YERUSALEM
Tuduhan miring kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang selalu berupaya menggagalkan negosiasi tidak hanya berasal dari Hamas. Berbagai pihak dari dalam Israel juga mengatakan hal yang sama.
Anadolu melaporkan, satu sumber Israel pada Jumat mengatakan Netanyahu mengendalikan negosiasi sendirian dalam negosiasi pertukaran tahanan dengan pejuang Palestina, Hamas.
Badan penyiaran Israel KAN mengutip pernyataan anonim dari dalam Israel bahwa Netanyahu sendirian dalam mengatur jalannya negosiasi, dan dia yang mengeraskan posisinya dalam setiap isu terkait negosiasi itu.
Suratkabar Israel Yedioth Ahronoth menulis, ada kekhawatiran di Israel bahwa Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan pertukaran tawanan, menyusul perselisihan antara dia dan Kepala Mossad David Barnea mengenai beberapa istilah dalam proposal gencatan senjata.
Yedioth Ahronoth menambahkan, perdebatan utama antara Netanyahu dengan dua badan intelijen Israel – Mossad dan Shin Bet adalah perihal melanjutkan perang dengan Hamas. Mossad dan Shin Bet mengatakan perang dilanjutkan jika Hamas melanggar perjanjian, sedangkan Netanyahu ingin kembali berperang kapan saja.
Pada Kamis, delegasi Israel dipimpin oleh Kepala Shin Bet Ronen Bar berkunjung ke Kairo untuk meneruskan negosiasi dan kembali ke Israel pada Jumat.
Upaya dari AS, Qatar, dan Mesir untuk menengahi perjanjian antara Hamas dan Israel selalu digagalkan oleh sikap Netanyahu.
Israel, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang masih berlangsung di Gaza sejak kelompok perjuangan Palestina Hamas meluncurkan serangan pada 7 Oktober.
Hampir 38.300 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, terbunuh, dan lebih dari 88.300 orang lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Memasuki bulan kesembilan perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza luluh lantak akibat pengepungan terhadap akses makanan, air bersih serta obat-obatan yang melumpuhkan.
Israel dituding melakukan genosida dalam kasus yang dilayangkan di Mahkamah Internasional (ICJ), yang keputusan terbarunya memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militer di Kota Rafah, di mana lebih dari satu juta warga Palestina berlindung dari perang sebelum kota itu diserbu pada 6 Mei.