Utusan Khusus Amerika Serikat (AS) untuk Suriah, Thomas Barak, menegaskan bahwa kesalahan masa lalu seperti perjanjian Sykes-Picot yang membelah kawasan Timur Tengah tidak akan terulang kembali.
Menurut Barak, masa di mana kekuatan Barat menggambar ulang peta dunia dari balik meja perundingan sudah berakhir, dan masa depan Suriah kini harus dibangun dari dalam kawasan itu sendiri, melalui kemitraan yang menjunjung saling menghormati.
“Barat pernah memaksakan peta, mandat, dan batas-batas yang digambar dengan tinta, bukan dengan visi perdamaian. Itu adalah kesalahan bersejarah yang telah memakan ongkos besar bagi generasi demi generasi,” tulis Barak dalam pernyataannya di platform X, Minggu (26/5/2025).
Pernyataan Barak itu menandai perubahan nada diplomasi AS terhadap krisis Suriah, yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade.
Ia juga menyampaikan keyakinannya bahwa tragedi Suriah lahir dari perpecahan, dan bahwa kebangkitan negara itu hanya mungkin terjadi melalui martabat, persatuan, dan investasi pada rakyatnya sendiri.
Dalam kapasitasnya sebagai Duta Besar AS untuk Turki, Barak menekankan bahwa AS tidak akan hadir di kawasan dengan kekuatan militer, ceramah moral, atau dengan menciptakan batas-batas artifisial.
Sebaliknya, ia menyatakan dukungan terhadap pendekatan kolaboratif bersama Turki, negara-negara Teluk, dan mitra Eropa.
“Suriah yang baru lahir harus dimulai dengan kebenaran, akuntabilitas, dan kerja sama dengan kawasan. Kejatuhan rezim Bashar al-Assad telah membuka pintu bagi perdamaian. Kini saatnya membuka pintu itu lebih lebar dengan mencabut sanksi dan memberi ruang bagi rakyat Suriah untuk mengeksplorasi jalan menuju kemakmuran dan keamanan,” ujarnya.
Suriah baru
Pernyataan Barak dirilis setelah pertemuannya dengan Presiden Suriah Ahmad Al-Sharaa dan Menteri Luar Negeri As’ad Al-Shibani di Istanbul pada Sabtu lalu.
Pertemuan tersebut membahas langkah-langkah implementasi visi Presiden AS Donald Trump bagi kemakmuran Suriah.
Kunjungan Al-Sharaa ke Istanbul juga mencakup pertemuan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan.
Dalam konteks ini, AS dan mitra regionalnya tampak berupaya membangun kerangka kerja baru bagi masa depan Suriah, di luar bayang-bayang intervensi Barat yang selama ini mendominasi narasi konflik.
Sebagai bagian dari pendekatan baru tersebut, Presiden Trump dalam lawatannya ke negara-negara Teluk pekan lalu mengumumkan pencabutan sanksi terhadap Suriah.
Menyusul pengumuman itu, Departemen Keuangan AS mengeluarkan izin umum untuk meringankan sebagian dari sanksi yang selama ini membebani negara tersebut.
Langkah-langkah ini dinilai sebagai sinyal kuat bahwa Washington tengah menyusun ulang pendekatannya terhadap Suriah, dengan menekankan solusi regional dan pemulihan dari bawah—alih-alih skenario geopolitik yang selama ini menjadi ciri khas keterlibatan Barat di Timur Tengah.