Monday, November 18, 2024
HomeHeadlineMiliter Israel target rekrutmen ultra-ortodoks karena krisis pasukan

Militer Israel target rekrutmen ultra-ortodoks karena krisis pasukan

Ia menyebutkan insiden terbaru ketika sebuah drone Hizbullah melayang di atas wilayah utara Israel selama 40 menit, sebelum akhirnya meledak di pangkalan militer Elyakim, menyebabkan dua tentara terluka.

Media Israel menyoroti krisis kekurangan personel militer yang dihadapi tentara Israel, terutama di tengah meningkatnya ketegangan di perbatasan utara dengan Hizbullah.

Aljazeera Arabic menulis, menurut Nir Dvori, reporter urusan militer untuk Channel 12, komando wilayah utara Israel kini sangat selektif dalam menempatkan pasukan hanya di lokasi yang benar-benar diperlukan.

Ini dilakukan mengingat tingginya angka korban dari pertempuran selama pekan terakhir, khususnya dari Brigade Golani. “Situasinya sulit. Mereka membutuhkan dukungan dari kita semua,” ujarnya.

Yossi Yehoshua, analis militer dari Channel 24, menyoroti bahwa Israel menghadapi masalah serius terkait jumlah pasukan. Tentara kini meminta persetujuan politik untuk menambah 7.500 personel tempur guna memenuhi kebutuhan operasional.

Sebagai bagian dari solusi, militer berencana merekrut 4.800 anggota komunitas ultra-Ortodoks (Haredi) tahun ini. Target ini naik signifikan dari 1.200 orang pada tahun sebelumnya. Langkah ini menjadi prioritas untuk mengatasi kekurangan sumber daya manusia.

Dalam isu keamanan, analis nasional Kobi Marom mencatat bahwa Hizbullah terus menunjukkan kemampuan operasional tinggi, termasuk dalam peluncuran rudal dan penggunaan drone.

Ia menyebutkan insiden terbaru ketika sebuah drone Hizbullah melayang di atas wilayah utara Israel selama 40 menit, sebelum akhirnya meledak di pangkalan militer Elyakim, menyebabkan dua tentara terluka.

Sejak 7 Oktober 2023, lebih dari 2.300 drone telah diluncurkan dari berbagai lokasi, menewaskan 15 orang.

Netanyahu dan Krisis Politik
Dalam ranah politik, hasil survei oleh Dana Weiss dari Channel 12 mengungkapkan keraguan publik terhadap kemampuan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk memimpin di tengah persidangan hukumnya.

Sebanyak 50% responden percaya ia tidak mampu, sementara 42% yakin sebaliknya.

Terkait kegagalan mencapai kesepakatan pertukaran tahanan, survei mencatat 52% responden menilai alasan utama adalah motif politik, sementara 36% menyebut alasan teknis.

Weiss menyimpulkan bahwa “publik Israel melihat kurangnya kesepakatan sebagai akibat dari kalkulasi partisan, sesuatu yang sulit diterima.”

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular