Friday, January 31, 2025
HomeBerita5 dari 6 tawanan Thailand bebas setelah 15 bulan ditahan Gaza

5 dari 6 tawanan Thailand bebas setelah 15 bulan ditahan Gaza

Pongsak, seorang pekerja Thailand yang ditahan di Gaza selama 15 bulan, akhirnya kembali ke rumah, lansir Middle East Eye.

Ayahnya, Wirat Thenna, mengatakan bahwa ia tidak akan membiarkan anaknya kembali bekerja di pertanian Israel Selatan setelah pengalaman buruk ini. “Sebaiknya dia tinggal di kampung halamannya,” ujar Wirat kepada media Thailand, beberapa saat sebelum Pongsak dibebaskan bersama empat pekerja Thailand lainnya oleh pejuang Palestina pada Kamis (28/1).

“Perasaan saya sangat bahagia, tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Saya tidak tahu makanan apa yang akan saya berikan untuk makanannya yang pertama setelah dia kembali dengan selamat,” tambah Wirat.

Ia pun berencana mengikatkan simpul di pergelangan tangan Pongsak sebagai sambutan, dan kemudian mengabulkan janji untuk menjadikannya seorang biksu, seperti yang sudah dijanjikannya selama mereka terpisah.

Pembebasan Lima Pekerja Thailand

Pongsak, yang sudah bekerja di Israel selama enam tahun sebelum disandera dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, dibebaskan bersama empat pekerja Thailand lainnya: Suwannakham Sathian, Watchara Sriaoun, Bannawat Seathao, dan Surasak Rumnao. Mereka disambut oleh pejabat Thailand di perbatasan Israel dekat Gaza.

Selain mereka, tiga warga Israel—Agam Berger, Arbel Yehud, dan Gadi Moses—juga dibebaskan dalam pertukaran ini. Pembebasan lima pekerja Thailand terjadi menjelang kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel yang awalnya tidak mencakup pekerja migran Thailand, yang baru dijadwalkan dibebaskan pada fase berikutnya.

Diplomasi Internasional dan Rasa Terima Kasih

Sosiolog Yahel Kurlander dari Tel Hai College, yang mengkhususkan diri dalam migrasi dan tenaga kerja pertanian, mengungkapkan rasa gembiranya atas pembebasan ini, namun juga mengkhawatirkan nasib satu pekerja Thailand lainnya yang masih ditahan.

“Saya berharap rakyat Thailand tahu bahwa hati kami bersama mereka,” ujarnya. Pemerintah Thailand pun mengucapkan terima kasih kepada negara-negara yang terlibat dalam pembebasan para tahanan, seperti Qatar, Mesir, Iran, Turki, AS, dan Komite Palang Merah Internasional.

Tantangan Pekerja Migran Thailand di Israel

Thailand menjadi negara dengan jumlah pekerja migran yang paling banyak menjadi korban dalam konflik Israel-Gaza. Selain 46 pekerja yang tewas, 31 pekerja Thailand juga diculik. 23 di antaranya telah dibebaskan pada gencatan senjata sementara bulan November 2023. Nattapong Pinta masih menjadi satu-satunya pekerja Thailand yang masih ditahan di Gaza.

Sebagian besar pekerja Thailand di Israel bekerja di sektor pertanian, banyak yang bertugas di daerah perbatasan seperti dengan Lebanon dan Gaza, yang dekat dengan garis depan konflik. Setelah serangan 7 Oktober, pemerintah Thailand menerbangkan sekitar 8.500 pekerjanya kembali ke tanah air. Israel kemudian mendatangkan pekerja dari India, Sri Lanka, dan Malawi untuk menggantikan mereka.

Kondisi Kerja yang Memprihatinkan

Pekerja migran ini sering bekerja dalam kondisi yang sangat buruk, terpapar risiko tinggi. Pada Maret lalu, seorang pekerja India tewas akibat serangan rudal anti-tank dari Lebanon saat sedang bekerja di kebun di kota Margaliot.

Selain itu, penjajah Israel kini memperbolehkan perekrutan pekerja migran melalui kontrak bisnis yang membawa biaya perekrutan tinggi dan tidak sah, termasuk di sektor konstruksi.

Kurlander juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap semakin buruknya sikap pemerintah Israel terhadap pekerja migran sejak perang dimulai. Banyak pekerja migran, terutama dari Thailand, terjebak dalam biaya perekrutan yang sangat mahal, yang seharusnya tidak diperbolehkan.

Pekerja Thailand yang terlibat dalam konflik ini, baik yang tewas maupun yang dibebaskan, tetap menjadi simbol perjuangan bagi hak-hak pekerja migran. Nama mereka dikenang dalam berbagai aksi solidaritas yang digelar oleh masyarakat Israel.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular