Wednesday, December 11, 2024
HomeBeritaPalestinaSeruan terakhir RS Kamal Adwan: Kami terkepung, ambulans tak diizinkan masuk

Seruan terakhir RS Kamal Adwan: Kami terkepung, ambulans tak diizinkan masuk

Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza Utara mengeluarkan seruan terakhir untuk meminta bantuan setelah serangan baru terbaru pasukan Israel pada Ahad (2/11).

Serangan itu menargetkan ruang pediatri rumah sakit tersebut dengan tembakan artileri dan melukai parah seorang anak yang sedang pemulihan pascaoperasi, lansir Middle East Eye.

Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan bahwa seruan tersebut bisa jadi merupakan “seruan darurat terakhir” rumah sakit, dan menambahkan bahwa “sepertinya telah ada keputusan untuk mengeksekusi semua staf yang menolak untuk mengungsi.”

Dalam pesan video, Direktur Rumah Sakit Kamal Adwan, Dr. Hussam Abu Safiya, melaporkan bahwa serangan penjajah menjangkau setiap sudut rumah sakit, merusak pasokan air, halaman rumah sakit, dan jaringan listrik.

Serangan Israel tersebut melukai enam orang, termasuk seorang gadis berusia 13 tahun yang baru saja menjalani operasi, kata Safiya.

“Dia terkena serpihan peluru, dia sudah terluka dan sedang mendapatkan perawatan untuk cedera pertamanya,” ujar Safiya.

“Dia kembali terluka dalam serangan ini, dengan cedera serius di perut.”

Safiya menambahkan bahwa serangan itu terjadi saat sebuah delegasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berkunjung untuk mengevakuasi sebagian pasien.

“Akibatnya, mereka terpaksa mencari perlindungan di dalam departemen rumah sakit karena intensitas, kekerasan, dan ketidakteraturan pemboman,” katanya.

“Kami tidak tahu alasan serangan ini,” tambahnya.

Ia menekankan bahwa militer Israel tidak memberi peringatan sebelumnya kepada staf rumah sakit.

Menurut kementerian kesehatan, banyak staf medis dan pasien yang terluka akibat serangan Israel. Staf rumah sakit tidak dapat bergerak antar departemen dan tidak bisa menyelamatkan rekan-rekan mereka yang terluka karena pasukan Israel terus “membombardir dan menghancurkan” bangunan rumah sakit tersebut, kata kementerian.

Keadaan sangat mendesak

Sejak Israel melancarkan invasi terbaru di Gaza Utara bulan lalu, yang diyakini bagian dari “Rencana Jenderal”, Rumah Sakit Kamal Adwan telah terkepung.

Bantuan kemanusiaan hampir tidak ada yang diizinkan masuk ke Gaza Utara sejak 5 Oktober.

Israel telah memerintahkan sekitar 400.000 warga Palestina di Gaza Utara untuk pindah ke selatan, dan mengeluarkan perintah pengungsian terhadap Rumah Sakit Kamal Adwan serta dua rumah sakit lainnya di wilayah tersebut, yaitu al-Awda dan Rumah Sakit Indonesia.

“Kami masih terkepung. Tidak ada ambulans yang diizinkan masuk, dan tim medis juga tidak diizinkan masuk ke Gaza Utara,” kata Dr. Safiya.

Sekitar 300 pasien dalam kondisi kritis terjebak di rumah sakit, menurut PBB.

Pada Kamis lalu, serangan udara Israel menargetkan lantai tiga Rumah Sakit Kamal Adwan. Membakar persediaan medis WHO yang baru saja dikirim beberapa hari sebelumnya melalui “misi yang rumit,” kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Pada 26 Oktober, Medecins Sans Frontieres melaporkan bahwa seorang ahli bedah mereka termasuk di antara beberapa dokter yang ditangkap dan ditahan oleh pasukan Israel.

Dr. Safiya mengungkapkan bahwa meskipun telah mengajukan banyak permohonan untuk mendapatkan pasokan medis, rumah sakit hanya menerima sejumlah kecil yang cukup untuk satu atau dua hari. Bahan bakar yang hanya cukup untuk beberapa hari saja.

“Kami masih terkepung,” tegasnya.

“Tidak ada ambulans yang diizinkan masuk, dan tim medis juga tidak diizinkan masuk ke Gaza Utara.”

“Sepanjang waktu, orang-orang datang ke Rumah Sakit Kamal Adwan dengan sendirinya,” tambahnya.

“Satu-satunya kata yang bisa menggambarkan situasi ini adalah ‘keadaan darurat’. Kata-kata tidak bisa menggambarkan kenyataan yang kami hadapi.”

Hingga saat ini, hampir 43.300 orang tewas, mayoritas perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 102.260 orang lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular