Setidaknya 70 warga Palestina gugur sejak Jumat pagi akibat serangan militer Israel yang terus menggempur wilayah Jalur Gaza tanpa henti.
Dari jumlah tersebut, sedikitnya 25 korban merupakan warga yang tengah menunggu bantuan kemanusiaan, yang kini semakin langka di tengah pengepungan total Israel atas wilayah tersebut.
Informasi dari sejumlah rumah sakit di Gaza menyebutkan bahwa serangan udara dan artileri Israel secara khusus menargetkan kerumunan warga sipil dan tenda-tenda pengungsian.
Di lingkungan Sheikh Ridwan, Kota Gaza, tiga orang dilaporkan tewas dan beberapa lainnya terluka ketika rudal menghantam area sekitar pemakaman yang kini menjadi tempat berlindung para pengungsi.
Serangan serupa juga terjadi di lingkungan At-Tuffah di bagian timur Kota Gaza. Seorang ayah dan anaknya tewas ketika serangan menghantam sekelompok warga yang tengah mencari makanan di jalanan.
Koresponden Al Jazeera melaporkan bahwa artileri Israel secara intensif menggempur para pencari pangan di berbagai ruas jalan dan area permukiman di lingkungan At-Tuffah.
Aksi ini dinilai sebagai bagian dari pola yang lebih luas dalam memblokade bantuan dan mempersulit akses terhadap kebutuhan dasar.
Di sisi lain Kota Gaza, dua pengungsi tewas dan sekitar sepuluh lainnya terluka saat tenda mereka dihantam serangan di Jalan Ash-Shifa. Kondisi beberapa korban luka dilaporkan dalam keadaan kritis.
Sementara itu di Rafah, Gaza selatan, lima warga gugur dan sejumlah lainnya terluka akibat serangan di dekat pusat distribusi bantuan kemanusiaan.
Di pusat Gaza, empat warga lainnya yang tengah menunggu bantuan tewas di sekitar poros Netzarim, lokasi yang sering menjadi titik distribusi logistik.
Menurut data dari Kantor Media Pemerintah di Gaza, hingga hari Minggu lebih dari 300 warga Palestina terbunuh dan 2.649 lainnya terluka akibat serangan-serangan.
Serangan itu berkaitan dengan jebakan bantuan kemanusiaan yang didistribusikan melalui skema AS dan Israel. Sembilan orang lainnya dinyatakan hilang.
Krisis anak-anak Gaza
Krisis kemanusiaan di Gaza memasuki tahap paling memprihatinkan. James Elder, juru bicara Dana Anak-Anak PBB (UNICEF), memperingatkan bahwa anak-anak di Gaza terancam mati kehausan jika pengepungan Israel terus berlanjut.
Elder menyebut situasi saat ini sebagai yang paling berbahaya dalam sejarah Gaza bagi anak-anak.
Meski kemarahan dunia internasional terdengar, menurutnya, tidak banyak yang benar-benar peduli pada nasib anak-anak Gaza.
Sejak 7 Oktober 2023, Israel dengan dukungan Amerika Serikat (AS) telah melancarkan operasi militer yang digambarkan oleh berbagai pihak sebagai genosida.
Aksi militer ini mencakup pembunuhan massal, penghancuran infrastruktur, kelaparan yang disengaja, serta pengusiran paksa warga sipil, dengan mengabaikan seluruh seruan dunia dan perintah Mahkamah Internasional untuk menghentikannya.
Data terakhir menyebutkan bahwa lebih dari 185.000 warga Palestina tewas atau terluka, mayoritas dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.
Lebih dari 11.000 orang dilaporkan hilang, dan ratusan ribu lainnya mengungsi. Kelaparan akut telah merenggut nyawa banyak korban, termasuk anak-anak yang tak mampu bertahan tanpa air dan makanan.