Monday, December 9, 2024
HomeAnalisis dan OpiniOpiniOPINI: Akankah Iran kembali serang Israel?

OPINI: Akankah Iran kembali serang Israel?

Yasser Saad Eddin

Penulis, Peneliti, dan Dosen Politik

Iran saat ini berada dalam situasi yang sangat sulit, baik sebagai negara, revolusi, maupun kekuatan regional. Menanggapi serangkaian serangan yang diterima Iran dan sekutunya dari Israel bisa menimbulkan konsekuensi yang berat, yang mungkin tak sanggup dihadapi. Namun, jika Iran memilih diam tanpa membalas, reputasi dan kredibilitasnya di mata sekutu dan pengikutnya bisa jatuh terpuruk, mempengaruhi citra serta perannya di kancah regional dan internasional.

Yang memperparah keadaan adalah narasi yang dibangun oleh para analis dan pengamat. Mereka tidak hanya membahas ketidakmampuan Iran untuk merespons serangan Israel, tetapi juga menuding adanya kesepakatan rahasia antara Iran, Israel, dan Amerika Serikat. Dalam teori ini, Iran dituding menyerahkan Hizbullah sebagai korban kepada Israel, hanya untuk mempertahankan pembagian kekuasaan di Timur Tengah, dengan Israel menjadi pemain utama, sementara Iran hanya menjadi sekutu yang berada di posisi kedua.

Pendukung teori konspirasi ini merujuk pada informasi intelijen luar biasa yang diperoleh Israel, yang memungkinkan serangan presisi terhadap kepemimpinan militer dan politik Hizbullah, bahkan hingga Hassan Nasrallah, serta infrastruktur strategis partai tersebut. Beberapa pihak bahkan menduga bahwa keamanan ketat Hizbullah telah disusupi dengan bantuan jaminan dari pihak Iran di tingkat tertinggi.

Kecurigaan terhadap Iran diperkuat oleh pernyataan sejumlah figur media yang selama ini dikenal sebagai pembela keras “Poros Perlawanan”. Kini, mereka secara terbuka meragukan dan mengkritik peran Iran. Lebih lanjut, pernyataan Presiden Iran di New York—terutama nada positifnya terhadap Amerika—jelang pembunuhan Hassan Nasrallah, telah memberikan amunisi bagi mereka yang meragukan integritas Iran.

Bagaimana mungkin generasi yang tumbuh dengan mendengar seruan “Mampus Amerika” dari Iran selama puluhan tahun, hingga menjadi bagian dari ritual ibadah haji, sekarang dapat menerima pujian terhadap Amerika dari pemimpin tertinggi Iran, sementara senjata buatan Amerika menghancurkan Gaza dan Lebanon, dengan dukungan politik Amerika terhadap Israel di balik pembantaian dan pelanggaran yang terjadi?

Di tengah gelombang tudingan terhadap posisi Iran, terutama setelah insiden dugaan pembunuhan Ismail Haniyeh di Teheran saat berada di bawah perlindungan Iran, Teheran merasa perlu untuk menyangkal kabar tersebut. Meskipun demikian, banyak pihak menilai bahwa Iran tidak merespons aksi ini dengan tegas, meskipun telah melontarkan ancaman keras. Tindakan tersebut diartikan sebagai bentuk pengakuan Iran terhadap dominasi Israel di kawasan, dengan Iran yang mundur ke belakang, baik karena takut terhadap kekuatan Israel dan Amerika, maupun karena kepentingannya untuk mempertahankan pengaruh di beberapa ibu kota Arab dan wilayah lainnya.

Ketidaktegasan Iran dalam merespons pembunuhan Haniyeh, meskipun diikuti oleh pernyataan-pernyataan keras dari tokoh-tokoh penting seperti Ayatollah Khamenei, dianggap merusak kredibilitas Iran. Hal ini membuka ruang bagi keraguan atas posisinya. Terlebih lagi, Iran dituding membiarkan Hizbullah berjuang sendirian melawan Israel, yang terus melakukan serangan brutal di Lebanon terhadap basis pendukung Hizbullah. Di saat yang sama, Amerika Serikat memberikan dukungan penuh kepada Israel. Kehilangan tokoh utama Hizbullah, Hassan Nasrallah—yang secara terang-terangan mengungkapkan kesetiaannya pada Iran dan konsep Wilayat al-Faqih—akan membawa dampak besar bagi Iran, baik sebagai negara maupun revolusi.

Pernyataan Iran terkait serangan di Lebanon dan dampak yang dialami sekutunya, Hizbullah, dinilai tidak memadai dan bahkan dipenuhi kontradiksi. Di satu sisi, Iran mengklaim bahwa Hizbullah mampu menghadapi agresi Israel, namun di sisi lain, Iran mengakui bahwa Hizbullah tidak bisa melawan sendirian melawan kekuatan negara yang didukung Barat dan dipersenjatai dengan senjata canggih.

Saat ini, kawasan Timur Tengah sedang mengalami perubahan besar, di mana Iran berada pada titik krusial. Teheran menyadari bahwa hanya mengandalkan retorika tanpa tindakan nyata akan mendorong Israel untuk semakin berani melakukan serangan-serangan tambahan, termasuk terhadap para pemimpin milisi yang berada di bawah pengaruhnya. Hal ini akan merusak kredibilitas Iran di mata sekutunya di negara-negara tempat Iran memiliki pengaruh militer dan politik. Bahkan, ada potensi bagi sekutunya untuk memberontak jika Iran tidak bertindak. Karena itu, Iran melihat adanya kesempatan—dengan Israel yang sibuk di beberapa front—untuk melakukan respons yang terukur guna memulihkan sedikit dari wibawanya serta menjaga posisinya di antara sekutu dan para pengikutnya.

Langkah Iran untuk meredakan ketegangan dengan sekutunya dimulai dengan pernyataan Presiden Iran, yang menyatakan bahwa negara-negara Barat telah menipu Iran setelah pembunuhan Haniyeh, dengan janji akan menghentikan serangan ke Gaza, asalkan Iran tidak membalas aksi pembunuhan komandan Palestina di wilayahnya.

Namun, Teheran secara tiba-tiba melancarkan serangan ke Israel dan menegaskan bahwa target serangannya adalah instalasi militer, bukan wilayah sipil di negara tersebut. Dalam pernyataan resminya, Iran menekankan bahwa jika Israel membalas serangan pada hari Selasa tersebut, Teheran siap meningkatkan eskalasi dengan menargetkan infrastruktur penting Israel.

Dari sini dapat dipahami bahwa Iran menganggap serangannya sudah cukup proporsional, dan tidak berencana untuk memperburuk situasi lebih lanjut. Tampaknya, Iran hanya ingin mempertahankan harga dirinya di hadapan lawan dan sekutu.

Kini, bola ada di tangan Israel. Jika Israel, yang merasa percaya diri dan didorong oleh elemen politik serta militernya yang cenderung ekstrem, memilih untuk membalas dengan menyerang fasilitas nuklir Iran, situasi dapat berkembang menjadi krisis yang sulit diprediksi.

Sebaliknya, jika Amerika Serikat dan sekutunya berhasil menekan Israel untuk membatasi responsnya hanya pada serangan keras terhadap sekutu-sekutu Iran di kawasan, bukan ke jantung Iran, kita mungkin melihat upaya untuk meredam eskalasi. Meski begitu, Israel kemungkinan besar akan berusaha memulihkan reputasinya yang terdampak oleh serangan Iran dengan melancarkan lebih banyak serangan terhadap Hizbullah dan sekutu-sekutu Iran di wilayah tersebut, sejauh yang mereka mampu.

Artikel ini telah terbit di Al Jazeera Arabic pada 2 Oktober 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular