Sunday, July 13, 2025
HomeBeritaAnalis Israel: Kami belum menang di Gaza, lenyapkan Hamas memakan waktu bertahun-tahun

Analis Israel: Kami belum menang di Gaza, lenyapkan Hamas memakan waktu bertahun-tahun

Di tengah tekanan yang terus dilancarkan Amerika Serikat (AS) agar Israel menyepakati gencatan senjata menyeluruh dan pertukaran tahanan untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung di Jalur Gaza, sejumlah analis di Israel justru menyampaikan penilaian yang suram.

Yaitu Hamas masih berdiri tegak dan belum kehilangan kendali atas wilayah tersebut, meski hampir dua tahun dilalui dengan pertempuran sengit.

Kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke AS dan pertemuannya dengan Presiden Donald Trump mempertegas pandangan Washington bahwa perang ini telah berubah menjadi konflik tanpa arah.

Amerika, yang belakangan makin keras menyuarakan urgensi penghentian perang, mendesak Netanyahu—yang kini juga tengah diburu oleh Mahkamah Pidana Internasional atas tuduhan kejahatan perang di Gaza—untuk menerima kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tawanan.

Namun, Netanyahu masih enggan mengiyakan. Di mata sebagian besar warga Israel, menerima kesepakatan semacam itu bisa dibaca sebagai bentuk kekalahan atau setidaknya pengakuan bahwa Hamas masih memiliki daya tawar.

Penilaian ini diperkuat oleh berbagai analisis dari media dan lembaga strategis di Israel yang menyebut bahwa target utama perang ini—yakni menghancurkan kekuasaan Hamas di Gaza—belum tercapai.

Bahkan, menurut sejumlah laporan yang bocor ke publik, kalangan militer Israel mengakui bahwa menghentikan sepenuhnya pemerintahan Hamas akan membutuhkan waktu bertahun-tahun, dengan operasi darat yang berkelanjutan dan pertempuran dari rumah ke rumah.

Hal ini terutama karena keberadaan jaringan terowongan yang rumit dan kemampuan pasukan Hamas untuk terus bangkit dan menyusun ulang strategi mereka.

Antara tekanan internasional dan realitas lapangan

Sementara itu, AS mendesak adanya gencatan senjata demi membuka jalan bagi pembebasan para tawanan dan meredakan penderitaan warga sipil Gaza.

Namun, di Tel Aviv, para pengambil keputusan justru dihimpit dilema: menyerah pada tekanan internasional atau terus bertahan di medan perang yang kian tak menentu.

Militer Israel sendiri dilaporkan belum sepenuhnya memahami skala tantangan yang dihadapi, khususnya dalam hal penghancuran jaringan terowongan bawah tanah yang digunakan Hamas.

Jika Israel mundur sekarang, banyak pihak khawatir Hamas akan segera bangkit kembali. Namun, jika operasi terus berlanjut, para tahanan Israel di Gaza justru semakin terancam.

Hampir semua analisis di media Israel menyimpulkan satu hal. Ini adalah perang tanpa arah yang jelas, dengan korban jiwa terus bertambah dan tanpa prospek penyelesaian politik maupun kemenangan militer dalam waktu dekat.

Target-target awal perang kini terasa semakin utopis, hanya bisa dicapai jika Israel bersedia membayar harga mahal dalam bentuk perang jangka panjang yang melelahkan.

Hamas belum tumbang, Israel tersandera politik sendiri

Amos Harel, analis militer senior harian Haaretz, menulis bahwa perang di Gaza kini telah memasuki fase baru yang kompleks.

Hal itu ditandai oleh keseimbangan rapuh antara keinginan komunitas internasional untuk mencapai kesepakatan dan kebuntuan politik serta militer di dalam negeri Israel.

Menurut Harel, kunjungan Netanyahu ke Washington mengungkap sikap ambigu pemerintahan Amerika.

Di satu sisi masih mendukung Israel, namun di sisi lain mendesaknya untuk memberikan konsesi.

Sikap ini membuka ruang bagi Netanyahu untuk menunda-nunda keputusan penting.

Di dalam negeri, Netanyahu juga menghadapi tekanan besar dari publik untuk memulangkan para tawanan.

Namun di saat bersamaan ia terbelenggu oleh pertimbangan politik dan keamanan yang membuatnya enggan menarik pasukan dari lokasi-lokasi strategis, seperti koridor Morag.

Hal itu menjadi titik krusial dalam pengawasan distribusi bantuan dan pencegahan penguatan kembali Hamas.

Harel menambahkan bahwa keputusan mempertahankan posisi militer di Rafah, misalnya, tidak murni pertimbangan taktis.

Tetapi bagian dari rencana jangka panjang untuk menciptakan “zona aman” yang sekaligus mengisolasi warga Gaza dan memperlemah kemampuan Hamas.

Namun, langkah ini juga dinilai banyak pihak sebagai bentuk pemindahan paksa yang menyaru sebagai strategi keamanan.

Dari sisi militer, perang di Gaza telah menimbulkan dampak besar: bukan hanya hilangnya nyawa para prajurit Israel, tetapi juga luka psikologis yang mendalam.

Beberapa komandan militer secara terbuka mengakui bahwa angkatan bersenjata Israel telah terkuras habis, dan jika tujuan perang benar-benar ingin dicapai, maka diperlukan perjuangan yang panjang dan menyakitkan.

Perang yang melelahkan

Laporan terbaru dari harian Yedioth Ahronoth, yang mengirim tim jurnalis ke garis depan pertempuran di Jalur Gaza, memberikan gambaran suram tentang kondisi nyata di lapangan.

Dengan mendampingi satuan tempur dan mewawancarai para perwira serta tentara, laporan itu mengungkapkan bahwa meskipun secara geografis hanya diperlukan hitungan menit untuk berpindah dari pangkalan militer Nahal Oz ke lingkungan Al-Tuffah di Gaza, waktu di medan tempur terasa jauh lebih lambat dan penuh ketidakpastian.

Selama 21 bulan terakhir, pasukan Israel harus menghadapi realitas perang bawah tanah yang sangat kompleks.

Jaringan terowongan yang luas dan bercabang-cabang membuat perang ini disamakan dengan “pertempuran Sisyphean”.

Sebuah upaya tanpa akhir yang terus menguras tenaga dan tak pernah menunjukkan titik henti.

Letnan Kolonel “A”, komandan Batalion Granit 932, mengungkapkan bahwa di permukaan tanah, mereka bisa mencapai laut dengan cepat.

“Tapi di bawah kami ada kota lain—labirin bawah tanah—yang membutuhkan intelijen, perencanaan matang, peralatan khusus, dan yang terpenting: waktu. Dan waktu adalah musuh terbesar kami,” ujarnya.

Di tengah tekanan untuk segera menyepakati pertukaran tahanan, pihak militer menghadapi tantangan besar untuk menjelaskan kepada publik dan pemangku kebijakan bahwa operasi di Gaza bukanlah tugas sederhana.

Ini adalah misi berisiko tinggi yang membutuhkan kesabaran dan pengorbanan besar.

Para perwira lapangan mengungkapkan bahwa keterbatasan alat berat, bahan peledak, dan suplai logistik sangat menghambat operasi penghancuran terowongan.

Sementara itu, Hamas terus berinovasi dalam strategi tempurnya untuk melawan infiltrasi pasukan Israel.

Perkiraan militer menyebut bahwa untuk menghancurkan hanya satu kilometer jaringan terowongan dibutuhkan waktu berminggu-minggu, dengan risiko besar disergap atau diculik.

Di daerah seperti Beit Hanoun, diyakini terdapat sekitar 60 hingga 80 pejuang Hamas yang bersembunyi dan bersiap menyerang.

Dilema strategis

Yossi Yehoshua, analis militer Yedioth Ahronoth, menyebut bahwa jika kelak dicapai kesepakatan gencatan senjata—langkah yang dinilai Kepala Staf Eyal Zamir kini sudah “layak dipertimbangkan”—maka militer Israel akan dihadapkan pada dilema besar.

Terowongan Hamas, yang masih aktif dan belum seluruhnya dihancurkan, tetap menjadi ancaman nyata.

Yehoshua mengingatkan bahwa Hamas memiliki kemampuan untuk membuka kembali terowongan yang telah digunakan, atau bahkan menggali jaringan baru.

Keberadaan terowongan-terowongan ini menjadi sumber kekhawatiran utama karena dapat digunakan untuk serangan mendadak maupun operasi penyanderaan.

Selain itu, ancaman lain datang dari bahan peledak yang dirakit dari senjata-senjata Israel yang berhasil direbut oleh Hamas dalam pertempuran.

Jika pasukan Israel mundur dari sejumlah wilayah dalam kerangka kesepakatan parsial, lanjut Yehoshua, bukan ketenangan yang akan muncul, melainkan potensi bangkitnya kembali kekuatan militer Hamas.

Yehoshua menutup analisisnya dengan peringatan tajam bahwa mengeliminasi Hamas adalah target yang mungkin hanya bisa dicapai melalui perang jangka panjang yang penuh penderitaan di dalam Gaza.

Ia menilai bahwa siapa pun yang percaya bahwa Hamas bisa dilumpuhkan dalam waktu singkat tidak memahami skala tantangan sebenarnya.

“Gaza memiliki waktu di pihaknya. Dan itulah hal paling berbahaya dari semuanya,” ujar Yehoshua.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular