Sunday, May 4, 2025
HomeBeritaNetanyahu: Kemenangan atas Hamas lebih utama daripada penyelamatan sandera

Netanyahu: Kemenangan atas Hamas lebih utama daripada penyelamatan sandera

Di tengah tekanan publik yang meningkat dan kecaman dari keluarga sandera, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali menegaskan prioritas utamanya dalam perang Gaza.

Dalam pernyataan kontroversial yang disampaikan saat pertemuan dengan para pelajar Israel, Kamis (1/5/2025), Netanyahu menyatakan bahwa meski Israel menginginkan pemulangan semua sandera.

Baik yang hidup maupun yang telah meninggal. Tujuannya tertinggi dari perang ini adalah memenangkan pertempuran melawan musuh.

“Memulangkan para sandera adalah tujuan yang sangat penting,” ujar Netanyahu.

Namun ia menambahkan bahwa ada tujuan yang lebih tinggi.

“Yaitu kemenangan atas musuh-musuh kita. Itulah yang akan kami capai,” imbuhnya.

Pernyataan tersebut memicu gelombang kemarahan dari keluarga para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza.

Dalam pernyataan yang diunggah di platform X, mereka mengecam sikap perdana menteri yang dinilai mengabaikan nasib 59 warga Israel yang masih berada dalam tahanan Hamas, di mana 24 orang di antaranya diyakini masih hidup.

“Kembalinya para pria dan wanita yang diculik bukanlah tujuan sekunder. Itu seharusnya menjadi prioritas tertinggi yang mengarahkan seluruh kebijakan pemerintah Israel,” imbuhnya.

Kemarahan keluarga sandera tak lepas dari dinamika politik dalam negeri Israel yang kian kompleks.

Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, tokoh sayap kanan ultranasionalis, sempat menyatakan bahwa pembebasan sandera “bukanlah prioritas utama” pemerintah.

Sikap serupa juga ditunjukkan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir.

Keduanya mengancam akan menjatuhkan pemerintahan Netanyahu bila menyetujui gencatan senjata atau mengakhiri operasi militer di Gaza.

Banyak pengamat dan keluarga korban menilai Netanyahu memilih mempertahankan koalisi ekstrem kanan guna menjaga kekuasaannya, ketimbang mengambil langkah-langkah serius untuk menyelamatkan para sandera.

“Kami khawatir Netanyahu lebih mementingkan kelangsungan politiknya daripada kehidupan sandera,” demikian pernyataan dari keluarga para korban.

Sementara itu, Hamas berulang kali menyatakan kesediaannya melakukan negosiasi menyeluruh.

Tujuannya guna menukar para sandera dengan penghentian perang dan penarikan pasukan Israel sepenuhnya dari Gaza.

Namun, media Israel melaporkan bahwa Netanyahu menolak tawaran gencatan senjata selama lima tahun yang memungkinkan pembebasan seluruh sandera sekaligus.

Sumber politik yang dikutip media setempat mengungkapkan bahwa penolakan itu berasal langsung dari kantor Perdana Menteri.

Hamas, dalam berbagai pernyataannya, menegaskan bahwa mereka terbuka terhadap solusi diplomatik, asalkan serangan terhadap warga sipil di Gaza dihentikan.

Sementara perundingan macet, Israel justru bersiap memperluas operasi militernya di Gaza. Haaretz melaporkan pada Rabu (30/4) bahwa militer Israel akan memanggil puluhan ribu tentara cadangan untuk memperkuat serangan.

Langkah ini mempertegas sinyal bahwa perang yang telah berlangsung lebih dari enam bulan itu belum akan berhenti dalam waktu dekat.

Sejak dimulainya pengepungan Gaza 18 tahun silam, situasi kemanusiaan terus memburuk. Kini, lebih dari 1,5 juta dari sekitar 2,4 juta penduduk Gaza kehilangan tempat tinggal akibat pemboman intensif.

Dengan tertutupnya akses bantuan kemanusiaan, wilayah tersebut telah memasuki fase kelaparan akut.

Pada awal Maret lalu, tahapan pertama dari kesepakatan pertukaran tahanan dan gencatan senjata sempat berjalan selama beberapa pekan melalui mediasi Mesir, Qatar, dan dukungan Amerika Serikat (AS).

Namun, tahapan kedua tak pernah terlaksana. Netanyahu justru memilih melanjutkan serangan besar-besaran sejak 18 Maret lalu, mengikuti tekanan dari faksi paling keras dalam pemerintahannya.

Pernyataan Netanyahu bahwa “kemenangan atas musuh lebih penting dari menyelamatkan sandera” menegaskan dilema moral dan politik yang kini dihadapi Israel.

Di satu sisi, pemerintahan Israel menghadapi ancaman dari dalam: ketegangan koalisi, tekanan publik, dan isolasi internasional.

Di sisi lain, jalur diplomatik yang ditawarkan Hamas untuk mengakhiri perang dan menyelamatkan warga Israel belum mendapatkan respons konstruktif dari Tel Aviv.

Dengan krisis kemanusiaan di Gaza yang kian menganga dan sandera yang belum pulang, publik Israel kini dihadapkan pada pertanyaan mendasar: perang ini untuk kemenangan siapa, dan dengan pengorbanan sebesar apa?

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular