Sebanyak 135 jenazah warga Gaza dikembalikan oleh otoritas Israel dengan kondisi mengenaskan, menunjukkan tanda-tanda penyiksaan dan mutilasi, demikian dilaporkan harian The Guardian, Senin (tanggal setempat). Sementara itu, seorang tahanan lansia Palestina asal Gaza juga dinyatakan meninggal dunia setelah ditahan selama satu tahun di penjara Israel.
Pengembalian jenazah tersebut merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi oleh Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, yang mencakup pertukaran antara tawanan Hamas dan tahanan Palestina serta pemulangan jenazah warga Palestina yang tewas sejak perang dimulai pada Oktober 2023.
Kementerian Kesehatan Gaza mengonfirmasi bahwa setiap kantong jenazah disertai dokumen dalam bahasa Ibrani yang menunjukkan bahwa jenazah sebelumnya disimpan di fasilitas penahanan militer Sde Teiman, yang terletak di Gurun Negev.
“Dokumen dalam kantong jenazah dengan jelas menunjukkan bahwa jenazah disimpan di Sde Teiman,” ujar Direktur Kementerian Kesehatan Gaza, Dr Munir al-Bursh, kepada The Guardian.
Bukti Penyiksaan dan Kekerasan
Direktur Kompleks Medis Nasser di Gaza, Dr Eyad Barhoum, menyatakan bahwa proses identifikasi jenazah telah dimulai. Namun, tidak ada nama yang disertakan dalam pemulangan jenazah—hanya kode angka.
Sejumlah jenazah menunjukkan tanda-tanda penyiksaan berat, seperti tangan diikat di belakang tubuh, tali di leher, serta memar dan luka tembak. Salah satu jenazah, Mahmoud Ismail Shabat (34) dari Gaza utara, menunjukkan luka akibat tubuhnya dilindas kendaraan lapis baja dan bekas gantung di leher.
Organisasi Physicians for Human Rights Israel (PHR-Israel) menyebut temuannya “mengerikan, namun sayangnya tidak mengejutkan.” Direktur Departemen Tahanan PHR-Israel, Naji Abbas, mengatakan bahwa temuan ini sejalan dengan laporan-laporan sebelumnya mengenai kondisi di fasilitas penahanan Sde Teiman.
“Jumlah tahanan Palestina yang meninggal di tahanan Israel sangat tinggi, dan kami telah mendokumentasikan kematian akibat penyiksaan serta kelalaian medis,” ujar Abbas. “Fakta-fakta ini menunjukkan perlunya penyelidikan independen internasional yang mendesak untuk memastikan pertanggungjawaban atas pelanggaran ini.”
Sejak dimulainya perang di Gaza, fasilitas Sde Teiman—yang sebelumnya digunakan untuk menyimpan jenazah korban perang—telah diubah menjadi kamp penahanan.
Berbagai laporan menyebutkan bahwa tahanan Palestina dipaksa telanjang, ditahan dalam kondisi dingin ekstrem, dan mengalami penyiksaan fisik maupun seksual. Beberapa korban bahkan dilaporkan mengalami amputasi.
Gambar-gambar dari dalam kamp menunjukkan warga Palestina yang diborgol dan dibelenggu dalam kandang, sebagian ditutup matanya dan dipaksa mengenakan popok.
Di tengah laporan mengerikan ini, media Arab setempat mengabarkan bahwa seorang tahanan lanjut usia asal Gaza, Jamel al-Ajrami (69), meninggal dunia di rumah sakit setelah sebelumnya ditahan di Penjara Negev selama satu tahun. Ia adalah ayah dari enam anak dan ditangkap dari Jalur Gaza pada tahun lalu.
Organisasi hak asasi menyatakan bahwa al-Ajrami, seperti banyak tahanan Palestina lainnya, wafat akibat kelalaian medis dan penyiksaan selama dalam tahanan.
Ribuan Warga Palestina Masih Ditahan
Sejak pecahnya perang, Israel telah menangkap ribuan warga Palestina dari Tepi Barat dan Jalur Gaza. Meskipun sekitar 2.000 tahanan telah dibebaskan dalam rangka kesepakatan gencatan senjata, lebih dari 9.100 warga Palestina masih berada dalam tahanan.
Kondisi para tahanan dilaporkan memburuk, dengan menteri-menteri Israel berhaluan ekstrem kanan secara terbuka membanggakan buruknya perlakuan terhadap para tahanan, termasuk pembatasan makanan dan fasilitas dasar lainnya.
Hingga kini, perang di Gaza telah menewaskan lebih dari 68.000 warga Palestina, sekaligus memicu krisis kemanusiaan dan kelaparan yang parah di wilayah tersebut.


