Thursday, December 26, 2024
HomeBeritaYahya Sinwar: dari penjara Israel menjadi mimpi buruk Israel

Yahya Sinwar: dari penjara Israel menjadi mimpi buruk Israel

“Tidak diragukan lagi bahwa memilih Sinwar untuk posisi ini adalah tantangan terhadap pendudukan Israel"

Kelompok perlawanan Palestina Hamas menunjuk Yahya Sinwar sebagai ketua biro politik baru pada Selasa, (6/8).

Sinwar menggantikan Ismail Haniyah, yang tewas dibunuh di ibu kota Iran, Teheran, setelah menghadiri upacara pelantikan presiden baru Iran pada 31 Juli.

Hamas dan Iran menuduh Israel atas pembunuhan Haniyeh, tetapi Tel Aviv belum mengkonfirmasi atau menyangkal keterlibatannya.

Terpilihnya Sinwar, 61 tahun, mencerminkan sejarahnya dengan Hamas. Ia telah menjadi pejabat tertinggi Hamas di Gaza selama dua periode berturut-turut, pada 2017 dan kemudian pada 2021.

Mengomentari pentingnya pemilihan Sinwar sebagai kepala biro politik, Anadolu mewawancarai analis politik Palestina Ibrahim Al-Madhoun.

“Tidak diragukan lagi bahwa memilih Sinwar untuk posisi ini adalah tantangan terhadap pendudukan Israel. Dan menunjukkan bahwa orang tersebut (Sinwar) tetap efektif, kuat dan mengendalikan lapangan di Gaza meskipun perang Israel telah berlangsung hampir 10 bulan,” kata Al-Madhoun.

“Pengangkatan Sinwar adalah hal yang wajar secara internal, karena dia secara efektif adalah wakil Haniyah, sebagai kepala Hamas di Gaza,” tambahnya.

Al-Madhoun mengatakan diharapkan bahwa Sinwar akan segera mengeluarkan pernyataan, mungkin secara tertulis, mengumumkan pengangkatannya sebagai kepala biro politik Hamas.

Masa kecil 
Yahya Ibrahim Hassan Sinwar lahir pada tahun 1962 di kamp pengungsi Khan Younis di selatan Gaza. Keluarganya berasal dari kota al-Majdal Asqalan di selatan Israel, dari mana mereka dipaksa keluar pada tahun 1948.

Aktivitas
Sinwar bergabung dengan Ikhwanul Muslimin sejak muda dan belajar di Universitas Islam Gaza, di mana ia memperoleh gelar sarjana dalam bahasa Arab. Selama masa kuliahnya, ia memimpin “Blok Islam,” sayap mahasiswa Ikhwanul Muslimin.

Pada1985, Sinwar mendirikan badan keamanan untuk Ikhwanul Muslimin, yang dikenal saat itu sebagai “Al-Majd.” Organisasi ini berfokus pada melawan pendudukan Israel di Gaza dan memerangi kolaborator Palestina.

Aktivisme mahasiswa Sinwar membantunya mendapatkan pengalaman yang kemudian membawanya untuk mengambil peran kepemimpinan di Hamas setelah didirikan pada tahun 1987.

Penahanan
Pada tahun 1982, tentara Israel pertama kali menangkap Sinwar dan membebaskannya setelah beberapa hari, hanya untuk menangkapnya kembali akhir tahun itu. Israel menjatuhkan hukuman enam bulan penjara atas “partisipasi dalam kegiatan melawan Israel.”

Pada 20 Januari 1988, Israel menangkapnya kembali dan menjatuhkan hukuman empat kali penjara seumur hidup ditambah 30 tahun atas “pendirian badan aparat keamanan Al-Majd dan partisipasi dalam pendirian sayap militer pertama Hamas, yang dikenal sebagai Mujahidin Palestina.”

Baca juga: EKSKLUSIF | Takziyah ke rumah Ismail Haniyah di Doha

Baca juga: Hamas pilih Yahya Sinwar sebagai pemimpin baru gantikan Haniyah

Sinwar menghabiskan 23 tahun di penjara Israel sebelum dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel pada tahun 2011 yang dikenal sebagai “Kesepakatan Shalit.” Dalam kesepakatan yang dilaksanakan pada 11 Oktober 2011, Israel membebaskan 1.027 tahanan Palestina sebagai imbalan atas pembebasan tentara Israel Gilad Shalit oleh Hamas.

Memimpin Hamas di Gaza
Setelah dibebaskan pada tahun 2011, Sinwar ikut serta dalam pemilihan internal Hamas pada tahun 2012, memenangkan kursi di biro politik dan bertanggung jawab mengawasi sayap militer kelompok tersebut, Brigade Al-Qassam.

Pada September 2015, AS menambahkan Sinwar ke dalam daftar “teroris internasional.” Layanan keamanan Israel juga mencantumkan Sinwar sebagai target utama untuk dibunuh di Gaza, menurut media Israel.

Israel, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang berlanjut di Gaza sejak serangan oleh kelompok perlawanan Palestina Hamas pada Oktober lalu.

Lebih dari 39.600 warga Palestina telah tewas, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 91.600 terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Hampir 10 bulan setelah perang Israel dimulai, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan pasokan makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Israel dituduh melakukan genosida di Pengadilan Internasional, yang memerintahkan agar segera menghentikan operasi militernya di Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum kota tersebut diserang pada 6 Mei.

Ditulis oleh Mohammad Sio – Anadolu Agency

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular