Kapal bantuan kemanusiaan Madleen dilaporkan telah memasuki perairan Mesir dalam perjalanannya menuju Jalur Gaza, meskipun mendapat ancaman dari Israel agar tidak merapat. Informasi ini diumumkan Ahad (8/6/2025) oleh Komite Internasional untuk Mengakhiri Pengepungan Gaza.
Zaher Birawi, Koordinator Umum Armada Kebebasan (Freedom Flotilla), dalam pernyataan pers menegaskan bahwa pelayaran ini merupakan bagian dari “perjuangan kesadaran global dan teriakan melawan genosida yang setiap hari menimpa warga sipil di Gaza.”
Ia menekankan pentingnya agar kapal tersebut diizinkan berlayar tanpa intersepsi atau ancaman.
Komite penyelenggara armada mengatakan bahwa kapal tersebut telah melewati Alexandria, Mesir bagian utara, dan dalam beberapa jam akan mencapai Kota Mansoura sebelum menuju Gaza.
“Beberapa jam ke depan akan menjadi saat-saat paling kritis,” demikian pernyataan resmi mereka.
Tak lama kemudian, komite juga menyampaikan peringatan bahwa sinyal dan posisi kapal Madleen diduga sedang diganggu oleh Israel. “Tampaknya Israel sedang melakukan jamming terhadap lokasi dan sinyal kapal Madleen. Ini serius… kami akan terus memperbarui informasi,” kata mereka.
Komite juga membagikan tautan daring untuk pelacakan langsung kapal dan mengajak masyarakat untuk menyebarkannya secara luas.
“Israel tengah bersiap melakukan kejahatan perang di tengah perairan internasional,” ujar mereka dalam pernyataan terpisah.
Pemutusan komunikasi dimulai
Yasemin Acar, seorang aktivis yang berada di kapal Madleen, juga mengonfirmasi telah terjadi pemadaman komunikasi. “Jika Anda tidak mendengar kabar dari kami dalam beberapa jam ke depan, berarti kami telah benar-benar terputus dari dunia luar. Ingatlah, kami melakukan ini untuk Gaza,” tulisnya.
Menurut media Israel, militer negeri itu tengah bersiap untuk mencegat kapal Madleen, menariknya ke Pelabuhan Ashdod, serta mendeportasi para aktivis di dalamnya.
Kapal tersebut mengangkut 12 aktivis internasional, termasuk aktivis iklim asal Swedia Greta Thunberg dan aktor asal Irlandia Liam Cunningham. Anggota Parlemen Eropa asal Prancis, Rima Hassan, yang juga ikut dalam pelayaran, sempat mengunggah foto langsung dari atas kapal melalui akun X (dulu Twitter).
Pekan lalu, media Israel KAN melaporkan bahwa Tel Aviv telah membatalkan izin sebelumnya yang memperbolehkan kapal melintas. Izin itu dicabut dengan alasan tidak ingin menciptakan preseden bagi misi kemanusiaan lainnya di masa depan.
Kapal Madleen membawa berbagai kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan warga Gaza, antara lain susu formula bayi, tepung, beras, popok, pembalut wanita, peralatan desalinasi air, perlengkapan medis, kruk, dan kaki palsu untuk anak-anak.
Sebelumnya, pada 2 Mei lalu, kapal bantuan lain yang dioperasikan Koalisi Armada Kebebasan bernama Conscience diserang drone di lepas pantai Malta.
Krisis kemanusiaan di Gaza memburuk
Israel hingga kini terus menolak seruan internasional untuk gencatan senjata, dan sejak Oktober 2023 melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza. Hingga kini, lebih dari 54.800 warga Palestina telah tewas, mayoritas di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Lembaga kemanusiaan internasional telah memperingatkan risiko kelaparan yang mengancam lebih dari dua juta penduduk di wilayah tersebut.
Pada November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tindakan militernya terhadap warga sipil di Gaza.