Wednesday, January 22, 2025
HomeBeritaSehari setelah gencatan senjata, sniper Israel tembak mati bocah di Rafah

Sehari setelah gencatan senjata, sniper Israel tembak mati bocah di Rafah

Seorang anak Palestina, Zakaria Hamid Yahya Barbakh, tewas ditembak oleh sniper Israel pada Senin (22/1) di Rafah, Gaza Selatan, meskipun telah ada kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas.

Menurut laporan dari kantor berita Palestina, Wafa, peristiwa tersebut terjadi di dekat Al-Awda Square di pusat kota Rafah, ketika pasukan Israel membuka tembakan. Seorang anak lainnya terluka saat berusaha mengambil tubuh Zakaria.

Sebelumnya, dua orang Palestina, termasuk seorang anak, tewas, dan sembilan lainnya, termasuk anak-anak, terluka akibat tembakan tentara Israel di Rafah.

Sumber-sumber lokal melaporkan bahwa tank-tank Israel melanggar zona penyangga dan menembakkan tembakan berat ke arah warga sipil.

Sumber tersebut menyebutkan bahwa militer Israel maju sejauh 850 meter ke wilayah tersebut, melebihi batas 700 meter yang telah disepakati dalam gencatan senjata.

Tindak pembunuhan ini menjadi pelanggaran signifikan terhadap gencatan senjata yang baru disepakati.

Hingga kini, belum ada komentar resmi dari pihak otoritas Gaza, mediator gencatan senjata seperti Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat, atau pejabat Israel.

Pada pagi hari yang sama, sebuah sumber medis dari Rumah Sakit Eropa Gaza di Khan Younis melaporkan bahwa tiga warga Palestina terluka akibat ledakan yang dijatuhkan oleh pesawat drone Israel di dekat rumah mereka di Rafah Timur.

Saksi mata juga mengonfirmasi bahwa pasukan Israel yang ditempatkan di sepanjang perbatasan timur Rafah telah menghalangi warga untuk mendekati zona penyangga, sesuai dengan ketentuan dalam kesepakatan gencatan senjata.

Ratusan warga Palestina yang terpaksa mengungsi mulai kembali ke Rafah pada hari Minggu setelah serangan darat militer Israel yang dimulai pada 6 Mei 2023.

Zona penyangga yang dimaksudkan dalam gencatan senjata meliputi wilayah Palestina yang secara militer dikuasai Israel, namun tidak ada rencana yang jelas mengenai penarikan pasukan Israel dari daerah tersebut, menimbulkan kekhawatiran tentang pelanggaran jangka panjang dan ketidakstabilan.

Gencatan senjata ini mulai berlaku pada Ahad, dengan fase pertama yang akan berlangsung selama 42 hari, sementara negosiasi mengenai fase kedua dan ketiga akan dilakukan, yang dimediasi oleh Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat.

Dalam kesepakatan tersebut, Hamas membebaskan tiga wanita Israel sebagai bagian dari pertukaran tahanan untuk 90 tahanan Palestina, yang sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.

Perang Israel yang terjadi sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan hampir 47.000 warga Palestina, sebagian besar di antaranya perempuan dan anak-anak, serta menyebabkan lebih dari 110.700 orang terluka, menurut otoritas kesehatan lokal.

Agresi ini juga menyebabkan lebih dari 11.000 orang hilang dan memicu kehancuran luas serta krisis kemanusiaan yang telah menelan korban jiwa di kalangan warga lanjut usia dan anak-anak, menjadikannya salah satu bencana kemanusiaan global terburuk dalam sejarah.

Pada bulan November 2023, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant terkait dengan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Selain itu, Israel juga menghadapi tuntutan genosida di Mahkamah Internasional atas agresinya terhadap Gaza.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular