Menteri ekstremis Israel menyerukan untuk menghapus bulan suci Ramadhan serta mengabaikan segala ketegangan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur selama bulan suci tersebut.
“Apa yang disebut bulan Ramadhan harus dihapuskan, dan ketakutan kita terhadap bulan ini juga harus dihapuskan,” kata,” Menteri Warisan Israel, Amichai Eliyahu kepada Radio Angkatan Darat, seperti dikutip Anadolu pada Sabtu (2/3).
Pernyataan Eliyahu menyusul kabar kebocoran keamanan Israel yang mengindikasikan kekhawatiran akan meletusnya situasi di dua wilayah yang mereka kuasai, yakni Tepi Barat dan Yarusalem Timur selama bulan Ramadhan.
Bukan kali ini saja Eliyahu mengeluarkan pernyataan ekstrem. November lalu, Eliyahu juga mengatakan menjatuhkan bom nuklir di Jalur Gaza adalah sebuah pilihan.
Media Israel mengatakan bahwa AS telah menekan Tel Aviv untuk mencapai kesepakatan pertukaran sandera dengan Hamas dan gencatan senjata di Gaza sebelum Ramadhan.
Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada pekan lalu bahwa terlalu dini mengatakan pihaknya telah mencapai kesepakatan mengenai pertukaran tahanan dengan Hamas.
Sementara itu, Council on Muslim-American Relations (CAIR) mengecam pernyataan yang dikeluarkan oleh Eliyahu.
Wakil Direktur Eksekutif CAIR Edward Ahmad Mitchel juga terus mendesak agar Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengecam Eliyahu.
“Sekali lagi, seorang pejabat pemerintah Israel secara terbuka menyuarakan pernyataan genosidal yang luput dikutuk oleh pemerintahan Biden,” kata Mitchell seperti dilansir New Arab.
CAIR mengatakan pemerintah Israel terus menyerukan kepada semua orang bahwa mereka telah meluncurkan perang terhadap seluruh penduduk Palestina.
“Termasuk simbol-simbol kebudayaan mereka, dari gereja, masjid, hingga Ramadhan itu sendiri,” lanjutnya.
Hamas, yang disebut-sebut menyandera lebih dari 130 orang Israel, menuntut diakhirinya serangan Israel di Gaza dengan timbal balik akan melepaskan para tawanan.
Sebelumnya kesepakan gencatan senjata pada November 2023 setuju untuk membebaskan 81 warga Israel dan 24 warga asing dengan timbal balik pembebasan 240 warga Palestina, termasuk 71 wanita dan 169 anak-anak.
Israel telah melancarkan serangan militer mematikan di Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menurut Tel Aviv menewaskan kurang dari 1.200 orang.
Namun, sejak saat itu, Haaretz mengungkap bahwa helikopter dan tank tentara Israel pada faktanya telah membunuh banyak dari 1.139 tentara dan warga sipil yang diklaim oleh Israel telah dibunuh oleh kelompok perlawanan Palestina.
Hingga saat ini, setidaknya lebih dari 30.000 warga Palestina telah terbunuh dan 70.457 lainnya terluka di tengah kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan bahan pokok.
Israel juga memberlakukan blokade yang melumpuhkan Jalur Gaza yang menyebabkan penduduk menghadapi krisis kelaparan.
Perang Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza terpaksa mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan.
Sementara 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut telah rusak atau hancur, menurut PBB.
Israel juga dianggap telah melakukan genosida oleh Mahkamah Internasional.
Keputusan sementara pada bulan Januari memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.