Seorang pejabat senior Hamas menegaskan bahwa tidak ada arti dari perundingan gencatan senjata apabila Israel terus melancarkan apa yang disebutnya sebagai “perang kelaparan” terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Ia mendesak masyarakat internasional untuk menekan Pemerintah Israel agar menghentikan apa yang disebutnya sebagai “kejahatan kelaparan”.
Anggota Biro Politik Hamas, Bassem Naim, mengatakan bahwa pihaknya tidak akan menanggapi secara serius usulan gencatan senjata selama situasi kemanusiaan di Gaza terus memburuk akibat blokade yang dilakukan Israel.
“Tidak ada arti dari perundingan tidak langsung dengan pihak pendudukan (Israel), dan tidak ada arti pula untuk menyambut usulan baru terkait gencatan senjata, selama masih berlangsung perang kelaparan dan genosida yang dijalankan pendudukan terhadap rakyat Palestina di Gaza,” kata Naim, Senin (6/5/2025).
Ia menambahkan bahwa masyarakat internasional, khususnya lembaga-lembaga di bawah naungan PBB, telah mengategorikan kebijakan kelaparan oleh Israel sebagai kejahatan perang. Oleh karena itu, ia mendesak agar bantuan kemanusiaan segera masuk ke Gaza di tengah kondisi kelaparan yang semakin meluas.
Pekan lalu, tiga badan PBB menyerukan agar Israel mengakhiri pembatasan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza yang dinilai mengancam kehidupan warga sipil. Komisioner Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, menyatakan bahwa pelarangan masuknya bantuan sejak 2 Maret merupakan bentuk “kelaparan buatan yang bermotif politik”.
Di tengah kondisi tersebut, utusan khusus Amerika Serikat, Steven Weintzkov, menyampaikan harapannya akan adanya kemajuan dalam upaya mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza sebelum atau selama kunjungan Presiden AS Donald Trump ke kawasan.
Berbicara kepada wartawan dalam sebuah acara peringatan Hari Kemerdekaan Israel di Kedutaan Besar Israel di Washington, Weintzkov mengatakan bahwa ia berkomunikasi secara rutin dengan pihak Qatar, Mesir, dan Israel terkait perkembangan situasi di Gaza. Ia juga menegaskan pentingnya pembebasan para sandera serta desakan agar Hamas meletakkan senjatanya.
Sementara itu, tokoh oposisi Israel, Yair Lapid, kembali menyerukan perlunya kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas. Ia mengkritik pendekatan militer Pemerintah Netanyahu yang menurutnya justru memperburuk situasi para sandera.
“Pemerintah Netanyahu tidak mampu mengelola apa pun, apalagi mengelola Gaza,” ujar Lapid seperti dikutip harian Maariv.
Desakan dari keluarga sandera
Di Israel, gelombang unjuk rasa kembali terjadi dengan partisipasi keluarga para sandera. Mereka memprotes perluasan operasi militer di Gaza yang dinilai membahayakan nyawa kerabat mereka yang ditawan.
Para pengunjuk rasa membawa poster dan meneriakkan slogan-slogan yang menolak eskalasi militer serta mendesak pemerintah untuk segera menyepakati pertukaran tahanan dan mengakhiri perang.
Sejak pecahnya agresi Israel ke Gaza pada 7 Oktober 2023, sedikitnya 52.567 warga Palestina dilaporkan meninggal dunia dan 118.610 lainnya mengalami luka-luka, berdasarkan data Kementerian Kesehatan di Gaza.