Wednesday, January 8, 2025
HomeBeritaMedia Israel: Kebijakan Erdogan di Suriah picu perang dengan Zionis

Media Israel: Kebijakan Erdogan di Suriah picu perang dengan Zionis

Hubungan yang penuh gejolak antara Israel dan Turki semakin memanas, menyusul perkembangan terbaru di Suriah yang memposisikan kedua negara saling berhadapan, dengan potensi terjadinya konfrontasi bersenjata langsung, lapor media Israel Jerusalem Post.

Pada Rabu, puluhan ribu orang turun ke jalan di Istanbul untuk memprotes Israel, menunjukkan solidaritas terhadap Palestina di Gaza setelah hampir satu setengah tahun invasi Israel ke Gaza.

“Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah memimpin sentimen anti-Israel di negaranya selama bertahun-tahun,” tulis Jerusalem Post.

Menurut Dr. Hay Eytan Cohen Yanarocak, seorang pakar tentang Turki dari Moshe Dayan Center di Universitas Tel Aviv, Erdogan semula menganggap perang ini sebagai siklus  biasa.

Namun, setelah beberapa minggu, ia menyadari bahwa Israel tengah melancarkan perang total terhadap Hamas.

“Erdogan, yang terpengaruh oleh ideologi yang sama dengan Hamas, mulai merusak hubungan dengan Israel,” terang Yanarocak seperti dilansir Jerusalem Post.

Salah satu perkembangan dramatis terakhir adalah jatuhnya rezim Bashar Assad pada bulan lalu yang mengancam separatis PKK yang didukung AS di Suriah.

“Kelompok pemberontak Islamis yang menggulingkan Assad dan didukung Turki kini mengancam wilayah-wilayah tersebut. Israel, yang selama ini menjaga hubungan diam-diam dengan Kurdi, melihat mereka sebagai potensi sekutu melawan musuh bersama,” tulis Jerusalem Post.

Media tersebut juga mengatakan Turki kini berusaha memperkuat pengaruhnya di Suriah, yang berbatasan langsung dengan Israel.

“Selama bertahun-tahun, meski secara resmi berperang, perbatasan ini menjadi salah satu yang paling tenang bagi Israel. Namun, dengan semakin dekatnya posisi Turki ke Israel, ketenangan itu kini terancam,” terang Jerusalem Post.

Menurut Prof. Efrat Aviv, pakar Turki dari Bar-Ilan University, kepada Jerusalem Post mengakui peluang terjadinya konfrontasi militer antara Israel dan Turki di masa depan. “Ini belum pernah terjadi sebelumnya, seperti halnya semua peristiwa yang terjadi di kawasan ini baru-baru ini,” ujarnya.

Hubungan Israel dan Turki mencair pada 2017, namun tidak bertahan lama. Pada 2018, kedua negara menarik duta besar mereka setelah ketegangan mengenai Gaza dan Yerusalem.

Usaha memperbaiki hubungan kembali dilakukan melalui kunjungan Presiden Isaac Herzog ke Ankara pada 2022.

Perang Israel melawan Hamas di Gaza membuat Erdogan mengumumkan pemutusan hubungan dengan Israel setelah kedua negara memberlakukan hambatan perdagangan satu sama lain pada April tahun lalu.

Turki juga ikut serta dalam petisi Afrika Selatan yang mengatakan Israel melakukan genosida di Gaza di Pengadilan Internasional.

“Sepanjang perang, Ankara memberikan bantuan kemanusiaan besar-besaran untuk Palestina di Gaza,” tulis Jerusalem Post.

Sektor pariwisata, yang sebelumnya menjadi salah satu aspek penting dalam hubungan bilateral kedua negara, kini hampir menghilang.

“Turki yang dulunya menjadi destinasi utama bagi wisatawan Israel, kini tidak lagi. Saat ini, tidak ada penerbangan langsung antara kedua negara, sebuah rute yang sebelumnya sering digunakan oleh warga Israel,” terang Jerusalem Post.

Perkembangan terbaru di Suriah, yang pada dasarnya membuka peluang kekosongan kekuasaan, membuat Turki dan Israel masing-masing mengirimkan pasukan ke daerah yang berbeda.

Menurut Aviv, Turki sangat tegas mempertahankan kepentingannya di Suriah dan Erdogan ingin memastikan pemerintahan baru di Suriah berada di bawah pengaruhnya. Ini termasuk investasi besar-besaran, termasuk di wilayah separatis PKK, untuk membuat masyarakat Suriah pro-Turki.

“Turki berusaha untuk menghancurkan aspirasi kemerdekaan Kurdi,” ujar dia.

Meskipun Israel tidak memiliki hubungan resmi dengan minoritas Kurdi di Suriah atau Turki, Israel menjaga hubungan dengan kelompok ini sebagai bagian dari upayanya untuk menyeimbangkan pengaruh Iran di kawasan tersebut.

Ini sering kali memicu kemarahan Turki dan Erdogan yang memiliki hubungan permusuhan dengan kelompok separatis PKK.

Erdogan dan Netanyahu tampaknya tidak dapat atau tidak mau memperbaiki hubungan. “Selama Erdogan berkuasa, tidak akan ada yang baik dalam hubungan ini, dan hanya akan memburuk. Bahkan jika ia digantikan oleh rezim yang kurang kritis terhadap Israel, butuh waktu untuk mengurangi kritik terhadap Israel,” kata Aviv.

“Masyarakat Turki membutuhkan waktu untuk mengubah opini publik mereka yang toksik terhadap Israel, karena sentimen anti-Israel dan anti-Zionis di Turki sangat kuat.”

Namun, hubungan diplomatik kemungkinan tetap akan bertahan. “Bagi Turki, hubungan dengan Israel penting untuk mempertahankan akses kepada Palestina, baik di Gaza maupun di Tepi Barat,” ujar Cohen Yanarocak.

“Bagi Israel, yang dikelilingi musuh, mereka tidak membutuhkan musuh tambahan.”

Konfrontasi militer antara Turki dan Israel akan menjadi sesuatu yang belum pernah terjadi, baik disengaja maupun tidak.

Israel, yang masih terperangkap dalam perang dan trauma akibat serangan mendadak Hamas di perbatasan, kini menjadi kurang toleran terhadap kemungkinan operasi serupa di perbatasan lain. Meski perkembangan ini akan mengejutkan kawasan, hal itu tidak bisa dikesampingkan.

Menurut Aviv, pilihan bagi Israel untuk menghadapi proksi Iran yang kembali ke perbatasannya di Lebanon dan Suriah adalah sesuatu yang telah dikesampingkan oleh Netanyahu dan pejabat lainnya.

“Israel tidak bisa membiarkan Iran berada di perbatasan utaranya, bahkan dengan biaya konfrontasi dengan Turki,” kata Aviv.

“Sama seperti Turki yang membiarkan dirinya masuk ke Suriah, Turki tidak bisa meminta Israel untuk menarik pasukannya dari sana, dan Israel perlu melindungi kepentingannya,” ujar dia di Jerusalem Post.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular