Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan bahwa negaranya tidak dapat berdiam diri terhadap pembantaian yang terjadi di kota al-Fashir, Sudan.
Ia juga menyerukan pentingnya menjaga keutuhan wilayah, kedaulatan, dan kemerdekaan Sudan, serta berdiri di sisi rakyatnya.
Pernyataan itu disampaikan Erdogan dalam pidatonya pada pembukaan Sidang ke-41 Komite Tetap untuk Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan (COMCEC) yang berada di bawah naungan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), di Pusat Konvensi Istanbul, Senin (3/11).
“Tak seorang pun yang memiliki hati nurani dapat menerima pembantaian terhadap warga sipil di al-Fashir. Dan kami tidak bisa tetap diam terhadap hal itu,” ujar Erdogan.
Erdogan menambahkan, Turki mendukung langkah-langkah untuk mengakhiri kekerasan dan melindungi rakyat Sudan, sembari menegaskan bahwa stabilitas negara itu merupakan kunci bagi keamanan dan perdamaian di kawasan Afrika.
Kota al-Fashir, ibu kota negara bagian Darfur Utara, kini menjadi pusat krisis kemanusiaan yang parah sejak dikuasai oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) pada akhir Oktober lalu.
Laporan dari PBB dan organisasi kemanusiaan menyebut terjadinya pembunuhan, pemerkosaan, dan pengungsian massal di wilayah itu.
Menurut PBB, ribuan warga sipil melarikan diri dengan berjalan kaki menuju kota Thawila, sekitar 60 kilometer dari al-Fashir, melalui jalur yang kini dikenal sebagai “Jalan Kematian”.
Para pengungsi dilaporkan menghadapi haus, lapar, serta kekerasan berulang di sepanjang perjalanan mereka.
Seruan Erdogan datang di tengah kecaman internasional yang meningkat terhadap pelanggaran berat terhadap warga sipil di Darfur, serta desakan agar dunia Islam mengambil posisi lebih tegas terhadap tragedi yang tengah berlangsung di Sudan.

                                    
