Saturday, October 11, 2025
HomeBeritaRatusan ribu warga kembali ke Gaza utara berlakunya gencatan senjata

Ratusan ribu warga kembali ke Gaza utara berlakunya gencatan senjata

Ratusan ribu warga Palestina mulai kembali ke bagian utara Jalur Gaza pada Jumat (10/10), menyusul berlakunya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

Perjanjian itu menandai berakhirnya perang selama 2 tahun penuh yang menewaskan lebih dari 67.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.

Gelombang besar pengungsi bergerak ke arah Kota Gaza, kawasan perkotaan terbesar di wilayah itu, yang baru beberapa hari lalu menjadi sasaran salah satu operasi militer paling dahsyat yang dilancarkan Israel sepanjang perang.

Sepanjang Jalan Al-Rashid dan Salahuddin, ribuan keluarga berjalan kaki membawa anak-anak dan barang seadanya. Banyak di antara mereka mendapati rumahnya telah hancur.

“Tidak ada rumah, tapi kami pulang, tanah ini milik kami, meski hanya tinggal puing,” kata seorang warga yang kembali dari Kamp Nuseirat.

Kementerian Dalam Negeri di Gaza menyatakan bahwa aparat keamanan dan kepolisian mulai berpatroli di wilayah yang telah ditinggalkan pasukan Israel untuk memulihkan ketertiban dan mengamankan jalur bagi warga sipil yang kembali.

Tahap pertama dari kesepakatan Trump

Gencatan senjata ini merupakan bagian dari kesepakatan politik menyeluruh yang dimediasi Amerika Serikat (AS), Mesir, Qatar, dan Turki—tahap pertama dari rencana perdamaian yang digagas Presiden AS Donald Trump.

Tahap ini mencakup penghentian total serangan, penarikan sebagian pasukan Israel, pertukaran tahanan, serta pembukaan kembali perbatasan bagi bantuan kemanusiaan.

Menurut sumber-sumber politik, Hamas akan membebaskan 20 tawanan Israel sebagai imbalan atas pembebasan sekitar 2.000 tahanan Palestina dalam beberapa hari mendatang.

Kementerian Kehakiman Israel bahkan merilis daftar 250 tahanan Palestina yang akan dibebaskan, sebagian di antaranya adalah mereka yang menjalani hukuman seumur hidup.

Namun, daftar itu tidak mencakup tokoh-tokoh besar seperti Marwan Barghouti dan Ahmad Sa’adat.

Penarikan pasukan dan peringatan bahaya

Seiring dengan kembalinya warga sipil, militer Israel mengumumkan dimulainya penarikan pasukan dari dalam Gaza ke arah perbatasan timur.

Dalam pernyataannya, tentara Israel menyebut bahwa “gencatan senjata resmi berlaku sejak pukul 12.00 waktu setempat”.

Pasukannya kini sedang berposisi ulang sesuai garis penyebaran baru, sebagai bagian dari pelaksanaan perjanjian dan pengembalian para sandera.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu—yang masih berstatus buronan Mahkamah Pidana Internasional—menyatakan bahwa negaranya “akan mengawasi pelucutan senjata Hamas dan tidak akan mentoleransi pelanggaran apa pun.”

Militer Israel juga memperingatkan warga Gaza agar tidak mendekati beberapa wilayah yang dinilai masih berbahaya.

Juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, menulis dalam unggahan berbahasa Arab di platform X bahwa mendekati kawasan Beit Hanoun, Beit Lahiya, dan Shujaiya sangat berbahaya.

Begitu pula wilayah sekitar Rafah, Koridor Philadelphi, dan zona militer di Khan Younis.

Dari Washington, utusan khusus AS Steve Witkoff mengonfirmasi bahwa militer Israel telah menyelesaikan tahap pertama penarikan pasukannya ke “garis kuning,” sesuai laporan dari Komando Pusat AS.

Ia menambahkan bahwa masa 72 jam kini dimulai sebelum pelaksanaan pertukaran tahanan.

Seruan internasional

Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, menyebut gencatan senjata itu sebagai “langkah awal menuju akhir tragedi kemanusiaan yang belum pernah terjadi di Gaza.”

Ia menegaskan bahwa keberhasilan perjanjian tersebut merupakan tanggung jawab bersama semua pihak.

Sementara itu, pernyataan dari Hamas yang disampaikan oleh kepala delegasinya, Khalil al-Hayya, menegaskan bahwa pihaknya telah menerima jaminan dari para mediator dan AS bahwa perang benar-benar telah berakhir, dan pembahasan kini beralih ke tahap kedua dari rencana Trump.

PBB, melalui perwakilan badan-badan kemanusiaannya di Jenewa, menyerukan agar semua perlintasan perbatasan ke Gaza segera dibuka.

Juru bicara UNRWA, Juliette Touma, menekankan bahwa bantuan kemanusiaan hanya mungkin tersalurkan berkat upaya 12.000 staf lokal lembaganya yang terus bekerja meskipun Israel menghentikan kerja sama sejak awal tahun.

Kepala Komite Internasional Palang Merah, Mirjana Spoljaric, mengingatkan bahwa “hari-hari mendatang akan sangat krusial.”

Ia mendesak agar proses pembebasan tahanan berjalan dengan aman dan bermartabat serta agar pengiriman bantuan kemanusiaan segera dilanjutkan secara penuh.

Antara harapan dan luka

Di tengah suasana lega atas berakhirnya perang, wajah-wajah warga Gaza masih menyiratkan kepedihan kehilangan keluarga dan rumah.

Banyak pertanyaan yang masih menggantung—siapa yang akan memerintah Gaza setelah perang, dan bagaimana kelanjutan tahap-tahap berikutnya dari kesepakatan ini.

Namun bagi para pengungsi yang kembali, yang terpenting kini adalah bahwa suara meriam telah berhenti, dan mereka bisa melangkah kembali ke tanah mereka, walau hanya di atas reruntuhan.

“Yang kami temukan hanya puing, tapi kami bersyukur bisa kembali. Yang penting, hidup dengan damai,” kata Ismail Zaida dari kawasan Sheikh Radwan.

Sementara Balqis, ibu 5 anak, berkata lirih bahwa gencatan senjata ini mengembalikan harapan mereka.

“Mungkin ini awal dari kehidupan baru,” katanya.

Amir Abu Ayada (32 tahun) menambahkan bahwa mereka kembali ke rumahnya untuk membersihkannya.

“Meski penuh luka dan penderitaan, kami pulang dengan rasa Syukur,” ungkapnya.

Arij Abu Saada (53 tahun), yang kehilangan 2 anak dalam perang, ada air mata di balik senyum menyatakan kesedihannya.

“Saya ibu dari dua syahid, seorang putra dan putri. Saya sedih, tapi juga bahagia karena kami bisa pulang dan merasakan damai lagi,” tuturnya.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler