Tuesday, April 1, 2025
HomeHeadlineOPINI - Kabinet baru Suriah, pemerintahan berbasis meritokrasi

OPINI – Kabinet baru Suriah, pemerintahan berbasis meritokrasi

Oleh: Pizaro Gozali Idrus

Pada Sabtu, 29 Maret 2025, Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa mengumumkan pembentukan kabinet baru setelah sebelumnya diisi oleh pejabat sementara dalam beberapa bulan terakhir.

Langkah ini tentu saja menarik perhatian banyak pihak, mengingat kabinet baru Suriah banyak diisi oleh para profesional dan pakar di bidangnya, yang memiliki reputasi akademik dan profesional yang sangat memadai.

Kabinet berbasis kepakaran

Kabinet baru Suriah ini tidak hanya berisi nama-nama yang sudah dikenal di kalangan politikus, tetapi juga diisi oleh individu-individu dengan latar belakang akademik dan keahlian di bidangnya.

Dari Menteri Ekonomi, Menteri Informasi, hingga Menteri Transportasi dan Menteri Pendidikan Tinggi, semua posisi strategis ini diisi oleh para pakar yang memiliki rekam jejak luar biasa dalam bidang masing-masing, jauh dari kesan keberadaan “buzzer” atau individu yang hanya mengandalkan koneksi politik semata.

Dalam perspektif kebijakan publik, pembentukan kabinet ini tampak menunjukkan kesungguhan Damaskus untuk menjalankan sistem meritokrasi, yaitu sistem pemerintahan yang mengutamakan kemampuan dan prestasi individu dalam mengisi posisi-posisi penting, bukan berdasarkan kedekatan sosial atau koneksi politik.

Meritokrasi ini menjadi langkah penting dalam menciptakan pemerintahan yang lebih transparan, profesional, dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.

Meritokrasi sendiri adalah sistem sosial yang memberikan penghargaan kepada individu berdasarkan prestasi, kemampuan, dan kualifikasinya. Ini adalah pendekatan yang dapat memastikan bahwa setiap keputusan dan kebijakan yang diambil memiliki dasar yang kuat serta mengutamakan kepentingan rakyat banyak.

Salah satu nama yang mencuri perhatian adalah Mohammad Nidal al-Shaar yang dipercaya untuk mengisi posisi Menteri Ekonomi. Al-Shaar adalah seorang ekonom yang memiliki gelar Ph.D. di bidang ekonomi dari Universitas George Washington dan pernah menjadi profesor di Fakultas Ekonomi Universitas Aleppo.

Selain itu, ia pernah menduduki jabatan Menteri Ekonomi dan Perdagangan di era pemerintahan Assad, namun memilih mengundurkan diri akibat kekejaman rezim terhadap rakyat. Al-Shaar juga dikenal sebagai tokoh yang masuk dalam daftar “500 Muslim Paling Berpengaruh di Dunia” versi Universitas Georgetown.

Menteri Informasi, Hamzah Mustafa, juga merupakan sosok yang berkompeten di bidangnya. Ia meraih gelar PhD dalam ilmu politik dari University of Exeter di Inggris dan pernah bekerja sebagai peneliti di Arab Center for Research and Policy Studies di Doha, Qatar.

Selain itu, ia juga banyak menulis buku-buku akademis, seperti The Virtual Public Sphere in the Syrian Revolution: Characteristics, Trends, and Mechanisms of Public Opinion Formation. Ia juga co-author buku The Kurdish Question in Syria: Reality, History, and Myth dan Backgrounds of the Revolution: Syrian Studies.

Prioritas kepada pendidikan tinggi

Pentingnya membangun sektor pendidikan tinggi juga menjadi perhatian serius bagi Presiden Sharaa, meskipun latar belakangnya sebelumnya adalah seorang kombatan yang kebanyakan di lapangan.

Untuk posisi Menteri Pendidikan Tinggi, ia menunjuk Marwan al-Halabi, seorang profesor ternama dalam bidang kedokteran reproduksi di Universitas Damaskus. Al-Halabi, yang memiliki reputasi internasional, telah berkontribusi besar dalam dunia akademis dan medis, memimpin berbagai organisasi ilmiah internasional, dan memberikan kuliah di berbagai negara di dunia.

Selain itu, Mohamed Abu El-Khair Shukry diangkat sebagai Menteri Wakaf. Shukry memiliki gelar Magister dalam Studi Islam dan Ph.D. dalam Fikih Islam dan Ushul Fiqh. Ia telah mengabdi sebagai dosen dan imam di berbagai masjid di Damaskus dan juga memiliki pengaruh besar dalam dunia pendidikan dan dakwah di Suriah.

Selain kabinet, Presiden Sharaa juga memulihkan jabatan Mufti Agung Suriah yang sebelumnya dibekukan oleh Bashar al-Assad pada 2021. Mufti Agung Suriah yang baru, Syekh Usamah ar-Rifai, adalah ulama terkemuka yang memiliki pengaruh besar di Suriah. Pembentukan Dewan Fatwa Tertinggi ini bertujuan untuk mengembalikan moderasi dalam penyampaian fatwa serta menjaga keseimbangan antara tradisi dan perkembangan zaman.

Sementara itu, posisi Menteri Transportasi dipercayakan kepada Yarab Badr, seorang ahli di bidang teknik sipil dan transportasi.

Badr memiliki latar belakang pendidikan yang kuat, dengan gelar sarjana di bidang teknik sipil dari Universitas Tishreen, serta studi mendalam di bidang transportasi dan lalu lintas dari École Nationale des Ponts et Chaussées di Prancis.

Menteri dari kalangan Kristen

Ahmad Sharaa juga menunjukkan komitmennya untuk membangun pemerintahan yang inklusif dengan menunjuk Hind Qabwat sebagai Menteri Perburuhan dan Urusan Sosial.

Qabwat, seorang perempuan Kristen Suriah yang terlibat dalam negosiasi perdamaian, memiliki latar belakang akademik yang mengesankan.

Ia telah bekerja sebagai dosen di Universitas George Mason dan Universitas Harvard serta menerima penghargaan internasional atas kontribusinya dalam perdamaian.

Tak heran, ia sebelumnya menjabat wakil kepala Kantor Komisi Negosiasi Suriah di Jenewa, yang dipimpin oleh Duta Besar Abdullatif Dabbagh, mantan duta besar Suriah untuk UEA.

Harapan bagi Suriah ke depan

Dengan kabinet baru yang diisi oleh para profesional dan pakar, kita berharap pemerintah Suriah dapat menjalankan amanah yang diberikan dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi. Mereka diharapkan dapat fokus pada upaya membangun kembali Suriah, mengatasi tantangan besar yang dihadapi, dan memastikan kestabilan politik serta sosial. Selain itu, penting bagi pemerintah baru ini untuk memulihkan ekonomi Suriah yang hancur, meningkatkan kualitas hidup warga, serta memperbaiki hubungan diplomatik dengan negara-negara internasional yang selama ini menjauh akibat kebrutalan rezim Assad.

Penulis adalah Direktur Eksekutif Baitul Maqdis Institute dan Kandidat Ph.D bidang HI pada Center for Policy Research USM Malaysia. Penulis buku Jatuhnya Dinasti Assad: Akhir Kekuasaan Rezim Syiah Nushariyah di Suriah.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular