkoff, utusan khusus Presiden AS untuk Timur Tengah, menggambarkan percakapan telepon antara Donald Trump dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan pada pertengahan bulan ini sebagai “sangat baik”.

“Hal-hal positif akan datang,” katanya.

Menurut sumber diplomatik di Washington, Turki sedang berusaha mencegah skenario di mana pemerintahan Trump memberikan kebebasan kepada Rusia dalam isu Suriah.

Ini dilakukan untuk menghindari kesepakatan antara Moskow dan Tel Aviv yang dapat menguntungkan Israel. Turki menolak kembalinya pengaruh militer Rusia di Suriah setelah dikurangi pasca jatuhnya Bashar al-Assad.

Sebaliknya, Ankara berupaya untuk menyelaraskan aktivitas militernya di Suriah dengan pemerintahan Trump. Terutama terkait perang melawan ISIS dan pengelolaan penjara yang menampung ribuan tersangka anggota ISIS.

Di sisi lain, Rusia secara terbuka ingin kembali berperan dalam konflik Suriah. Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengirim surat kepada Presiden Suriah Ahmad Sharaa. Putin menyatakan dukungannya untuk stabilisasi Suriah dan kesiapan Moskow untuk bekerja sama dengan Damaskus.

Sumber juga menyebutkan bahwa Israel sedang melobi pemerintahan AS untuk meningkatkan tekanan terhadap pemerintahan baru Suriah guna membatasi kerja sama antara Suriah dan Turki.

Pada Desember 2024, sebelum resmi menjabat, Trump menyatakan bahwa Turki akan memiliki kendali atas situasi di Suriah melalui hubungannya dengan faksi-faksi bersenjata yang telah mengambil alih negara tersebut melalui “proses yang tidak bersahabat.”

Israel: Pihak yang paling dirugikan

Media Israel melaporkan bahwa kekhawatiran semakin meningkat di Tel Aviv terkait kemungkinan konfrontasi langsung dengan Turki di Suriah.

Laporan menyebutkan bahwa badan keamanan Israel telah mengadakan pertemuan darurat untuk membahas perkembangan terbaru di Suriah.

Menurut sumber militer Israel, tentara Suriah sedang memulihkan pangkalan militer dan sistem rudalnya. Serta berkoordinasi dengan Turki untuk menyerahkan beberapa wilayah dekat Palmyra kepada pasukan Turki sebagai imbalan atas dukungan kepada Damaskus.

Sumber juga menyebutkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah meminta penasihatnya untuk menggarisbawahi kemungkinan konfrontasi militer dengan Turki di Suriah melalui media.

Kekhawatiran Israel terhadap kerja sama Turki-Suriah semakin nyata, terutama setelah serangan udara Israel pada 22 Maret, yang menargetkan pangkalan udara di Palmyra dan T4 di pedesaan Homs.

Jika Turki mendirikan pangkalan militer di Homs, cakupan radar dari pangkalan ini bisa mencapai Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.

Sejumlah analis keamanan Israel memperingatkan kemungkinan perang proksi antara Turki dan Israel di Suriah.

Sejak jatuhnya Bashar al-Assad, Israel telah mengandalkan minoritas di Suriah. Terutama Kurdi dan Druze, untuk menyeimbangkan pengaruh Turki dan Qatar terhadap pemerintahan baru Suriah.

Konflik ini masih berkembang, dan pergeseran kekuatan antara aktor-aktor regional akan sangat menentukan masa depan Suriah.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular