Militer Israel memutuskan untuk memperpanjang masa wajib militer selama empat bulan, di tengah kekurangan personel yang signifikan. Hal ini dilaporkan oleh media lokal pada Minggu (28/4/2025), seperti dikutip Anadolu.
Harian Yedioth Ahronoth menyebutkan bahwa masa wajib militer kini diperpanjang menjadi empat bulan hingga tiga tahun penuh. Selain itu, militer juga menangguhkan cuti prapemulangan, sehingga prajurit diwajibkan menyelesaikan masa dinas penuh sebelum diberhentikan.
Belum ada konfirmasi resmi dari pihak militer Israel terkait laporan ini.
Menurut laporan tersebut, keputusan diambil menyusul kekurangan personel yang disebut “belum pernah terjadi sebelumnya”, dengan kekurangan sekitar 10.000 tentara, termasuk 7.000 di antaranya yang bertugas di unit tempur.
Langkah ini diambil di tengah operasi militer Israel yang terus berlangsung di Jalur Gaza sejak Oktober 2023. Hingga kini, serangan Israel telah menewaskan hampir 51.500 orang, mayoritas di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
Pemerintah Israel sebelumnya berupaya mengesahkan undang-undang yang memperpanjang masa wajib militer dari dua tahun delapan bulan menjadi tiga tahun. Namun, usulan tersebut menghadapi penolakan dari kelompok ultra-Ortodoks yang menjadi bagian dari koalisi pemerintahan. Mereka menuntut pengecualian dari wajib militer bagi komunitas mereka sebagai syarat untuk mendukung undang-undang tersebut.
Komunitas Yahudi ultra-Ortodoks atau Haredi diketahui mencakup sekitar 13 persen dari total populasi Israel yang mencapai 10 juta jiwa.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menghadapi surat perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sejak November lalu atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas operasi militernya di wilayah tersebut.