Saturday, May 10, 2025
HomeBeritaLaporan: Yordania ambil keuntungan distribusi bantuan ke Gaza hingga USD400 ribu

Laporan: Yordania ambil keuntungan distribusi bantuan ke Gaza hingga USD400 ribu

Otoritas Yordania diduga memperoleh keuntungan signifikan dari pengelolaan pengiriman bantuan internasional ke Gaza selama berlangsungnya agresi militer Israel terhadap wilayah tersebut. Informasi ini diperoleh dari sejumlah sumber yang memiliki akses langsung terhadap operasi bantuan tersebut.

Berdasarkan laporan Middle East Eye (MEE), Lembaga Amal Hashemit Yordania (Jordan Hashemite Charity Organization/JHCO)—badan resmi yang mengatur pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza—bekerja sama dengan otoritas Israel untuk menjadi satu-satunya jalur pengiriman bantuan melalui wilayah Yordania.

Sejumlah sumber dari organisasi bantuan internasional mengungkapkan bahwa bantuan yang diklaim berasal dari JHCO sejatinya disediakan oleh pemerintah asing dan lembaga swadaya masyarakat, baik dari Yordania maupun luar negeri. Sementara kontribusi langsung dari negara Yordania disebut sangat minim.

Dua sumber dari LSM serta dua narasumber lain yang mengetahui skema tersebut menyatakan, pihak Yordania mengenakan biaya sekitar 2.200 dolar AS untuk setiap truk bantuan yang dikirim ke Gaza. Biaya tersebut, menurut penjelasan JHCO kepada para organisasi bantuan, dibayarkan langsung kepada Angkatan Bersenjata Yordania.

Selain jalur darat, Yordania juga menjalankan operasi pengiriman bantuan melalui udara (airdrop). Untuk setiap airdrop, pihak Yordania disebut mematok tarif antara 200.000 hingga 400.000 dolar AS, tergantung pada tingkat ketepatan pengiriman. Padahal, satu kali airdrop hanya mampu membawa muatan kurang dari separuh kapasitas satu truk bantuan.

Sumber-sumber menyebutkan bahwa meningkatnya pendapatan dari aktivitas bantuan ini telah mendorong pemerintah Yordania memperluas infrastruktur logistik. Negara itu baru-baru ini menerima hibah luar negeri untuk membeli 200 truk baru dan tengah membangun gudang penyimpanan bantuan yang lebih besar dengan dukungan PBB.

Hingga berita ini diturunkan, Kementerian Luar Negeri Yordania, Angkatan Bersenjata Yordania, dan JHCO belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi dari MEE.

Tekanan domestik dan kritik terhadap Airdrop

Sejak perang pecah di Gaza, pemerintah Yordania harus menghadapi tekanan besar dari masyarakatnya yang menunjukkan solidaritas kuat terhadap rakyat Palestina, terutama terhadap kelompok Hamas. Yordania memiliki populasi besar keturunan pengungsi Palestina sejak peristiwa Nakba pada 1948.

Di tengah meningkatnya tekanan publik, militer Yordania mulai melakukan airdrop bantuan ke Gaza sekitar satu bulan setelah Israel memberlakukan pengepungan total. Sejauh ini, militer Yordania telah melaksanakan sekitar 400 misi airdrop, sebagian bekerja sama dengan negara lain. Raja Abdullah II bahkan dikabarkan ikut serta dalam salah satu misi tersebut, yang seluruhnya dilakukan dengan persetujuan militer Israel.

Namun, pengiriman bantuan melalui udara ini menuai kritik dari warga Gaza dan pekerja kemanusiaan. Airdrop dianggap tidak aman, tidak memadai, dan tidak efisien, terutama karena jalur darat dinilai lebih efektif untuk distribusi bantuan.

Sementara itu, pejabat Yordania menyatakan telah mengirim sedikitnya 140 konvoi bantuan melalui jalur darat sejak awal perang. Namun, seperti halnya airdrop, konvoi ini pun harus mendapat persetujuan dari otoritas Israel.

Menurut pejabat Palestina di Gaza, sebelum perang, wilayah tersebut membutuhkan sekitar 500 truk bantuan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk. Sejak dimulainya agresi militer Israel 19 bulan lalu, angka ini tidak pernah terpenuhi.

Pada 9 Oktober 2023, dua hari setelah serangan Hamas ke wilayah Israel, mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, yang kini diburu Mahkamah Pidana Internasional atas dugaan kejahatan perang, mengumumkan pengepungan total terhadap Gaza. Sejak itu, bantuan dan barang komersial hanya masuk secara terbatas.

Namun, sejak 2 Maret lalu, Israel kembali memberlakukan blokade total. Dalam dua bulan terakhir, tidak ada bantuan yang masuk ke Gaza, menyebabkan krisis kemanusiaan yang oleh sejumlah lembaga disebut telah mencapai “tingkat kelaparan yang katastrofik”.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular