Jet-jet Israel menghantam Rafah di Gaza selatan pada Rabu malam (7/2) dan menewaskan sedikitnya 12 orang, lansir Middle East Eye.
Hal itu terjadi di tengah usulan Hamas untuk gencatan senjata tiga tahap yang berlangsung selama 135 hari.
Rafah, yang kini menampung lebih dari 1,3 juta warga Palestina yang mengungsi dari wilayah lainnya di Gaza, sebelumnya telah ditetapkan sebagai kawasan “aman” oleh tentara Israel.
Di antara daerah yang diserang pada Selasa malam adalah Tal al-Sultan, di mana sebuah bangunan tempat tinggal menjadi sasaran serangan.
Militer Israel dilaporkan sedang mempersiapkan rencana untuk menyerang Rafah, yang menurut pekerja kemanusiaan akan membahayakan nyawa ratusan ribu warga sipil.
Selama kunjungan ke Israel pada Rabu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyampaikan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant tentang keprihatinan mendalam Washington atas potensi perluasan operasi tentara Israel ke Rafah, menurut Axios.
Blinken juga mengatakan akan lebih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan untuk membawa bantuan ke Gaza.
“Kita semua mempunyai kewajiban untuk melakukan segala hal yang mungkin untuk mememberikan bantuan bagi mereka yang sangat membutuhkan,” ujar Blinken.
Pengunjuk rasa dan aktivis Israel berkemah di dekat penyeberangan Kerem Shalom untuk mencegah bantuan darurat mencapai Jalur Gaza.
Gambar yang dibagikan secara online menunjukkan puluhan tenda di lokasi tersebut menampung warga yang menghalangi truk berisi bantuan untuk memasuki wilayah Gaza.
Pasukan Israel membunuh sedikitnya 123 warga Palestina selama 24 jam terakhir, menurut kementerian kesehatan Palestina.
Hal ini menjadikan jumlah korban tewas warga Palestina dalam empat bulan menjadi lebih dari 27.708 orang, dengan lebih dari 67.000 orang terluka dan 7.000 orang hilang, yang diyakini tewas dan terkubur di bawah reruntuhan.
Lebih dari 70 persen korbannya adalah anak-anak dan perempuan, menurut pejabat kesehatan.
Hamas mengajukan tuntutan gencatan senjata
Dalam sebuah proposal yang disimak oleh Middle East Eye, Hamas merespons rencana gencatan senjata dengan serangkaian tuntutan yang luas.
Hamas mengusulkan kesepakatan gencatan senjata tiga tahap yang akan berlangsung selama 135 hari, yang berujung pada berakhirnya perang Israel di Gaza dan pertukaran tawanan Israel dengan tahanan Palestina.
Pada fase pertama, semua sandera perempuan Israel, anak-anak berusia di bawah 19 tahun, orang lanjut usia, dan orang sakit akan dibebaskan dari Gaza. Dengan imbalan pembebasan semua tahanan perempuan, anak-anak, orang sakit, dan lanjut usia Palestina yang berusia di atas 50 tahun dari penjara-penjara Israel.
Hamas juga meminta Israel membebaskan 1.500 tahanan Palestian, termasuk 500 orang Palestina yang divonis hukuman seumur hidup.
Pertukaran sandera laki-laki Israel termasuk tentara akan dilakukan pada tahap kedua, dan jumlah tahanan Palestina ditentukan kemudian.
Pada tahap pertama, Hamas meminta Israel menarik semua pasukannya dari seluruh pemukiman di Gaza, membiarkan pergerakan warga Palestina ke seluruh Jalur Gaza termasuk ke wilayah utara Gaza.
Hamas juga meminta PBB dibiarkan mendirikan tenda-tenda pengungsian.
Di fase ini, Israel juga diharuskan menghentikan kegiatan udara di Gaza, termasuk kegiatan pengintaian.
Sedangkan pada fase kedua, sisa sandera laki-laki akan dibebaskan. Sedangkan jenazah sandera yang tewas selama serangan Israel akan dilakukan pada fase ketiga.
Pada akhir fase ketiga, Hamas berharap kedua pihak mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang.
Hamas juga menuntut peningkatan aliran pasokan makanan dan bantuan kemanusiaan untuk Gaza. Di mana dua juta warga mengalami kelaparan dan krisis bahan pokok akibat blokade oleh Israel.
Dalam lampiran rancangan itu, Hamas juga menuntut diakhirinya kekerasan Israel terhadap Masjid Al-Aqsa, dan menuntut pengembalian status keamanan masjid seperti sebelum tahun 2002.