Dalam perjalanan udara dari Arab Saudi menuju Qatar, Rabu (15/5), Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengungkap sejumlah pernyataan penting mengenai konflik di Gaza dan Ukraina, serta keputusannya mencabut sanksi terhadap Suriah.
Ia juga mengomentari hubungannya dengan para pemimpin regional dan potensi keterlibatan dalam pembicaraan perdamaian.
Trump menyatakan bahwa keputusan yang diumumkannya pada Selasa kemarin untuk mencabut sanksi terhadap Suriah dibuat setelah berbicara dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, yang disebutnya sebagai mitra yang memiliki hubungan baik dengannya.
“Saya pikir ini langkah yang baik, memberi Suriah kesempatan untuk hidup dan menjadi negara yang hebat,” ujar Trump.
Ia juga mengaku telah berkomunikasi dengan pihak Israel dan menjelaskan alasan di balik keputusannya, yakni dorongan dari Erdoğan.
Menurut Trump, saat pengumuman tersebut disampaikan dalam pertemuan di Riyadh, tepuk tangan meriah terdengar dari hadirin.
“Saya kira itu tepuk tangan paling keras yang kami dengar,” katanya.
Trump juga menyoroti pertemuan paginya di Riyadh dengan Presiden Suriah, Ahmad al-Sharaa, yang digambarkannya sebagai “hebat”.
Ia menyebut Sharaa sebagai sosok muda yang menarik, kuat, dan petarung dengan latar belakang yang sangat kuat, dan memiliki peluang nyata untuk menjaga keutuhan Suriah.
Kesepakatan Abraham
Ketika ditanya apakah Suriah akan bergabung dalam Abraham Accords—kesepakatan normalisasi hubungan sejumlah negara Arab dengan Israel—Trump berharap agar mereka dapat bergabung.
“Saya bilang kepada mereka bahwa kami berharap mereka akan bergabung dengan Abraham Accords. Ada banyak hal yang sedang kami pelajari,” jawab Trump.
Trump juga ditanya soal ketidakhadirannya ke Israel dalam lawatan regionalnya kali ini, dan apakah itu menunjukkan pengabaian terhadap negara tersebut.
“Tidak, sama sekali tidak,” jawabnya singkat tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Ia menyebut bahwa terdapat sekitar 20 warga Israel yang “kemungkinan besar” masih ditawan di Jalur Gaza, dan menegaskan komitmennya untuk membebaskan mereka.
Trump juga menyinggung pembebasan Edan Alexander, tentara Israel yang memiliki kewarganegaraan ganda AS.
Terkait konflik antara Rusia dan Ukraina, Trump ditanya mengenai kemungkinan ketidakhadiran Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pembicaraan langsung yang dijadwalkan berlangsung di Istanbul pada Kamis (16/5).
“Mungkin mereka ingin saya hadir dalam pertemuan itu,” kata Trump.
Ia menyatakan bahwa agendanya sangat padat, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk mempertimbangkan kehadiran.
“Saya tidak tahu apakah Putin akan absen jika saya tidak datang, tetapi sejauh ini, kemajuan pembicaraan berjalan efektif,” ucapnya.
Pembicaraan yang direncanakan di Istanbul bertujuan untuk mencari jalan menuju penyelesaian perang yang telah berlangsung lebih dari dua tahun.
Dua hari sebelumnya, Trump sempat mengisyaratkan kemungkinan keterlibatan dalam proses diplomatik tersebut.
Di sisi lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan hanya bersedia bertemu langsung dengan Presiden Putin dan bukan dengan utusan Rusia lainnya.