Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR) menyampaikan keprihatinan mendalam atas lonjakan kekerasan.
Kekerasan tersebut dilakukan oleh pasukan keamanan dan pemukim Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dalam beberapa pekan terakhir. Kekerasan ini dinilai telah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan.
“Dalam beberapa minggu terakhir, pasukan keamanan dan para pemukim Israel telah meningkatkan pembunuhan, serangan, dan tindakan pelecehan terhadap warga Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat,” ujar juru bicara OHCHR, Thameen al-Kheetan, kepada wartawan di Jenewa, Selasa (15/7).
Sejak dimulainya operasi militer Israel bertajuk Tembok Besi di wilayah utara Tepi Barat, sekitar 30.000 warga Palestina terpaksa mengungsi dari tempat tinggal mereka.
OHCHR menilai operasi ini sebagai bagian dari upaya sistematis aneksasi Tepi Barat yang terus berlangsung, dan hal itu merupakan pelanggaran nyata terhadap hukum internasional.
Dalam laporan terbarunya, OHCHR mencatat bahwa Juni 2025 mencatat angka tertinggi korban luka di Tepi Barat dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun.
Sejak awal tahun ini saja, telah terjadi sedikitnya 757 serangan yang dilakukan pemukim terhadap warga Palestina atau harta benda mereka. Angka ini meningkat 13 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, sejak 7 Oktober 2023 hingga pertengahan Juli 2025, sedikitnya 964 warga Palestina dilaporkan tewas akibat serangan pasukan Israel maupun pemukim bersenjata di wilayah pendudukan Tepi Barat, termasuk di Yerusalem Timur.
Di sisi lain, tercatat pula 53 warga Israel tewas akibat serangan atau bentrokan bersenjata yang dilakukan oleh warga Palestina, baik di Tepi Barat maupun di wilayah Israel.
Komisariat Tinggi PBB menegaskan bahwa situasi di Tepi Barat terus memburuk, dengan tingkat kekerasan yang mengarah pada pemindahan paksa, pelanggaran hukum kemanusiaan, serta ancaman serius terhadap masa depan hak-hak warga Palestina.